Follow Us :              

Sekda: Indikator Kemajuan Pembangunan Mestinya Tak Hanya Dari GNI

  26 May 2018  |   13:00:00  |   dibaca : 1101 
Kategori :
Bagikan :


Sekda: Indikator Kemajuan Pembangunan Mestinya Tak Hanya Dari GNI

26 May 2018 | 13:00:00 | dibaca : 1101
Kategori :
Bagikan :

Foto : (Humas Jateng)

Daftarkan diri anda terlebih dahulu

Foto : (Humas Jateng)

SEMARANG - Pembangunan ekonomi suatu negara, seringkali hanya diukur berdasarkan Gross National Income (GNI) secara keseluruhan maupun per kapita. Semakin tinggi GNI, maka pembangunan ekonomi suatu negara dinilai baik.

Saat memberikan kuliah umum tentang Kompleksitas Permasalahan Lingkungan dan Strategi Pembangunan Berkelanjutan kepada mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum UNTAG Semarang, Sabtu (26/5/2018), Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah Dr Ir Sri Puryono menyampaikan, karena hanya diukur dari GNI, mendorong setiap negara, khususnya negara berkembang untuk menaikkan GNI dengan cara mengeksploitasi sumber daya alam yang mereka miliki dan meningkatkan industrialisasi. 

Lantaran mengejar pertumbuhan ekonomi dalam waktu singkat, maka, tak jarang menempuh langkah yang tidak ramah lingkungan. Seperti, penebangan hutan secara massal, menangkap ikan dengan bom dan penambangan liar.

"Kalau hanya dari Gross National Income, repot. Seolah-olah kalau income per kapitanya tinggi, berarti negara berhasil. Tidak melihat apa yang dikorbankan," tuturnya.

Fakta empiris menunjukkan, kemajuan suatu daerah, tidak diiringi dengan kondisi lingkungan yang terawat. Seperti DKI Jakarta, dimana Indeks Pembangunan Manusianya tertinggi dibanding provinsi lain, namun kondisi lingkungannya berada pada ranking 30 dari 34 provinsi. 

Padahal, sistem pembangunan harusnya tidak hanya mengedepankan pertumbuhan ekonomi, tapi juga memikirkan pemenuhan kebutuhan di masa datang. Yakni, keberlanjutan pertumbuhan ekonomi dengan sumberdaya alam yang terjaga.

"Pembangunan berkelanjutan tidak hanya konsentrasi pada isu - isu lingkungan, tapi mencakup tiga lingkup kebijakan pembangunan. Yaitu, pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan itu sendiri. Maka harus berimbang antara lingkungan, ekonomi dan sosial," katanya.

Konsep pembangunan berkelanjutan, ungkap dia, mulai populer dan menjadi fokus dunia internasional pada KTT Bumi di Rio de Jenerio tahun 1992. Selanjutnya, muncul millenium development goals yang berakhir 2015 lalu dan kini mengemuka melalui konsep sustainable development goals. Di Indonesia, dalam mewujudkan praktik pembangunan berkelanjutan sudah terkandung dalam RPJM 2015 - 2019, yang sejalan dengan sustainable development goals.

(Rita/Puji/Humas Jateng)

 

Baca juga Pancasila Obat Persoalan Bangsa


Bagikan :

SEMARANG - Pembangunan ekonomi suatu negara, seringkali hanya diukur berdasarkan Gross National Income (GNI) secara keseluruhan maupun per kapita. Semakin tinggi GNI, maka pembangunan ekonomi suatu negara dinilai baik.

Saat memberikan kuliah umum tentang Kompleksitas Permasalahan Lingkungan dan Strategi Pembangunan Berkelanjutan kepada mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum UNTAG Semarang, Sabtu (26/5/2018), Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah Dr Ir Sri Puryono menyampaikan, karena hanya diukur dari GNI, mendorong setiap negara, khususnya negara berkembang untuk menaikkan GNI dengan cara mengeksploitasi sumber daya alam yang mereka miliki dan meningkatkan industrialisasi. 

Lantaran mengejar pertumbuhan ekonomi dalam waktu singkat, maka, tak jarang menempuh langkah yang tidak ramah lingkungan. Seperti, penebangan hutan secara massal, menangkap ikan dengan bom dan penambangan liar.

"Kalau hanya dari Gross National Income, repot. Seolah-olah kalau income per kapitanya tinggi, berarti negara berhasil. Tidak melihat apa yang dikorbankan," tuturnya.

Fakta empiris menunjukkan, kemajuan suatu daerah, tidak diiringi dengan kondisi lingkungan yang terawat. Seperti DKI Jakarta, dimana Indeks Pembangunan Manusianya tertinggi dibanding provinsi lain, namun kondisi lingkungannya berada pada ranking 30 dari 34 provinsi. 

Padahal, sistem pembangunan harusnya tidak hanya mengedepankan pertumbuhan ekonomi, tapi juga memikirkan pemenuhan kebutuhan di masa datang. Yakni, keberlanjutan pertumbuhan ekonomi dengan sumberdaya alam yang terjaga.

"Pembangunan berkelanjutan tidak hanya konsentrasi pada isu - isu lingkungan, tapi mencakup tiga lingkup kebijakan pembangunan. Yaitu, pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan itu sendiri. Maka harus berimbang antara lingkungan, ekonomi dan sosial," katanya.

Konsep pembangunan berkelanjutan, ungkap dia, mulai populer dan menjadi fokus dunia internasional pada KTT Bumi di Rio de Jenerio tahun 1992. Selanjutnya, muncul millenium development goals yang berakhir 2015 lalu dan kini mengemuka melalui konsep sustainable development goals. Di Indonesia, dalam mewujudkan praktik pembangunan berkelanjutan sudah terkandung dalam RPJM 2015 - 2019, yang sejalan dengan sustainable development goals.

(Rita/Puji/Humas Jateng)

 

Baca juga Pancasila Obat Persoalan Bangsa


Bagikan :
Daftarkan diri anda terlebih dahulu