Follow Us :              

Waspadai Kemarau Sebagai Pemicu Inflasi

  20 July 2018  |   11:00:00  |   dibaca : 184 
Kategori :
Bagikan :


Waspadai Kemarau Sebagai Pemicu Inflasi

20 July 2018 | 11:00:00 | dibaca : 184
Kategori :
Bagikan :

Foto : (Humas Jateng)

Daftarkan diri anda terlebih dahulu

Foto : (Humas Jateng)

SEMARANG – Sekda Provinsi Jawa Tengah Dr Ir Sri Puryono KS MP meminta Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Jawa Tengah musim kemarau yang diperkirakan akan cukup panjang dengan puncak kemarau pada Agustus mendatang sebagai salah satu pemicu inflasi. Musim kemarau tersebut akan menghambat produksi beras petani yang masih banyak mengandalkan sistem tadah hujan, sedangkan saat memasuki musim penghujan akan mengganggu produksi tanaman hortikultura.

 Hal tersebut ia sampaikan saat memimpin High Level Meeting TPID Jateng di Ruang Ayodya Kantor Perwakilan (Kanwil) BI Jawa Tengah, Jumat (20/7/2018).

“Ramalan BMKG diperkirakan cukup panjang dan puncaknya pada Agustus. Ini akan berakibat pada pengurangan produksi beras, asal tidak banyak itu wajar. Tapi harus segera diantisipasi dengan membuat embung,” katanya.

Menurutnya, antisipasi kemarau panjang tersebut sudah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dengan program 1.000 embung dan hingga saat ini embung yang sudah dibuat sudah melebihi 1.000 unit. Meski demikian, Bulog juga diminta untuk bisa menyerap produksi beras petani sebanyak-banyaknya guna dalam rangka pengadaan stok beras dalam negeri.

Selain kekeringan, biaya pendidikan akan menjadi pemicu utama inflasi lainnya, mengingat Bulan Juli ini bersamaan dengan dimulainya tahun ajaran baru dan penerimaan mahasiswa baru PTN maupun PTS. Inflasi untuk semester II 2018, lanjut Sekda, juga akan dipicu biaya angkutan khususnya udara lantaran bertepatan pada saat musim liburan.

“Bulan juli ini ada anggaran khusus yang dikeluarkan oleh warga, seperti biaya pendidikan, biaya angkutan setelah liburan panjang itu juga bisa memicu inflasi,” ujarnya.

Mantan Kepala Dinas Kehutanan Jawa Tengah ini mengatakan selain dari sisi produksi permasalahan inflasi juga datang dari sistem distribusi dan manajemen stok yang harus segera dibenahi. Untuk itu, perlu dibuat sistem yang bisa memantau ketersediaan pangan yang terintegrasi dari hulu ke hilir agar tidak terjadi penyelewengan dan penimbunan yang dapat mempengaruhi harga pasar. Disamping itu dengan sistem yang terpadu ini kekurangan stok pangan di daerah lain dapat segera didistribusikan, sehingga tidak ada penumpukan di gudang.

Sementara itu, Kanwil BI Jateng dalam upaya melakukan pengendalian inflasi berencana membuat Rice Market Center (RMC) dan Chili Market Center (CMC) yang fungsinya untuk mempertemukan supply dan demand komoditi strategis yang dapat menstabilkan harga baik di tingkat produsen maupun konsumen.

“Market center ini nantinya juga akan memangkas panjangnya rantai distribusi yang selama inipanjang, memberikan jaminan pasar bagi petani dan penggilingan, dan data stok valid untuk pengambilan kebijakan,” kata Direktur Kanwil BI Jateng Rahmat Dwisaputra.

Sebelumnya, inflasi Jawa Tengah pada Juni 2018 tercatat 2,72 persen (yoy). Daging ayam ras dan bawang merah menjadi komoditas yang sering muncul sebagai pemicu inflasi. Sementara untuk komoditas strategis, seperti beras, minyak goreng, gula, dan daging sapi terpantau stabil.

Komoditas yang mengalami harga tertinggi jauh melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET) adalah daging ayam ras dan telur. Harga daging ayam ras sejak sebelum Lebaran hingga saat ini masih berada pada posisi harga tinggi. Sedangkan harga telur meski sempat turun pasca Lebaran kembali meningkat hingga saat ini dikisaran Rp 25.000 – 30.000, padahal HET telur sekitar Rp. 22.000.

(Kukuh/Puji/Humas Jateng)

 

Baca jugaDorong BUMD Buat Program Mendukung Ketahanan Pangan


Bagikan :

SEMARANG – Sekda Provinsi Jawa Tengah Dr Ir Sri Puryono KS MP meminta Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Jawa Tengah musim kemarau yang diperkirakan akan cukup panjang dengan puncak kemarau pada Agustus mendatang sebagai salah satu pemicu inflasi. Musim kemarau tersebut akan menghambat produksi beras petani yang masih banyak mengandalkan sistem tadah hujan, sedangkan saat memasuki musim penghujan akan mengganggu produksi tanaman hortikultura.

 Hal tersebut ia sampaikan saat memimpin High Level Meeting TPID Jateng di Ruang Ayodya Kantor Perwakilan (Kanwil) BI Jawa Tengah, Jumat (20/7/2018).

“Ramalan BMKG diperkirakan cukup panjang dan puncaknya pada Agustus. Ini akan berakibat pada pengurangan produksi beras, asal tidak banyak itu wajar. Tapi harus segera diantisipasi dengan membuat embung,” katanya.

Menurutnya, antisipasi kemarau panjang tersebut sudah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dengan program 1.000 embung dan hingga saat ini embung yang sudah dibuat sudah melebihi 1.000 unit. Meski demikian, Bulog juga diminta untuk bisa menyerap produksi beras petani sebanyak-banyaknya guna dalam rangka pengadaan stok beras dalam negeri.

Selain kekeringan, biaya pendidikan akan menjadi pemicu utama inflasi lainnya, mengingat Bulan Juli ini bersamaan dengan dimulainya tahun ajaran baru dan penerimaan mahasiswa baru PTN maupun PTS. Inflasi untuk semester II 2018, lanjut Sekda, juga akan dipicu biaya angkutan khususnya udara lantaran bertepatan pada saat musim liburan.

“Bulan juli ini ada anggaran khusus yang dikeluarkan oleh warga, seperti biaya pendidikan, biaya angkutan setelah liburan panjang itu juga bisa memicu inflasi,” ujarnya.

Mantan Kepala Dinas Kehutanan Jawa Tengah ini mengatakan selain dari sisi produksi permasalahan inflasi juga datang dari sistem distribusi dan manajemen stok yang harus segera dibenahi. Untuk itu, perlu dibuat sistem yang bisa memantau ketersediaan pangan yang terintegrasi dari hulu ke hilir agar tidak terjadi penyelewengan dan penimbunan yang dapat mempengaruhi harga pasar. Disamping itu dengan sistem yang terpadu ini kekurangan stok pangan di daerah lain dapat segera didistribusikan, sehingga tidak ada penumpukan di gudang.

Sementara itu, Kanwil BI Jateng dalam upaya melakukan pengendalian inflasi berencana membuat Rice Market Center (RMC) dan Chili Market Center (CMC) yang fungsinya untuk mempertemukan supply dan demand komoditi strategis yang dapat menstabilkan harga baik di tingkat produsen maupun konsumen.

“Market center ini nantinya juga akan memangkas panjangnya rantai distribusi yang selama inipanjang, memberikan jaminan pasar bagi petani dan penggilingan, dan data stok valid untuk pengambilan kebijakan,” kata Direktur Kanwil BI Jateng Rahmat Dwisaputra.

Sebelumnya, inflasi Jawa Tengah pada Juni 2018 tercatat 2,72 persen (yoy). Daging ayam ras dan bawang merah menjadi komoditas yang sering muncul sebagai pemicu inflasi. Sementara untuk komoditas strategis, seperti beras, minyak goreng, gula, dan daging sapi terpantau stabil.

Komoditas yang mengalami harga tertinggi jauh melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET) adalah daging ayam ras dan telur. Harga daging ayam ras sejak sebelum Lebaran hingga saat ini masih berada pada posisi harga tinggi. Sedangkan harga telur meski sempat turun pasca Lebaran kembali meningkat hingga saat ini dikisaran Rp 25.000 – 30.000, padahal HET telur sekitar Rp. 22.000.

(Kukuh/Puji/Humas Jateng)

 

Baca jugaDorong BUMD Buat Program Mendukung Ketahanan Pangan


Bagikan :
Daftarkan diri anda terlebih dahulu