Follow Us :              

Ganjar Harap Pemda Hingga Desa Buka Informasi Publik

  03 August 2018  |   15:00:00  |   dibaca : 329 
Kategori :
Bagikan :


Ganjar Harap Pemda Hingga Desa Buka Informasi Publik

03 August 2018 | 15:00:00 | dibaca : 329
Kategori :
Bagikan :

Foto : (Humas Jateng)

Daftarkan diri anda terlebih dahulu

Foto : (Humas Jateng)

SEMARANG - Gubernur Jawa Tengah H Ganjar Pranowo SH MIP meminta seluruh pemerintah daerah di Jateng membuka informasi yang dimiliki kepada masyarakat secara transparan. Keterbukaan informasi ini selain bagian dari komitmen penyelenggaraan pemerintahan yang transparan juga diyakini efektif dalam pencegahan tindak pidana korupsi.

Hal disampaikan saat melantik anggota Komisi Informasi Provinsi (KIP) Jawa Tengah masa jabatan tahun 2018 – 2022 di Gedung Gradhika Bakti Praja, Jumat (3/8/2018). Anggota KIP yang dilantik diantaranya, Zainal Abidin, Sosiawan, Wijaya, Slamet Haryanto, dan Handoko Agung Saputro.

“Sudah eranya kita membuka informasi dengan sangat transparan. Maka izinkan saya mensosialisasikan besuk kami akan sedikit memaksa daerah yang belum membuka informasi, kita minta membuka,” katanya.

Ganjar mengatakan dengan teknologi informasi yang berkembang pesat, keterbukaan informasi bukan hal yang sulit dilakukan. Melalui website dan media sosial pemerintah bisa membuka informasi yang dibutuhkan dan dimanfaatkan oleh masyarakat secara luas.

Seperti yang dilakukan oleh Pemprov Jateng yang meminta seluruh OPD memiliki akun medsos guna menyampaikan informasi yang dibutuhkan masyarakat. Tidak hanya untuk membuka informasi yang sifatnya anggaran atau kebijakan dan kegiatan harian, akun medsos tersebut digunakan untuk merespon laporan masyarakat dengan cepat. 

Keterbukaan informasi ini tidak hanya didorong untuk kabupaten/kota tapi desa-desa juga ikut didorong melakukan keterbukaan informasi dengan cara memajang alokasi APBDesnya di depan kantor kepala desa. Saat ini desa yang sudah memajang APBDes, imbuh Ganjar, sudah mencapai 80 persen. Bahkan ada beberapa desa yang sudah memiliki website dan akun media sosial untuk merespon laporan masyarakat.

“Bahkan beberapa desa ada ormas yang mendorong itu dan membantu ikut mempublikasikan, maka semua sekarang bisa melihat itu,” terangnya.

Ganjar juga mengingatkan bahwa keterbukaan informasi tidak berarti harus sepenuhnya terbuka tanpa ada batas, namun ada informasi yang tidak boleh disampaikan kepada publik. Oleh karenanya, para komisioner yang baru dilantik diminta untuk memberikan edukasi dan advokasi kepada pemerintah daerah dan masyarakat terkait keterbukaan informasi tersebut.

“Silahkan untuk para komisioner melakukan penilaian dan kunjungan dan sekaligus juga advokasi bagaimana membuka informasi dengan benar dan baik. Tapi kami juga minta rumus, kami minta formula bagaimana menangani mereka yang tidak bertanggung jawab,” tuturnya.

Sementara itu, Komisioner KIP Jateng Zainal Abidin mengatakan upaya Pemprov Jateng untuk mendorong keterbukaan informasi publik di kabupaten/kota hingga desa sangat diacungi jempol. Menurutnya, dana APBD maupun APBDes bersumber dari rakyat, sehingga pengelolaanya harus transparan dan akuntabel.

Oleh karenanya, pihaknya akan melakukan sosialisasi dan advokasi kepada pemerintah daerah utamanya desa agar bisa mengelola dana desa dengan baik dan benar sesuai dengan keperuntukannya.

“Anggaran desanya itu kan Rp800 juta – Rp1 miliar lebih kalau itu nanti tidak diadvokasi bisa bahaya, apalagi UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa mewajibkan dana desa harus terbuka dan transparan. Jadi menerima pendapatan anggaran berapa, untuk apa, dan perencanaan program kegiatan yang menggunakan desa harus disusun dengan unsur masyarakat,” terangnya.

Di 2018, Komisioner KIP Jateng, akan berkonsentrasi pada keterbukaan informasi dana partai politik karena dana tersebut juga bersumber dari rakyat. Sehingga penggunaannya juga harus transparan agar masyarakat bisa mengetahuinya.

Terlebih lagi menurut ketentuan Permendagri Nomor 6 Tahun 2017 peruntukan dana parpol tersebut minimal 60 persennya harus digunakan untuk pendidikan politik bukan untuk operasional partai ataupun dibagi-bagikan kepada anggota partai. Jika penggunaan dana parpol tidak sesuai dengan keperuntukannya bisa dikategorikan debagai tindak pidana korupsi.

“Kalau nanti BPK menemukan tidak dipakai dengan semestinya, itu akan dikategorikan korupsi,” katanya.

(Kukuh/Puji/Humas Jateng)

 

Baca jugaSingle Data System, Cari Data Tak Lagi “Nyebelin”


Bagikan :

SEMARANG - Gubernur Jawa Tengah H Ganjar Pranowo SH MIP meminta seluruh pemerintah daerah di Jateng membuka informasi yang dimiliki kepada masyarakat secara transparan. Keterbukaan informasi ini selain bagian dari komitmen penyelenggaraan pemerintahan yang transparan juga diyakini efektif dalam pencegahan tindak pidana korupsi.

Hal disampaikan saat melantik anggota Komisi Informasi Provinsi (KIP) Jawa Tengah masa jabatan tahun 2018 – 2022 di Gedung Gradhika Bakti Praja, Jumat (3/8/2018). Anggota KIP yang dilantik diantaranya, Zainal Abidin, Sosiawan, Wijaya, Slamet Haryanto, dan Handoko Agung Saputro.

“Sudah eranya kita membuka informasi dengan sangat transparan. Maka izinkan saya mensosialisasikan besuk kami akan sedikit memaksa daerah yang belum membuka informasi, kita minta membuka,” katanya.

Ganjar mengatakan dengan teknologi informasi yang berkembang pesat, keterbukaan informasi bukan hal yang sulit dilakukan. Melalui website dan media sosial pemerintah bisa membuka informasi yang dibutuhkan dan dimanfaatkan oleh masyarakat secara luas.

Seperti yang dilakukan oleh Pemprov Jateng yang meminta seluruh OPD memiliki akun medsos guna menyampaikan informasi yang dibutuhkan masyarakat. Tidak hanya untuk membuka informasi yang sifatnya anggaran atau kebijakan dan kegiatan harian, akun medsos tersebut digunakan untuk merespon laporan masyarakat dengan cepat. 

Keterbukaan informasi ini tidak hanya didorong untuk kabupaten/kota tapi desa-desa juga ikut didorong melakukan keterbukaan informasi dengan cara memajang alokasi APBDesnya di depan kantor kepala desa. Saat ini desa yang sudah memajang APBDes, imbuh Ganjar, sudah mencapai 80 persen. Bahkan ada beberapa desa yang sudah memiliki website dan akun media sosial untuk merespon laporan masyarakat.

“Bahkan beberapa desa ada ormas yang mendorong itu dan membantu ikut mempublikasikan, maka semua sekarang bisa melihat itu,” terangnya.

Ganjar juga mengingatkan bahwa keterbukaan informasi tidak berarti harus sepenuhnya terbuka tanpa ada batas, namun ada informasi yang tidak boleh disampaikan kepada publik. Oleh karenanya, para komisioner yang baru dilantik diminta untuk memberikan edukasi dan advokasi kepada pemerintah daerah dan masyarakat terkait keterbukaan informasi tersebut.

“Silahkan untuk para komisioner melakukan penilaian dan kunjungan dan sekaligus juga advokasi bagaimana membuka informasi dengan benar dan baik. Tapi kami juga minta rumus, kami minta formula bagaimana menangani mereka yang tidak bertanggung jawab,” tuturnya.

Sementara itu, Komisioner KIP Jateng Zainal Abidin mengatakan upaya Pemprov Jateng untuk mendorong keterbukaan informasi publik di kabupaten/kota hingga desa sangat diacungi jempol. Menurutnya, dana APBD maupun APBDes bersumber dari rakyat, sehingga pengelolaanya harus transparan dan akuntabel.

Oleh karenanya, pihaknya akan melakukan sosialisasi dan advokasi kepada pemerintah daerah utamanya desa agar bisa mengelola dana desa dengan baik dan benar sesuai dengan keperuntukannya.

“Anggaran desanya itu kan Rp800 juta – Rp1 miliar lebih kalau itu nanti tidak diadvokasi bisa bahaya, apalagi UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa mewajibkan dana desa harus terbuka dan transparan. Jadi menerima pendapatan anggaran berapa, untuk apa, dan perencanaan program kegiatan yang menggunakan desa harus disusun dengan unsur masyarakat,” terangnya.

Di 2018, Komisioner KIP Jateng, akan berkonsentrasi pada keterbukaan informasi dana partai politik karena dana tersebut juga bersumber dari rakyat. Sehingga penggunaannya juga harus transparan agar masyarakat bisa mengetahuinya.

Terlebih lagi menurut ketentuan Permendagri Nomor 6 Tahun 2017 peruntukan dana parpol tersebut minimal 60 persennya harus digunakan untuk pendidikan politik bukan untuk operasional partai ataupun dibagi-bagikan kepada anggota partai. Jika penggunaan dana parpol tidak sesuai dengan keperuntukannya bisa dikategorikan debagai tindak pidana korupsi.

“Kalau nanti BPK menemukan tidak dipakai dengan semestinya, itu akan dikategorikan korupsi,” katanya.

(Kukuh/Puji/Humas Jateng)

 

Baca jugaSingle Data System, Cari Data Tak Lagi “Nyebelin”


Bagikan :
Daftarkan diri anda terlebih dahulu