Follow Us :              

Galakkan Satu Hari dalam Seminggu Tanpa Nasi

  27 November 2018  |   10:00:00  |   dibaca : 383 
Kategori :
Bagikan :


Galakkan Satu Hari dalam Seminggu Tanpa Nasi

27 November 2018 | 10:00:00 | dibaca : 383
Kategori :
Bagikan :

Foto : Bintoro (Humas Jateng)

Daftarkan diri anda terlebih dahulu

Foto : Bintoro (Humas Jateng)

MAGELANG - Jawa Tengah tersohor sebagai salah satu lumbung pangan nasional. Tak hanya produksi padinya yang melimpah, provinsi ini juga kaya akan sumber pangan lokal. Khusus tanaman lokal (non padi) umbi-umbian, ada ubi jalar, ubi kayu, suweg, ganyong, gembili dan lainnya.

"Berdasarkan hasil inventarisasi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Provinsi Jawa Tengah Tahun 2014, ada 13 jenis sumber daya genetik spesifik tanaman pangan non padi di Jawa Tengah," terang Wakil Gubernur Jawa Tengah H Taj Yasin Maimoen saat menghadiri Rapat Koordinasi Dewan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2018 bertajuk "Pengembangan Pangan Lokal Mendukung Ketahanan Pangan" di Grand Artos, Senin (27/11/2018).

Gus Yasin, sapaan akrabnya, ingin sumber daya pangan lokal Jawa Tengah yang melimpah dapat memenuhi asupan nutrisi masyarakat. Alih-alih mengonsumsi produk olahan terigu yang merupakan komoditas impor, Gus Yasin justru mendorong gerakan konsumsi pangan yang Beragam, Bergizi, Seimbang dan Aman (B2SA).

"Harapannya, makanan berbahan baku pangan lokal tersebut selain nikmat dalam rasa, juga membantu ketercukupan gizi seimbang. Maka mari kita galakkan kembali satu hari dalam seminggu tanpa nasi di rumah tangga kita masing-masing, dan pangan B2SA kita terapkan dalam snack serta makanan di seluruh instansi yang ada," imbaunya.

Putera ulama kharismatik KH. Maimoen Zubair itu membeberkan, dari aspek konsumsi pangan, capaian Provinsi Jawa Tengah sebesar 1.923,8 kkal/kap/hari dengan skor PPH 87,16. Dari konsumsi tersebut, konsumsi kelompok padi-padian sebesar 1.062,7 kkal/kap/hari, konsumsi kelompok umbi-umbian 67,5 dari standar 129 kkal/kap/hari sehingga masih perlu ditingkatkan.

"Selain konsumsi umbi-umbian, perlu juga ditingkatkan untuk konsumsi pangan hewani yang tercapai 183,8 dari standar 258 kkal/kap/hari dan sayur buah yang tercapai 110,5 dari standar 129 kkal/kap/hari," bebernya.

Mantan anggota DPRD Provinsi Jawa Tengah itu ingin, rakor tersebut dapat membumikan konsumsi pangan lokal B2SA, khususnya bagi balita. Pasalnya, kasus balita bertubuh pendek atau stunting salah satunya disebabkan kurangnya asupan pangan bergizi.

"Berdasarkan data, balita stunting di Jawa Tengah sebanyak 28,52 persen. Kasus balita stunting di Jawa Tengah banyak tersebar pada 11 Kabupaten, yaitu Banyumas, Blora, Brebes, Cilacap, Demak, Grobogan, Klaten, Kebumen, Pemalang Purbalingga dan Wonosobo. Hal itu jelas memprihatinkan, mengingat sumber daya pangan kita itu berlimpah," ujarnya.

Sementara itu, Gus Yasin menambahkan, berdasarkan Angka Tetap (ATAP) 2017, ketersediaan beras  sebesar 6.771.282 ton dan surplus 3,6 juta ton serta jagung surplus 3,1 juta ton. Sedangkan untuk kedelai masih kurang sebesar 219.863 ton. Pada tahun 2018, dengan adanya perubahan metode dalam penghitungan produksi beras menggunakan sistem Kerangka Sampling Area (KSA), perkiraan produksi beras tahun 2018 berkurang menjadi sebesar 5,44 juta ton, namun masih surplus sebesar 1,72 juta ton. Pihaknya mengatakan, beberapa komoditas pertanian Jawa Tengah telah berskala ekspor, bahkan ada yang menembus pasar Eropa

"Tidak sedikit hasil pertanian Jateng yang diminati negara-negara tetangga, bahkan negara Eropa. Maka kita berikan support kepada para petani kita agar mereka lebih pintar. Ini juga membantu tugas kami mengentaskan kemiskinan di Jateng," pungkasnya.
(Arifa/Puji/Humas Jateng)

 

Baca juga : Pertanian Terpadu Berbasis Pesantren Jadi Jihad Ekonomi


Bagikan :

MAGELANG - Jawa Tengah tersohor sebagai salah satu lumbung pangan nasional. Tak hanya produksi padinya yang melimpah, provinsi ini juga kaya akan sumber pangan lokal. Khusus tanaman lokal (non padi) umbi-umbian, ada ubi jalar, ubi kayu, suweg, ganyong, gembili dan lainnya.

"Berdasarkan hasil inventarisasi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Provinsi Jawa Tengah Tahun 2014, ada 13 jenis sumber daya genetik spesifik tanaman pangan non padi di Jawa Tengah," terang Wakil Gubernur Jawa Tengah H Taj Yasin Maimoen saat menghadiri Rapat Koordinasi Dewan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2018 bertajuk "Pengembangan Pangan Lokal Mendukung Ketahanan Pangan" di Grand Artos, Senin (27/11/2018).

Gus Yasin, sapaan akrabnya, ingin sumber daya pangan lokal Jawa Tengah yang melimpah dapat memenuhi asupan nutrisi masyarakat. Alih-alih mengonsumsi produk olahan terigu yang merupakan komoditas impor, Gus Yasin justru mendorong gerakan konsumsi pangan yang Beragam, Bergizi, Seimbang dan Aman (B2SA).

"Harapannya, makanan berbahan baku pangan lokal tersebut selain nikmat dalam rasa, juga membantu ketercukupan gizi seimbang. Maka mari kita galakkan kembali satu hari dalam seminggu tanpa nasi di rumah tangga kita masing-masing, dan pangan B2SA kita terapkan dalam snack serta makanan di seluruh instansi yang ada," imbaunya.

Putera ulama kharismatik KH. Maimoen Zubair itu membeberkan, dari aspek konsumsi pangan, capaian Provinsi Jawa Tengah sebesar 1.923,8 kkal/kap/hari dengan skor PPH 87,16. Dari konsumsi tersebut, konsumsi kelompok padi-padian sebesar 1.062,7 kkal/kap/hari, konsumsi kelompok umbi-umbian 67,5 dari standar 129 kkal/kap/hari sehingga masih perlu ditingkatkan.

"Selain konsumsi umbi-umbian, perlu juga ditingkatkan untuk konsumsi pangan hewani yang tercapai 183,8 dari standar 258 kkal/kap/hari dan sayur buah yang tercapai 110,5 dari standar 129 kkal/kap/hari," bebernya.

Mantan anggota DPRD Provinsi Jawa Tengah itu ingin, rakor tersebut dapat membumikan konsumsi pangan lokal B2SA, khususnya bagi balita. Pasalnya, kasus balita bertubuh pendek atau stunting salah satunya disebabkan kurangnya asupan pangan bergizi.

"Berdasarkan data, balita stunting di Jawa Tengah sebanyak 28,52 persen. Kasus balita stunting di Jawa Tengah banyak tersebar pada 11 Kabupaten, yaitu Banyumas, Blora, Brebes, Cilacap, Demak, Grobogan, Klaten, Kebumen, Pemalang Purbalingga dan Wonosobo. Hal itu jelas memprihatinkan, mengingat sumber daya pangan kita itu berlimpah," ujarnya.

Sementara itu, Gus Yasin menambahkan, berdasarkan Angka Tetap (ATAP) 2017, ketersediaan beras  sebesar 6.771.282 ton dan surplus 3,6 juta ton serta jagung surplus 3,1 juta ton. Sedangkan untuk kedelai masih kurang sebesar 219.863 ton. Pada tahun 2018, dengan adanya perubahan metode dalam penghitungan produksi beras menggunakan sistem Kerangka Sampling Area (KSA), perkiraan produksi beras tahun 2018 berkurang menjadi sebesar 5,44 juta ton, namun masih surplus sebesar 1,72 juta ton. Pihaknya mengatakan, beberapa komoditas pertanian Jawa Tengah telah berskala ekspor, bahkan ada yang menembus pasar Eropa

"Tidak sedikit hasil pertanian Jateng yang diminati negara-negara tetangga, bahkan negara Eropa. Maka kita berikan support kepada para petani kita agar mereka lebih pintar. Ini juga membantu tugas kami mengentaskan kemiskinan di Jateng," pungkasnya.
(Arifa/Puji/Humas Jateng)

 

Baca juga : Pertanian Terpadu Berbasis Pesantren Jadi Jihad Ekonomi


Bagikan :
Daftarkan diri anda terlebih dahulu