Follow Us :              

Ajak Siswa Merasakan Kehidupan Panti Sosial

  06 November 2018  |   17:00:00  |   dibaca : 839 
Kategori :
Bagikan :


Ajak Siswa Merasakan Kehidupan Panti Sosial

06 November 2018 | 17:00:00 | dibaca : 839
Kategori :
Bagikan :

Foto : Bintoro (Humas Jateng)

Daftarkan diri anda terlebih dahulu

Foto : Bintoro (Humas Jateng)

SEMARANG - Beberapa sekolah menengah atas (SMA) di Jawa Tengah saat ini sudah memiliki program untuk membangun rasa kesetiakawanan. Program tersebut adalah dengan mengajak siswa terjun ke panti sosial milik Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah selama lima hari. Sekolah yang sudah melaksanakan kegiatan itu antara lain SMA N 1 Semarang. 

"Kami yang menjadi pelayan di bidang sosial, sangat terharu ketika beberapa sekolah membawa siswa untuk hidup selama lima hari di panti sosial, bersama dengan lansia terlantar di panti-panti kami. Insyaa Allah kalau selama lima hari dari pagi membantu eyang kakung, eyang putri yang terlantar, ndulang (menyuapi), ikut memandikan, kecerdasan sosial dan kemanusiaannya akan terasah," kata Kepala Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah Nurhadi Amiyanto saat Dialog Suara Jateng bertajuk "Semangat Pahlawan Masa Kini" di Studio Mini Kantor Gubernur, Selasa (6/11/2018).

Jika kegiatan mengasah kesetiakawanan dan kemanusiaan semakin sering dilakukan, dia meyakini, tidak akan ada tawuran antarsiswa ataupun tindakan kriminal yang dilakukan oleh siswa. Mengingat program tersebut sangat bagus, Nurhadi pun sudah berbicara dengan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Gatot Bambang Hastowo, untuk mengembangkannya. 

"Saya sudah bicara dengan kepala dinas pendidikan agar ini bisa dikembangkan. Insyaa Allah kecerdasan sosial, kecerdasan emosinya akan terasah. Anak-anak bangsa kita akan menjadi anak yang cerdas tapi berbudi pekerti baik," harapnya

Kepala Sekolah SMA N 1 Semarang Endang Suyatmi Listyaningsih mengatakan, kegiatan ke panti wredha maupun panti asuhan, merupakan upaya menanamkan pendidikan karakter kepada para siswa. Pihaknya merasa prihatin dengan kehidupan mereka yang mulai individualistis karena kehadiran gadget. 

"Tiap tahun kami bawa anak-anak ke panti asuhan, ke panti sosial untuk menumbuhkan rasa sosial. Anak-anak itu sekarang selalu bawa gadget. Kemanapun bawa. Jalan itu ngetik bawa gadget, yang mencerminkan individualisme," urai dia.

Selain mengadakan program kunjungan sosial, pihaknya juga mewajibkan para wali kelas ketika mengajar, memberikan pemahaman  bahwa manusia adalah makhluk sosial. Bukan makhluk invidualistis. 

"Saya imbau kepada Bapak/ Ibu wali kelas yang  mengajar, untuk tiga menit menyelipkan informasi bahwa kalian adalah makhluk sosial. Maka kalian juga harus  mengerti lingkungannya," bebernya

Ketua DPD Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) Jateng Kolonel Purnawirawan Amin Munajad mengatakan, tantangan generasi muda saat ini lebih berat dibanding pada masa penjajahan. Sebab, musuhnya tidak berbentuk fisik.

Tantangannya pun tidak hanya dari luar, tapi juga dari dalam. Tantangan dari dalam salah satunya adalah hoax, yang mengancam persatuan bangsa.

"Dulu Indonesia bisa menang dari penjajah, padahal senjatanya sederhana. Kemenangan itu karena persatuan," tuturnya

Karenanya, menurut Amin, kegiatan yang sifatnya membentuk karakter seperti yang dilakukan SMA N 1 Semarang, penting. Diawali dari situ, akan menumbuhkan rasa kesetiakawanan, kemanusiaan yang pada akhirnya merekatkan persatuan. Apalagi, generasi sekarang pasti sudah kesulitan mendapatkan gambaran perjuangan para pahlawan secara nyata.

Sekjen Karang Taruna Jateng I Gde Ananta Wijaya membenarkan pernyataan Amin. Remaja zaman sekarang, realitanya memang tidak paham sejarah dan mengenal pahlawan secara detil. Tapi yang terpenting, kata Gde, mereka dapat mengambil tauladan nilai-nilai kepahlawanan untuk diaplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat. Tauladan itu bisa dicontohkan oleh, misalnya pemimpin di era sekarang, tokoh masyarakat, atau orang tua.

"Untuk jadi pahlawan di era sekarang nggak perlu muluk-muluk. Cukup melakukan hal kecil dan fokus untuk tanah air, tapi punya dampak luar biasa terhadap masyarakat. Itu sudah bisa disebut agent of change," urai Ketua Karang Taruna Kota Semarang itu.

Wakil Gubernur Jawa Tengah H Taj Yasin juga menyadari, bahwa anak-anak zaman sekarang sudah kesulitan  menggambarkan peliknya perjuangan merebut kemerdekan. Karena itu, dia merasa perlu mengundang tokoh-tokoh besar di negara yang berkonflik, seperti Yaman dan Syuriah ke Indonesia. Mereka bisa diminta menceritakan bagaimana  peperangan yang tidak berkesudahan menimbulkan banyak dampak negatif, yang membuat rakyat menderita.

"Mereka itu pelaku yang menyaksikan peperangan di zaman sekarang, sehingga bisa diminta menceritakan kepada generasi di sini. Bagaimana perang menimbulkan banyak dampak yang tidak mengenakkan. Dengan begitu akan memunculkan gambaran yang lebih nyata dan menumbuhkan semangat persatuan," tutur Gus Yasin

Di samping itu, imbuhnya, tokoh-tokoh besar di Indonesia juga diminta bisa memberikan teladan yang baik kepada generasi muda. Dia mencontohkan, dalam pesta demokrasi, hendaknya para calon berkampanye dengan santun. Saling merangkul satu dengan yang lain. Sehingga, tercipta suasana yang adem. Seperti dalam pelaksanaan pemilihan  gubernur Jateng tahun ini.
(Rita/Puji/Humas Jateng)

Baca juga : Suntikan Semangat Perjuangan Veteran Pada Generasi Milenial

 


Bagikan :

SEMARANG - Beberapa sekolah menengah atas (SMA) di Jawa Tengah saat ini sudah memiliki program untuk membangun rasa kesetiakawanan. Program tersebut adalah dengan mengajak siswa terjun ke panti sosial milik Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah selama lima hari. Sekolah yang sudah melaksanakan kegiatan itu antara lain SMA N 1 Semarang. 

"Kami yang menjadi pelayan di bidang sosial, sangat terharu ketika beberapa sekolah membawa siswa untuk hidup selama lima hari di panti sosial, bersama dengan lansia terlantar di panti-panti kami. Insyaa Allah kalau selama lima hari dari pagi membantu eyang kakung, eyang putri yang terlantar, ndulang (menyuapi), ikut memandikan, kecerdasan sosial dan kemanusiaannya akan terasah," kata Kepala Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah Nurhadi Amiyanto saat Dialog Suara Jateng bertajuk "Semangat Pahlawan Masa Kini" di Studio Mini Kantor Gubernur, Selasa (6/11/2018).

Jika kegiatan mengasah kesetiakawanan dan kemanusiaan semakin sering dilakukan, dia meyakini, tidak akan ada tawuran antarsiswa ataupun tindakan kriminal yang dilakukan oleh siswa. Mengingat program tersebut sangat bagus, Nurhadi pun sudah berbicara dengan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Gatot Bambang Hastowo, untuk mengembangkannya. 

"Saya sudah bicara dengan kepala dinas pendidikan agar ini bisa dikembangkan. Insyaa Allah kecerdasan sosial, kecerdasan emosinya akan terasah. Anak-anak bangsa kita akan menjadi anak yang cerdas tapi berbudi pekerti baik," harapnya

Kepala Sekolah SMA N 1 Semarang Endang Suyatmi Listyaningsih mengatakan, kegiatan ke panti wredha maupun panti asuhan, merupakan upaya menanamkan pendidikan karakter kepada para siswa. Pihaknya merasa prihatin dengan kehidupan mereka yang mulai individualistis karena kehadiran gadget. 

"Tiap tahun kami bawa anak-anak ke panti asuhan, ke panti sosial untuk menumbuhkan rasa sosial. Anak-anak itu sekarang selalu bawa gadget. Kemanapun bawa. Jalan itu ngetik bawa gadget, yang mencerminkan individualisme," urai dia.

Selain mengadakan program kunjungan sosial, pihaknya juga mewajibkan para wali kelas ketika mengajar, memberikan pemahaman  bahwa manusia adalah makhluk sosial. Bukan makhluk invidualistis. 

"Saya imbau kepada Bapak/ Ibu wali kelas yang  mengajar, untuk tiga menit menyelipkan informasi bahwa kalian adalah makhluk sosial. Maka kalian juga harus  mengerti lingkungannya," bebernya

Ketua DPD Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) Jateng Kolonel Purnawirawan Amin Munajad mengatakan, tantangan generasi muda saat ini lebih berat dibanding pada masa penjajahan. Sebab, musuhnya tidak berbentuk fisik.

Tantangannya pun tidak hanya dari luar, tapi juga dari dalam. Tantangan dari dalam salah satunya adalah hoax, yang mengancam persatuan bangsa.

"Dulu Indonesia bisa menang dari penjajah, padahal senjatanya sederhana. Kemenangan itu karena persatuan," tuturnya

Karenanya, menurut Amin, kegiatan yang sifatnya membentuk karakter seperti yang dilakukan SMA N 1 Semarang, penting. Diawali dari situ, akan menumbuhkan rasa kesetiakawanan, kemanusiaan yang pada akhirnya merekatkan persatuan. Apalagi, generasi sekarang pasti sudah kesulitan mendapatkan gambaran perjuangan para pahlawan secara nyata.

Sekjen Karang Taruna Jateng I Gde Ananta Wijaya membenarkan pernyataan Amin. Remaja zaman sekarang, realitanya memang tidak paham sejarah dan mengenal pahlawan secara detil. Tapi yang terpenting, kata Gde, mereka dapat mengambil tauladan nilai-nilai kepahlawanan untuk diaplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat. Tauladan itu bisa dicontohkan oleh, misalnya pemimpin di era sekarang, tokoh masyarakat, atau orang tua.

"Untuk jadi pahlawan di era sekarang nggak perlu muluk-muluk. Cukup melakukan hal kecil dan fokus untuk tanah air, tapi punya dampak luar biasa terhadap masyarakat. Itu sudah bisa disebut agent of change," urai Ketua Karang Taruna Kota Semarang itu.

Wakil Gubernur Jawa Tengah H Taj Yasin juga menyadari, bahwa anak-anak zaman sekarang sudah kesulitan  menggambarkan peliknya perjuangan merebut kemerdekan. Karena itu, dia merasa perlu mengundang tokoh-tokoh besar di negara yang berkonflik, seperti Yaman dan Syuriah ke Indonesia. Mereka bisa diminta menceritakan bagaimana  peperangan yang tidak berkesudahan menimbulkan banyak dampak negatif, yang membuat rakyat menderita.

"Mereka itu pelaku yang menyaksikan peperangan di zaman sekarang, sehingga bisa diminta menceritakan kepada generasi di sini. Bagaimana perang menimbulkan banyak dampak yang tidak mengenakkan. Dengan begitu akan memunculkan gambaran yang lebih nyata dan menumbuhkan semangat persatuan," tutur Gus Yasin

Di samping itu, imbuhnya, tokoh-tokoh besar di Indonesia juga diminta bisa memberikan teladan yang baik kepada generasi muda. Dia mencontohkan, dalam pesta demokrasi, hendaknya para calon berkampanye dengan santun. Saling merangkul satu dengan yang lain. Sehingga, tercipta suasana yang adem. Seperti dalam pelaksanaan pemilihan  gubernur Jateng tahun ini.
(Rita/Puji/Humas Jateng)

Baca juga : Suntikan Semangat Perjuangan Veteran Pada Generasi Milenial

 


Bagikan :
Daftarkan diri anda terlebih dahulu