Follow Us :              

Pimpin Nitilaku UGM, Ganjar Jadi Rebutan Selfie Warga Jogja

  16 December 2018  |   06:00:00  |   dibaca : 1899 
Kategori :
Bagikan :


Pimpin Nitilaku UGM, Ganjar Jadi Rebutan Selfie Warga Jogja

16 December 2018 | 06:00:00 | dibaca : 1899
Kategori :
Bagikan :

Foto : Slam (Humas Jateng)

Daftarkan diri anda terlebih dahulu

Foto : Slam (Humas Jateng)

YOGYAKARTA - Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo memimpin ribuan Alumni Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta mengikuti upacara Nitilaku UGM 2018. Mengenakan Beskap warna merah lengkap dengan blangkon nya, Ganjar yang juga Ketua Pengurus Pusat Keluarga Alumni Gadjah Mada (PP KAGAMA) itu tampak gagah dan memesona.

Hal itu jelas membuat warga Yogyakarta terkesima. Di sepanjang rute yang dilalui antara Keraton Yogyakarta menuju kampus UGM, Ganjar selalu menjadi rebutan warga yang meminta untuk berfoto bersama.

Hampir di setiap sudut jalan, warga yang menunggu di pinggir jalan langsung menyerbu Ganjar untuk minta berfoto bersama. Dengan sabar dan senyum sumringah, Ganjar melayani warga untuk berfoto. Sesekali, Politisi PDI Perjuangan itu juga ngevlog keseruan dan antusiasme warga itu.

Kristina Vina (33) salah satu warga Ratmakan Yogyakarta mengatakan, dirinya ngefans dengan Ganjar sejak lama. Ia bersyukur dapat berfoto dengan orang yang ia kagumi itu.

"Ternyata aslinya lebih ganteng, lebih keren. Apalagi ini pakai Beskap, duh keren banget," kata Vina.

Meskipun memimpin Jawa Tengah, Vina yang orang Yogyakarta mengaku mengenal Ganjar. Hal itu dikarenakan gaya kepemimpinannya dan gebrakan-gebrakan yang ia lakukan selama memimpin Jateng.

"Hal itu yang membuat pak Ganjar terkenal, masuk televisi terus, di koran-koran juga banyak fotonya," tambahnya.

Upacara Nitilaku sendiri merupakan agenda rutin yang digelar oleh UGM setiap tahun dalam rangka memperingati hari lahir universitas perjuangan dan kerakyatan itu. Dalam kegiatan ini, para civitas akademika bersama para alumni, mahasiswa dan masyarakat berjalan dari Keraton Yogyakarta menuju Balairung UGM dengan jarak sekitar 4 km.

"Upacara Nitilaku ini merupakan upacara pawai budaya untuk mengenang perjalanan sejarah UGM yang erat kaitannya dengan Keraton Yogyakarta. Antara Keraton Yogyakarta dan UGM memang memiliki keterikatan yang sangat erat, karena sebelum pindah ke gedung yang saat ini digunakan, kegiatan belajar mengajar UGM dilaksanakan di keraton Yogyakarta," kata Ganjar, Minggu (16/12/2018).

Upacara Nitilaku tersebut lanjut Ganjar dilakukan setiap tahun dengan mengedepankan aspek kultural dan tradisi. Namun yang membedakan tahun ini, para peserta tidak melintasi jalan-jalan umum, melainkan melintasi kampung-kampung padat penduduk dan berbaur dengan warga.

"Di antara Keraton dan Kampus terdapat kampung-kampung, sengaja kami melintasi kampung-kampung sebagai penegas komitmen kami bahwa UGM juga merupakan kampus kerakyatan yang peduli kepada rakyat," tegasnya.

Dalam kegiatan itu lanjut Ganjar, seni, budaya dan tradisi memang dikedepankan. Para peserta sengaja menggunakan pakaian tradisional tempo dulu untuk memeriahkan acara. Tak sedikit para peserta yang menggunakan pakaian adat masing-masing daerah asal, seperti pakaian adat Lampung, Palembang, Kalimantan dan lain sebagainya.

"Sebenarnya temanya pakaian jadul, karena kami ingin menunjukkan nuansa kesejarahan dalam Nitilaku ini. Namun banyak yang memakai pakaian adat masing-masing daerah, yang menambah meriah suasana. Ini membuktikan bahwa KAGAMA tidak lupa pada seni, budaya dan adat tradisional Indonesia," tutupnya.

Selain Ganjar, upacara Nitilaku UGM tersebut dihadiri juga oleh Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengkubuwono X. Rektor UGM, Prof. Panut Mulyono dan jajaran civitas akademika UGM dan tokoh masyarakat.

Sri Sultan Hamengkubuwono X dalam kesempatan itu mengatakan, secara kesejarahan, memang ada garis imaginer antara Keraton Yogyakarta dengan UGM.

"Mari kita jadikan momentum ini untuk mempertegas komitmen UGM untuk membangun kebersamaan. Harapan saya, UGM tidak berubah dari identitas kelahirannya, yakni sebagai tempat pendidikan yang berkomitmen dan mengabdi untuk rakyat, bangsa dan negara," kata dia.

UGM lanjut Sri Sultan memang sejak awal dibangun untuk menjadi pendidik generasi bangsa yang akan membawa Indonesia semakin maju dan sejahtera.

"Hal itu sudah terbukti, banyak alumni UGM yang berhasil dalam mengamalkan dan mengabdikan ilmu untuk masyarakat. Saya belum pernah mendengar ada alumni UGM yang merugikan rakyat," pungkasnya.
(Bowo/Puji/Humas Jateng)

 

Baca juga : Nobar, Ganjar: Kegilaan Film Ini Mestinya Menginspirasi


Bagikan :

YOGYAKARTA - Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo memimpin ribuan Alumni Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta mengikuti upacara Nitilaku UGM 2018. Mengenakan Beskap warna merah lengkap dengan blangkon nya, Ganjar yang juga Ketua Pengurus Pusat Keluarga Alumni Gadjah Mada (PP KAGAMA) itu tampak gagah dan memesona.

Hal itu jelas membuat warga Yogyakarta terkesima. Di sepanjang rute yang dilalui antara Keraton Yogyakarta menuju kampus UGM, Ganjar selalu menjadi rebutan warga yang meminta untuk berfoto bersama.

Hampir di setiap sudut jalan, warga yang menunggu di pinggir jalan langsung menyerbu Ganjar untuk minta berfoto bersama. Dengan sabar dan senyum sumringah, Ganjar melayani warga untuk berfoto. Sesekali, Politisi PDI Perjuangan itu juga ngevlog keseruan dan antusiasme warga itu.

Kristina Vina (33) salah satu warga Ratmakan Yogyakarta mengatakan, dirinya ngefans dengan Ganjar sejak lama. Ia bersyukur dapat berfoto dengan orang yang ia kagumi itu.

"Ternyata aslinya lebih ganteng, lebih keren. Apalagi ini pakai Beskap, duh keren banget," kata Vina.

Meskipun memimpin Jawa Tengah, Vina yang orang Yogyakarta mengaku mengenal Ganjar. Hal itu dikarenakan gaya kepemimpinannya dan gebrakan-gebrakan yang ia lakukan selama memimpin Jateng.

"Hal itu yang membuat pak Ganjar terkenal, masuk televisi terus, di koran-koran juga banyak fotonya," tambahnya.

Upacara Nitilaku sendiri merupakan agenda rutin yang digelar oleh UGM setiap tahun dalam rangka memperingati hari lahir universitas perjuangan dan kerakyatan itu. Dalam kegiatan ini, para civitas akademika bersama para alumni, mahasiswa dan masyarakat berjalan dari Keraton Yogyakarta menuju Balairung UGM dengan jarak sekitar 4 km.

"Upacara Nitilaku ini merupakan upacara pawai budaya untuk mengenang perjalanan sejarah UGM yang erat kaitannya dengan Keraton Yogyakarta. Antara Keraton Yogyakarta dan UGM memang memiliki keterikatan yang sangat erat, karena sebelum pindah ke gedung yang saat ini digunakan, kegiatan belajar mengajar UGM dilaksanakan di keraton Yogyakarta," kata Ganjar, Minggu (16/12/2018).

Upacara Nitilaku tersebut lanjut Ganjar dilakukan setiap tahun dengan mengedepankan aspek kultural dan tradisi. Namun yang membedakan tahun ini, para peserta tidak melintasi jalan-jalan umum, melainkan melintasi kampung-kampung padat penduduk dan berbaur dengan warga.

"Di antara Keraton dan Kampus terdapat kampung-kampung, sengaja kami melintasi kampung-kampung sebagai penegas komitmen kami bahwa UGM juga merupakan kampus kerakyatan yang peduli kepada rakyat," tegasnya.

Dalam kegiatan itu lanjut Ganjar, seni, budaya dan tradisi memang dikedepankan. Para peserta sengaja menggunakan pakaian tradisional tempo dulu untuk memeriahkan acara. Tak sedikit para peserta yang menggunakan pakaian adat masing-masing daerah asal, seperti pakaian adat Lampung, Palembang, Kalimantan dan lain sebagainya.

"Sebenarnya temanya pakaian jadul, karena kami ingin menunjukkan nuansa kesejarahan dalam Nitilaku ini. Namun banyak yang memakai pakaian adat masing-masing daerah, yang menambah meriah suasana. Ini membuktikan bahwa KAGAMA tidak lupa pada seni, budaya dan adat tradisional Indonesia," tutupnya.

Selain Ganjar, upacara Nitilaku UGM tersebut dihadiri juga oleh Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengkubuwono X. Rektor UGM, Prof. Panut Mulyono dan jajaran civitas akademika UGM dan tokoh masyarakat.

Sri Sultan Hamengkubuwono X dalam kesempatan itu mengatakan, secara kesejarahan, memang ada garis imaginer antara Keraton Yogyakarta dengan UGM.

"Mari kita jadikan momentum ini untuk mempertegas komitmen UGM untuk membangun kebersamaan. Harapan saya, UGM tidak berubah dari identitas kelahirannya, yakni sebagai tempat pendidikan yang berkomitmen dan mengabdi untuk rakyat, bangsa dan negara," kata dia.

UGM lanjut Sri Sultan memang sejak awal dibangun untuk menjadi pendidik generasi bangsa yang akan membawa Indonesia semakin maju dan sejahtera.

"Hal itu sudah terbukti, banyak alumni UGM yang berhasil dalam mengamalkan dan mengabdikan ilmu untuk masyarakat. Saya belum pernah mendengar ada alumni UGM yang merugikan rakyat," pungkasnya.
(Bowo/Puji/Humas Jateng)

 

Baca juga : Nobar, Ganjar: Kegilaan Film Ini Mestinya Menginspirasi


Bagikan :
Daftarkan diri anda terlebih dahulu