Follow Us :              

Pakai Kartu Tani “Nggak Ribet”

  05 May 2017  |   09:00:00  |   dibaca : 211 
Kategori :
Bagikan :


Pakai Kartu Tani “Nggak Ribet”

05 May 2017 | 09:00:00 | dibaca : 211
Kategori :
Bagikan :

Foto : (Humas Jateng)

Daftarkan diri anda terlebih dahulu

Foto : (Humas Jateng)

Semarang – Penggunaan kartu tani ribet? Bagi yang tidak melakukannya mungkin terlihat ribet. Tapi bagi petani yang pernah bertransaksi menggunakan kartu tani, ternyata tidak merepotkan.

Hal itu sudah dibuktikan Mardi, petani asal Gunungpati Semarang. Ketua Kelompok Tani Gedang Bagus itu bahkan merasa senang, karena dengan kartu tani ada kepastian kuota pupuk yang dia dapatkan.

“Pakai kartu tani itu nggak ribet. Cukup bawa kartu tani dan bukunya, sudah dilayani,” kata Mardi dalam acara Parade UMKM BRI di GOR Tri Lomba Juang, Jumat (5/5).

Lebih lanjut, pria yang memiliki 37 anggota itu menjelaskan cara menggunakan kartu tani. Caranya, hanya dengan menggesekkan kartu tani pada alat Electronic Data Capture (EDC) dan memasukkan pin.  Kemudian, pada EDC akan muncul jatah pupuk yang dimiliki dan saldo pupuk tersisa. Petani selanjutnya melakukan besaran transaksi untuk menebus pupuk yang diinginkan.

Mardi dan anggotanya kini sangat merasakan manfaat menggunakan kartu tani. Dia tidak pernah lagi kesulitan mencari pupuk karena kuota pupuknya mencukupi untuk memupuk lahan padinya seluas 4.000 meter.

Gubernur Jawa Tengah H Ganjar Pranowo SH MIP menambahkan, keberadaan kartu tani kini sudah mulai mengungkap penyebab kelangkaan pupuk selama ini. Orang nomor satu di Jawa Tengah itu membeberkan, salah satu faktornya adalah cara mengukur kebutuhan pupuk yang hanya kira-kira saja.

“Kartu tani sekarang sudah mulai membongkar, kalau pupuk yang diusulkan itu datanya awur-awuran. Jadi RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok, red) itu ya sebenarnya kira-kira saja. Lahan itu diukur pakai estimasi mata. Bukan estimasi alat ukur. Estimasinya mata. Kira-kiranya berapa. Maka begitu diakumulasikan dan menjadi kebijakan nasional, berapa pupuk yang harus disubsidi, tidak pernah cukup,” urainya.

Di samping menemukan penyebab kelangkaan pupuk, melalui kartu tani juga bisa terbaca luasan lahan petani, kepemilikan lahan, dan komoditas yang ditanam. Dari sisi luasan lahan, Ganjar menyebut, sebagian besar petani Jawa Tengah hanya memiliki lahan seluas 0,25 sampai 0,3 hektar. Sehingga, secara skala bisnis sudah pasti mereka tidak akan bisa memenuhi kebutuhannya sendiri. Artinya, kehidupan mereka berada di garis kemiskinan.

“Cukupkah dia mengolah lahannya yang hanya 0,25 – 0,3 hektare itu? Nggak akan cukup. Maka dia (petani) butuh skill tambahan. Inilah UMKM yang bisa kita dorong. Inilah permodalan yang mesti kita re-engineer lagi. Inilah yang kemudian perbankan mesti punya PR untuk membantu modal dalam konteks start up business,” ajaknya.

Ketika ditawarkan usaha selain bertani, imbuh alumnus UGM ini, biasanya petani memilih beternak. Ternak nomor satu yang dipilih adalah sapi, berikutnya kambing dan terakhir bebek dan ayam. Maka, jika ingin memberi pelatihan, sangat disarankan memberi pelatihan mengenai peternakan. 

“Ternak favorit itu sapi, nomor dua kambing, nomor tiga itu ayam dan bebek. Sudah ada urutannya. Apakah kita akan latih mereka ternak. Ketika ya , inilah kemudian  yang akan meningkatkan pendapatan mereka. Tapi harus terampil karena ternak bisa mati. Nggak cukup kita kasih sapi selesai. Harus dilatih, didampingi,” imbaunya seraya memberi masukan.

 

Penulis : Rt, Humas Jateng

Editor : Ul, Diskominfo Jateng


Bagikan :

Semarang – Penggunaan kartu tani ribet? Bagi yang tidak melakukannya mungkin terlihat ribet. Tapi bagi petani yang pernah bertransaksi menggunakan kartu tani, ternyata tidak merepotkan.

Hal itu sudah dibuktikan Mardi, petani asal Gunungpati Semarang. Ketua Kelompok Tani Gedang Bagus itu bahkan merasa senang, karena dengan kartu tani ada kepastian kuota pupuk yang dia dapatkan.

“Pakai kartu tani itu nggak ribet. Cukup bawa kartu tani dan bukunya, sudah dilayani,” kata Mardi dalam acara Parade UMKM BRI di GOR Tri Lomba Juang, Jumat (5/5).

Lebih lanjut, pria yang memiliki 37 anggota itu menjelaskan cara menggunakan kartu tani. Caranya, hanya dengan menggesekkan kartu tani pada alat Electronic Data Capture (EDC) dan memasukkan pin.  Kemudian, pada EDC akan muncul jatah pupuk yang dimiliki dan saldo pupuk tersisa. Petani selanjutnya melakukan besaran transaksi untuk menebus pupuk yang diinginkan.

Mardi dan anggotanya kini sangat merasakan manfaat menggunakan kartu tani. Dia tidak pernah lagi kesulitan mencari pupuk karena kuota pupuknya mencukupi untuk memupuk lahan padinya seluas 4.000 meter.

Gubernur Jawa Tengah H Ganjar Pranowo SH MIP menambahkan, keberadaan kartu tani kini sudah mulai mengungkap penyebab kelangkaan pupuk selama ini. Orang nomor satu di Jawa Tengah itu membeberkan, salah satu faktornya adalah cara mengukur kebutuhan pupuk yang hanya kira-kira saja.

“Kartu tani sekarang sudah mulai membongkar, kalau pupuk yang diusulkan itu datanya awur-awuran. Jadi RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok, red) itu ya sebenarnya kira-kira saja. Lahan itu diukur pakai estimasi mata. Bukan estimasi alat ukur. Estimasinya mata. Kira-kiranya berapa. Maka begitu diakumulasikan dan menjadi kebijakan nasional, berapa pupuk yang harus disubsidi, tidak pernah cukup,” urainya.

Di samping menemukan penyebab kelangkaan pupuk, melalui kartu tani juga bisa terbaca luasan lahan petani, kepemilikan lahan, dan komoditas yang ditanam. Dari sisi luasan lahan, Ganjar menyebut, sebagian besar petani Jawa Tengah hanya memiliki lahan seluas 0,25 sampai 0,3 hektar. Sehingga, secara skala bisnis sudah pasti mereka tidak akan bisa memenuhi kebutuhannya sendiri. Artinya, kehidupan mereka berada di garis kemiskinan.

“Cukupkah dia mengolah lahannya yang hanya 0,25 – 0,3 hektare itu? Nggak akan cukup. Maka dia (petani) butuh skill tambahan. Inilah UMKM yang bisa kita dorong. Inilah permodalan yang mesti kita re-engineer lagi. Inilah yang kemudian perbankan mesti punya PR untuk membantu modal dalam konteks start up business,” ajaknya.

Ketika ditawarkan usaha selain bertani, imbuh alumnus UGM ini, biasanya petani memilih beternak. Ternak nomor satu yang dipilih adalah sapi, berikutnya kambing dan terakhir bebek dan ayam. Maka, jika ingin memberi pelatihan, sangat disarankan memberi pelatihan mengenai peternakan. 

“Ternak favorit itu sapi, nomor dua kambing, nomor tiga itu ayam dan bebek. Sudah ada urutannya. Apakah kita akan latih mereka ternak. Ketika ya , inilah kemudian  yang akan meningkatkan pendapatan mereka. Tapi harus terampil karena ternak bisa mati. Nggak cukup kita kasih sapi selesai. Harus dilatih, didampingi,” imbaunya seraya memberi masukan.

 

Penulis : Rt, Humas Jateng

Editor : Ul, Diskominfo Jateng


Bagikan :
Daftarkan diri anda terlebih dahulu