Follow Us :              

Renungan Pertempuran Lima Hari di Semarang

  14 October 2018  |   20:00:00  |   dibaca : 23914 
Kategori :
Bagikan :


Renungan Pertempuran Lima Hari di Semarang

14 October 2018 | 20:00:00 | dibaca : 23914
Kategori :
Bagikan :

Foto : Bintoro (Humas Jateng)

Daftarkan diri anda terlebih dahulu

Foto : Bintoro (Humas Jateng)

SEMARANG - Upacara peringatan Pertempuran Lima Hari di Semarang, Minggu (14/10/2018) malam, berlangsung syahdu. Dentuman meriam, adu tembak senjata, jeritan rakyat, dan pekikan semangat para pejuang Kemerdekaan Tanah Air menggema di kawasan Tugu Muda.


Ratusan pemuda dan pemudi bersenjatakan bambu runcing tanpa gentar menghadang dan melawan tentara Jepang yang telah memporak-porandakan sejumlah daerah di Jateng. Peristiwa itu mengobarkan semangat para pemuda mempertahankan kemerdekaan Indonesia.


Tidak hanya membakar dan meluluhlantakkan permukiman warga di sejumlah daerah, penjajah juga telah membunuh ribuan warga Semarang, salah satunya dr Kariadi. Dokter yang saat itu menjabat sebagai Kepala Laboratorium Purusara itu gugur saat mengecek Reservoir atau pemasok air di Siranda, Kota Semarang yang diberi racun oleh penjajah. Atas jasanya, namanya diabadikan sebagai nama Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) dr Kariadi.


Tugu Muda menjadi saksi bisu perjuangan heroik para pemuda dan rakyat Jateng mempertahankan bendera Merah Putih agar tetap berkibar di bumi nusantara. Ribuan pejuang tersebut gugur sebagai kusuma bangsa, rela berkorban jiwa dan raga, pantang menyerah demi Tanah Air Indonesia.

Aksi tersebut merupakan adegan treatikal bertajuk "Renungan Pertempuran Lima Hari di Semarang", yang digelar di kawasan Tugu Muda. Menceritakan serangkaian 
pertempuran antara rakyat Indonesia melawan tentara Jepang di ibu kota Jateng, pada masa transisi kekuasaan ke Belanda yang terjadi pada tanggal 15–19 Oktober 1945. 

Hadir dalam acara tersebut Wakil Gubernur Jawa Tengah H Taj Yasin Maimoen, Sekda Jateng Dr Ir Sri Puryono KS MP, Pangdam IV Diponegoro Mayor Jenderal TNI Wuryanto, Kapolda Jateng Irjen Pol Condro Kirono, Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi, serta Forkopimda. 

Inspektur Upacara, Pangdam IV Diponegoro Mayor Jenderal TNI Wuryanto dalam amanatnya mengajak seluruh komponen masyarakat untuk merenung dan mengingat kembali perjuang pendahulu bangsa dalam mempertahankan kemerdekaan RI.

"Pada Minggu malam 14 Oktober 1945 atau 73 tahun lalu, sekitar pukul 20.00 WIB, di kawasan ini rakyat Indonesia bertempur melawan penjajah Jepang. Bisa kita bayangkan kecemasan sekaligus semangat rakyat mempertahankan kemerdekaan," bebernya.

Pertempuran yang dipelopori oleh beberapa anggota Badan Keamanan Rakyat (BKR) dibantu oleh rakyat dari berbagai daerah berlangsung heroik. Para pemuda dengan penuh keberanian dan tekad yang luar biasa berjuang mempertahankan kemerdekaan hingga titik darah penghabisan.

Ia menyebutkan, kurang lebih dua ribu warga menjadi korban pertempuran. Ini menunjukkan masyarakat Semarang, Jateng, serta Indonesia mempunyai  jiwa nasionalisme, patriotisme, bergotong-royong dan pantang menyerah melawan penjajah.

"Kita adalah pewaris nilai-nilai kepahlawanan dan patriotisme dari para menek moyang kita dalam mempertahankan Merah Putih agar tetap tegak berkibar," katanya.

Perjuangan bukan hanya mempertahankan kemerdekaan, melainkan juga mengisi kemerdekaan dengan pembangunan. Sehingga Semarang, Jateng, dan Indonesia menjadi hebat, lebih maju, selalu kondusif, masyarakat sejahtera dan makmur seperti yang dicita-citakan para pendiri bangsa.
(Marni/Puji/Humas Jateng)

 

Baca juga : Digitalisasi, Berkah Bagi Kebangkitan Nasional


Bagikan :

SEMARANG - Upacara peringatan Pertempuran Lima Hari di Semarang, Minggu (14/10/2018) malam, berlangsung syahdu. Dentuman meriam, adu tembak senjata, jeritan rakyat, dan pekikan semangat para pejuang Kemerdekaan Tanah Air menggema di kawasan Tugu Muda.


Ratusan pemuda dan pemudi bersenjatakan bambu runcing tanpa gentar menghadang dan melawan tentara Jepang yang telah memporak-porandakan sejumlah daerah di Jateng. Peristiwa itu mengobarkan semangat para pemuda mempertahankan kemerdekaan Indonesia.


Tidak hanya membakar dan meluluhlantakkan permukiman warga di sejumlah daerah, penjajah juga telah membunuh ribuan warga Semarang, salah satunya dr Kariadi. Dokter yang saat itu menjabat sebagai Kepala Laboratorium Purusara itu gugur saat mengecek Reservoir atau pemasok air di Siranda, Kota Semarang yang diberi racun oleh penjajah. Atas jasanya, namanya diabadikan sebagai nama Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) dr Kariadi.


Tugu Muda menjadi saksi bisu perjuangan heroik para pemuda dan rakyat Jateng mempertahankan bendera Merah Putih agar tetap berkibar di bumi nusantara. Ribuan pejuang tersebut gugur sebagai kusuma bangsa, rela berkorban jiwa dan raga, pantang menyerah demi Tanah Air Indonesia.

Aksi tersebut merupakan adegan treatikal bertajuk "Renungan Pertempuran Lima Hari di Semarang", yang digelar di kawasan Tugu Muda. Menceritakan serangkaian 
pertempuran antara rakyat Indonesia melawan tentara Jepang di ibu kota Jateng, pada masa transisi kekuasaan ke Belanda yang terjadi pada tanggal 15–19 Oktober 1945. 

Hadir dalam acara tersebut Wakil Gubernur Jawa Tengah H Taj Yasin Maimoen, Sekda Jateng Dr Ir Sri Puryono KS MP, Pangdam IV Diponegoro Mayor Jenderal TNI Wuryanto, Kapolda Jateng Irjen Pol Condro Kirono, Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi, serta Forkopimda. 

Inspektur Upacara, Pangdam IV Diponegoro Mayor Jenderal TNI Wuryanto dalam amanatnya mengajak seluruh komponen masyarakat untuk merenung dan mengingat kembali perjuang pendahulu bangsa dalam mempertahankan kemerdekaan RI.

"Pada Minggu malam 14 Oktober 1945 atau 73 tahun lalu, sekitar pukul 20.00 WIB, di kawasan ini rakyat Indonesia bertempur melawan penjajah Jepang. Bisa kita bayangkan kecemasan sekaligus semangat rakyat mempertahankan kemerdekaan," bebernya.

Pertempuran yang dipelopori oleh beberapa anggota Badan Keamanan Rakyat (BKR) dibantu oleh rakyat dari berbagai daerah berlangsung heroik. Para pemuda dengan penuh keberanian dan tekad yang luar biasa berjuang mempertahankan kemerdekaan hingga titik darah penghabisan.

Ia menyebutkan, kurang lebih dua ribu warga menjadi korban pertempuran. Ini menunjukkan masyarakat Semarang, Jateng, serta Indonesia mempunyai  jiwa nasionalisme, patriotisme, bergotong-royong dan pantang menyerah melawan penjajah.

"Kita adalah pewaris nilai-nilai kepahlawanan dan patriotisme dari para menek moyang kita dalam mempertahankan Merah Putih agar tetap tegak berkibar," katanya.

Perjuangan bukan hanya mempertahankan kemerdekaan, melainkan juga mengisi kemerdekaan dengan pembangunan. Sehingga Semarang, Jateng, dan Indonesia menjadi hebat, lebih maju, selalu kondusif, masyarakat sejahtera dan makmur seperti yang dicita-citakan para pendiri bangsa.
(Marni/Puji/Humas Jateng)

 

Baca juga : Digitalisasi, Berkah Bagi Kebangkitan Nasional


Bagikan :
Daftarkan diri anda terlebih dahulu