Follow Us :              

Gaet Kaum Milenial, Dalang Harus Kekinian Tanpa Kehilangan Pakem

  13 December 2018  |   17:00:00  |   dibaca : 900 
Kategori :
Bagikan :


Gaet Kaum Milenial, Dalang Harus Kekinian Tanpa Kehilangan Pakem

13 December 2018 | 17:00:00 | dibaca : 900
Kategori :
Bagikan :

Foto : Bintoro (Humas Jateng)

Daftarkan diri anda terlebih dahulu

Foto : Bintoro (Humas Jateng)

SEMARANG - Era digital perlahan-lahan memodernisasi seni dan budaya Jawa. Tak hanya gamelan tradisional, gamelan digital atau e-gamelan mulai dikembangkan di lingkungan perguruan tinggi. Seiring modernisasi tersebut, seniman dalang diharapkan dapat berpikir kekinian, namun tetap memahami pakem budaya Jawa. Sehingga dapat menularkan kecintaan mereka pada seni dan budaya Jawa kepada kaum muda.

"Saya minta dalam kepengurusan Persatuan Pedalangan Indonesia (Pepadi) masa bhakti lima tahun mendatang, hendaknya mengedepankan personil yang tahu pakem, akan tetapi mau berpikir kekinian dan globalisasi. Dengan demikian, diharapkan mau dan mampu mengembangkan kemampuan dan teknik pedalangan termasuk pertunjukan wayang dengan berkolaborasi pada teknologi," ujar Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah Dr Ir Sri Puryono KS MP saat menghadiri Musyawarah Daerah Pepadi di Kesambi Hotel, Kamis (13/12/2018).

Lebih lanjut, Ketua Umum Komite Seni Budaya Nusantara (KSBN) Jawa Tengah itu meminta dalang dapat mengolaborasikan antara gamelan asli dengan gamelan elektronik. Dengan demikian, kaum muda bangga dan merasa dihargai kreativitasnya. Dicontohkan, pertunjukan wayang dapat menggunakan teknologi pencahayaan seperti sinar laser agar terasa kekinian. Harapannya, kaum muda dapat benar-benar cinta wayang. Yang terpenting tidak meninggalkan pakem. 

"Bahkan cerita karangan pun, menurut saya sah-sah saja, sebagai upaya mengadaptasikan wayang dengan masyarakat serta memberdayakan wayang sebagai media pendekatan untuk kemudian menancapkan pengaruh, mengambil hati dan akhirnya menjadikan minat bagi masyarakat untuk suka dan rela menonton serta nguri-uri wayang," lanjutnya.

Sri Puryono mengakui, saat ini tantangan pada era milenial adalah bagaimana kaum muda tetap mencintai budaya Indonesia, termasuk pertunjukan wayang.

"Tantangannya adalah bagaimana kaum milenial itu cinta kebudayaan kita, menyukai pedalangan dan seni budaya bangsa. Sehingga mereka tidak mengalami alienasi (kepanglingan) budaya. Inilah bagian Trisakti Bung Karno, berkepribadian dalam kebudayaan," tuturnya.

Sri Puryono mencontohkan, dirinya sering berkeliling ke kabupaten/kota untuk bermain ketoprak. Selain karena kecintaannya terhadap seni dan budaya Jawa, Sri Puryono ingin kaum muda di daerah dapat mengenal berbagai lakon wayang orang. 

"Saya keliling ke kabupaten untuk main ketoprak. Saya minta bupati/walikota kalau ulang tahun daerah, selipkanlah wayang wong atau ketoprak. Yang penting substansi lakonnya anak muda tahu," pungkasnya.
(Arifa/Puji/Humas Jateng)

 

Baca juga : Lewat Budaya, Salah Satu Cara Jitu Sosialisasikan Pemilu 2019


Bagikan :

SEMARANG - Era digital perlahan-lahan memodernisasi seni dan budaya Jawa. Tak hanya gamelan tradisional, gamelan digital atau e-gamelan mulai dikembangkan di lingkungan perguruan tinggi. Seiring modernisasi tersebut, seniman dalang diharapkan dapat berpikir kekinian, namun tetap memahami pakem budaya Jawa. Sehingga dapat menularkan kecintaan mereka pada seni dan budaya Jawa kepada kaum muda.

"Saya minta dalam kepengurusan Persatuan Pedalangan Indonesia (Pepadi) masa bhakti lima tahun mendatang, hendaknya mengedepankan personil yang tahu pakem, akan tetapi mau berpikir kekinian dan globalisasi. Dengan demikian, diharapkan mau dan mampu mengembangkan kemampuan dan teknik pedalangan termasuk pertunjukan wayang dengan berkolaborasi pada teknologi," ujar Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah Dr Ir Sri Puryono KS MP saat menghadiri Musyawarah Daerah Pepadi di Kesambi Hotel, Kamis (13/12/2018).

Lebih lanjut, Ketua Umum Komite Seni Budaya Nusantara (KSBN) Jawa Tengah itu meminta dalang dapat mengolaborasikan antara gamelan asli dengan gamelan elektronik. Dengan demikian, kaum muda bangga dan merasa dihargai kreativitasnya. Dicontohkan, pertunjukan wayang dapat menggunakan teknologi pencahayaan seperti sinar laser agar terasa kekinian. Harapannya, kaum muda dapat benar-benar cinta wayang. Yang terpenting tidak meninggalkan pakem. 

"Bahkan cerita karangan pun, menurut saya sah-sah saja, sebagai upaya mengadaptasikan wayang dengan masyarakat serta memberdayakan wayang sebagai media pendekatan untuk kemudian menancapkan pengaruh, mengambil hati dan akhirnya menjadikan minat bagi masyarakat untuk suka dan rela menonton serta nguri-uri wayang," lanjutnya.

Sri Puryono mengakui, saat ini tantangan pada era milenial adalah bagaimana kaum muda tetap mencintai budaya Indonesia, termasuk pertunjukan wayang.

"Tantangannya adalah bagaimana kaum milenial itu cinta kebudayaan kita, menyukai pedalangan dan seni budaya bangsa. Sehingga mereka tidak mengalami alienasi (kepanglingan) budaya. Inilah bagian Trisakti Bung Karno, berkepribadian dalam kebudayaan," tuturnya.

Sri Puryono mencontohkan, dirinya sering berkeliling ke kabupaten/kota untuk bermain ketoprak. Selain karena kecintaannya terhadap seni dan budaya Jawa, Sri Puryono ingin kaum muda di daerah dapat mengenal berbagai lakon wayang orang. 

"Saya keliling ke kabupaten untuk main ketoprak. Saya minta bupati/walikota kalau ulang tahun daerah, selipkanlah wayang wong atau ketoprak. Yang penting substansi lakonnya anak muda tahu," pungkasnya.
(Arifa/Puji/Humas Jateng)

 

Baca juga : Lewat Budaya, Salah Satu Cara Jitu Sosialisasikan Pemilu 2019


Bagikan :
Daftarkan diri anda terlebih dahulu