Follow Us :              

Dorong Santri Jadi Agen Perubahan dan Pembangunan

  15 September 2018  |   10:00:00  |   dibaca : 256 
Kategori :
Bagikan :


Dorong Santri Jadi Agen Perubahan dan Pembangunan

15 September 2018 | 10:00:00 | dibaca : 256
Kategori :
Bagikan :

Foto : (Humas Jateng)

Daftarkan diri anda terlebih dahulu

Foto : (Humas Jateng)

SEMARANG - Pondok pesantren kini telah bergeser dari tradisional ke modern, bahkan tidak sedikit santri yang mewarnai perguruan tinggi dan memberikan nuansa religi di lingkungan kampus, menjadi agen perubahan, kemudian menjadi agen pembangunan. 

 

"Santri harus menjadi agen perubahan, kemudian menjadi agen pembangunan. Sehingga diharapkan ke depan dapat ikut menyelesaikan berbagai persoalan di masyarakat. Seperti persoalan kemiskinan, pengangguran, pengembangan ekonomi syariah, investasi, dan lainnya," ujar Sekda Jateng Dr Ir Sri Puryono KS MP saat memaparkan materi di Gathering Mataair Nasional di Aula Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang (Unnes), Sabtu (15/9/2018).

 

Selain Sekda sebagai narasumber, hadir pula dalam gathering bertema "Santri Mewarnai Perguruan Tinggi" tersebut, Ketua Mataair Wahyu Salvana, Rektor Unnes Prof Dr Fathur Rokhman MHum, serta seratusan santri Mataair dari berbagai daerah di Jateng dan Jatim.

 

Selain menjadi agen perubahan dan agen pembangunan, santri dan mahasiswa juga harus mampu menangkal paham radikalisme dan terorisme di lingkungan kampus atau ponpes. Tidak kalah penting adalah tidak menyebarkan hoaks atau kabar bohong, ujaran kebencian, serta hal-hal lain yang memicu pertikaian atau memecah belah bangsa, dan mengancam NKRI.

 

Menurutnya, pondok pesantren sekarang juga telah banyak yang bergeser dari tradisional menjadi ponpes modern. Terlebih sekarang adalah era globalisasi dan teknologi, di mana kemajuan teknologi sangat pesat. Sehingga santri tidak boleh gagap teknologi atau gaptek. 

 

"Ponpes kini sudah bergeser dari tradisional ke modern, sehingga ponpes jangan gaptek. Semua yang ada di sini ada yang tidak punya HP tunjuk jari. Sepertinya tidak mungkin kalau sekarang ada mahasiswa yang tidak punya HP," ujar sekda di hadapan santriversitas.

 

Dalam kesempatan tersebut, alumnus Fakultas Kehutanan UGM Yogyakarta itu meminta agar para santri dan mahasiswa menggunakan teknologi telepon genggam dengan bijak. Selalu menginformasikan hal-hal yang positif dan membangun, termasuk semua hal yang baik tentang para calon presiden dan wakil presiden RI. 

 

"Jangan hanya menyebarkan keburukan dan kekurangan para calon pemimpin. Aja seneng melihat orang susah dan susah melihat orang senang," pintanya

 

Semua harus dapat membentengi diri dari beragam berita hoaks yang marak di media sosial. Apabila ada informasi aau postingan hoaks jangan ditanggapi, dikomentari apalagi forward atau meneruskan ke pihak lain. Untuk memastikan kebenaran suatu informasi atau berita, jangan segan untuk konfirmasi atau bertanya kepada orang yang berkompteten di bidang tersebut. 

(Marni/Puji/Humas Jateng)

 

Baca juga : Asah Kepemimpinan Melalui Gerakan Pramuka


Bagikan :

SEMARANG - Pondok pesantren kini telah bergeser dari tradisional ke modern, bahkan tidak sedikit santri yang mewarnai perguruan tinggi dan memberikan nuansa religi di lingkungan kampus, menjadi agen perubahan, kemudian menjadi agen pembangunan. 

 

"Santri harus menjadi agen perubahan, kemudian menjadi agen pembangunan. Sehingga diharapkan ke depan dapat ikut menyelesaikan berbagai persoalan di masyarakat. Seperti persoalan kemiskinan, pengangguran, pengembangan ekonomi syariah, investasi, dan lainnya," ujar Sekda Jateng Dr Ir Sri Puryono KS MP saat memaparkan materi di Gathering Mataair Nasional di Aula Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang (Unnes), Sabtu (15/9/2018).

 

Selain Sekda sebagai narasumber, hadir pula dalam gathering bertema "Santri Mewarnai Perguruan Tinggi" tersebut, Ketua Mataair Wahyu Salvana, Rektor Unnes Prof Dr Fathur Rokhman MHum, serta seratusan santri Mataair dari berbagai daerah di Jateng dan Jatim.

 

Selain menjadi agen perubahan dan agen pembangunan, santri dan mahasiswa juga harus mampu menangkal paham radikalisme dan terorisme di lingkungan kampus atau ponpes. Tidak kalah penting adalah tidak menyebarkan hoaks atau kabar bohong, ujaran kebencian, serta hal-hal lain yang memicu pertikaian atau memecah belah bangsa, dan mengancam NKRI.

 

Menurutnya, pondok pesantren sekarang juga telah banyak yang bergeser dari tradisional menjadi ponpes modern. Terlebih sekarang adalah era globalisasi dan teknologi, di mana kemajuan teknologi sangat pesat. Sehingga santri tidak boleh gagap teknologi atau gaptek. 

 

"Ponpes kini sudah bergeser dari tradisional ke modern, sehingga ponpes jangan gaptek. Semua yang ada di sini ada yang tidak punya HP tunjuk jari. Sepertinya tidak mungkin kalau sekarang ada mahasiswa yang tidak punya HP," ujar sekda di hadapan santriversitas.

 

Dalam kesempatan tersebut, alumnus Fakultas Kehutanan UGM Yogyakarta itu meminta agar para santri dan mahasiswa menggunakan teknologi telepon genggam dengan bijak. Selalu menginformasikan hal-hal yang positif dan membangun, termasuk semua hal yang baik tentang para calon presiden dan wakil presiden RI. 

 

"Jangan hanya menyebarkan keburukan dan kekurangan para calon pemimpin. Aja seneng melihat orang susah dan susah melihat orang senang," pintanya

 

Semua harus dapat membentengi diri dari beragam berita hoaks yang marak di media sosial. Apabila ada informasi aau postingan hoaks jangan ditanggapi, dikomentari apalagi forward atau meneruskan ke pihak lain. Untuk memastikan kebenaran suatu informasi atau berita, jangan segan untuk konfirmasi atau bertanya kepada orang yang berkompteten di bidang tersebut. 

(Marni/Puji/Humas Jateng)

 

Baca juga : Asah Kepemimpinan Melalui Gerakan Pramuka


Bagikan :
Daftarkan diri anda terlebih dahulu