Follow Us :              

Nyai Hj Lathifah Zoemri: Santri Zaman Sekarang Tak Cukup Bisa Baca Kitab Kuning

  05 April 2019  |   13:30:00  |   dibaca : 4352 
Kategori :
Bagikan :


Nyai Hj Lathifah Zoemri: Santri Zaman Sekarang Tak Cukup Bisa Baca Kitab Kuning

05 April 2019 | 13:30:00 | dibaca : 4352
Kategori :
Bagikan :

Foto : Ebron (Humas Jateng)

Daftarkan diri anda terlebih dahulu

Foto : Ebron (Humas Jateng)

SALATIGA - Lahir di lingkungan agamais, belajar sejak kecil ilmu agama dengan sang bapak, hingga menempuh pendidikan di Pondok Pesantren (Ponpes), membuat Nyai Hj Lathifah Zoemri, ibu dua anak kelahiran Salatiga 23 November 1962 ini dipercaya oleh masyarakat untuk mendidik anak-anak belajar kitab kuning dan ilmu agama lainnya.

Ketika memasuki usia 5 tahun, Lathifah kecil masuk ke Madrasah Ibtidaiyah (MI) Kelurahan Dukuh Kecamatan Sidomukti. Ia pun melanjutkan belajar agama di Ponpes Al Masyithoh Tingkir. Di pondok ini, Lathifah memulai mengembangkan ilmu-ilmu agama yang didapat dari kedua orangtuanya sembari menghafal Alquran 30 juz.

Pada 1984 Lathifah muda kemudian dipersunting oleh almarhum KH Zoemri RWS yang saat itu masih nyantri di Ponpes yang diasuh oleh KH Muhammad Nasir. Kepada Kiai Nasir, KH Zoemri meminta supaya dinikahkan dengan Lathifah. Setelah musyawarah dengan keluarganya, akhirnya Lathifah menerima lamaran KH Zoemri RWS dan dinikahkan oleh Kiai Nasir. Dari pernikahannya, Lathifah dikaruniai dua anak perempuan, Siti Rofiah dan Siti Nur Halimah.

"Jadi, Bapak (KH Zoemri) itu pintar, meminta saya ke Mbah Yai. Jadi ya saya manut, lalu saya dinikahkan dengan Bapak," tuturnya di sela menerima silaturahmi Wakil Gubernur Jateng Taj Yasin Maimoen, Jumat (5/4/2019) siang.

Usai menikah, Lathifah hidup bersama suaminya, KH Zoemri RWS, dengan kesibukan membina masyarakat melalui pengajian rutin di kampung halamannya Dukuh, Sidomukti. Seiring berjalannya waktu, banyak masyarakat yang menitipkan anak-anaknya untuk belajar agama dengan mengaji kitab kuning kepada KH Zoemri RWS dan belajar Alquran kepada Nyai Lathifah. Hingga kemudian, masyarakat meminta supaya sepasang suami istri itu mendirikan Ponpes.

Atas desakan dari masyarakat, akhirnya pada 1985 KH Zomeri dan Nyai Lathifah mendirikan Ponpes Tarbiyatul Islam (PPTI) Al-Falah di Jalan Bima Nomor 02 Dukuh, Sidomukti. Sejak Ponpes berdiri hingga kini, Nyai Lathifah disibukkan dengan mengajar para santrinya dan mengisi ceramah di berbagai majelis pengajian di Kota Salatiga dan sekitarnya. Selain itu, Nyai Lathifah juga aktif di berbagai organisasi kemasyarakatan seperti di Pengurus Cabang (PC) Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) Kota Salatiga, Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) Putri Kota Salatiga, dan lainnya.

Setelah KH Zoemri meninggal pada 2015, ia pun meneruskan perjuangan menjadi pengasuh Ponpes. Di dalam mengelola Ponpes, Nyai Lathifah, selain ingin melanjutkan cita-cita suaminya, juga melakukan inovasi yang mendukung kebutuhan para santri. Seperti menggelar kursus jurnalistik, kesehatan, kewirausahaan, organisasi dan pendidikan lainnya.

Baginya, santri-santri pada masa sekarang tidak cukup hanya dibekali ilmu-ilmu agama, tapi juga harus diberi pendidikan yang dapat memudahkannya dalam mengimplementasikan ilmu-ilmu agama sesuai dengan tuntutan zaman.

"Santri sekarang itu tidak cukup hanya bisa membaca kitab kuning saja, tapi harus bisa segala macam. Harus tahu jurnalistik, kesehatan, organisasi dan lain-lain. Karena semua ini menjadi kebutuhan masyarakat. Sehingga kalau santri tahu tentang hal itu, maka ketika terjun di masyarakat bisa memenuhi semua hal yang dibutuhkan. Jadi, santri itu harus bisa apa saja," paparnya.

Selain itu, katanya, ilmu-ilmu agama juga tidak hanya tentang salat dan puasa saja, tapi macam-macam. Karena, agama mengatur kehidupan manusia di dunia sejak bangun tidur hingga tidur lagi. Karena itu persoalan seperti kesehatan, jika santri tahu maka dapat mengimplementasikannya dalam ruang ini. Begitu juga dengan jurnalistik, kalau santri tahu maka bisa mewartakan ilmu-ilmu agamanya.

 

Baca juga : Ponpes Al Hidayat Kedunglumpang, Miliki Santri Muda Hingga Santri 'S3'


Bagikan :

SALATIGA - Lahir di lingkungan agamais, belajar sejak kecil ilmu agama dengan sang bapak, hingga menempuh pendidikan di Pondok Pesantren (Ponpes), membuat Nyai Hj Lathifah Zoemri, ibu dua anak kelahiran Salatiga 23 November 1962 ini dipercaya oleh masyarakat untuk mendidik anak-anak belajar kitab kuning dan ilmu agama lainnya.

Ketika memasuki usia 5 tahun, Lathifah kecil masuk ke Madrasah Ibtidaiyah (MI) Kelurahan Dukuh Kecamatan Sidomukti. Ia pun melanjutkan belajar agama di Ponpes Al Masyithoh Tingkir. Di pondok ini, Lathifah memulai mengembangkan ilmu-ilmu agama yang didapat dari kedua orangtuanya sembari menghafal Alquran 30 juz.

Pada 1984 Lathifah muda kemudian dipersunting oleh almarhum KH Zoemri RWS yang saat itu masih nyantri di Ponpes yang diasuh oleh KH Muhammad Nasir. Kepada Kiai Nasir, KH Zoemri meminta supaya dinikahkan dengan Lathifah. Setelah musyawarah dengan keluarganya, akhirnya Lathifah menerima lamaran KH Zoemri RWS dan dinikahkan oleh Kiai Nasir. Dari pernikahannya, Lathifah dikaruniai dua anak perempuan, Siti Rofiah dan Siti Nur Halimah.

"Jadi, Bapak (KH Zoemri) itu pintar, meminta saya ke Mbah Yai. Jadi ya saya manut, lalu saya dinikahkan dengan Bapak," tuturnya di sela menerima silaturahmi Wakil Gubernur Jateng Taj Yasin Maimoen, Jumat (5/4/2019) siang.

Usai menikah, Lathifah hidup bersama suaminya, KH Zoemri RWS, dengan kesibukan membina masyarakat melalui pengajian rutin di kampung halamannya Dukuh, Sidomukti. Seiring berjalannya waktu, banyak masyarakat yang menitipkan anak-anaknya untuk belajar agama dengan mengaji kitab kuning kepada KH Zoemri RWS dan belajar Alquran kepada Nyai Lathifah. Hingga kemudian, masyarakat meminta supaya sepasang suami istri itu mendirikan Ponpes.

Atas desakan dari masyarakat, akhirnya pada 1985 KH Zomeri dan Nyai Lathifah mendirikan Ponpes Tarbiyatul Islam (PPTI) Al-Falah di Jalan Bima Nomor 02 Dukuh, Sidomukti. Sejak Ponpes berdiri hingga kini, Nyai Lathifah disibukkan dengan mengajar para santrinya dan mengisi ceramah di berbagai majelis pengajian di Kota Salatiga dan sekitarnya. Selain itu, Nyai Lathifah juga aktif di berbagai organisasi kemasyarakatan seperti di Pengurus Cabang (PC) Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) Kota Salatiga, Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) Putri Kota Salatiga, dan lainnya.

Setelah KH Zoemri meninggal pada 2015, ia pun meneruskan perjuangan menjadi pengasuh Ponpes. Di dalam mengelola Ponpes, Nyai Lathifah, selain ingin melanjutkan cita-cita suaminya, juga melakukan inovasi yang mendukung kebutuhan para santri. Seperti menggelar kursus jurnalistik, kesehatan, kewirausahaan, organisasi dan pendidikan lainnya.

Baginya, santri-santri pada masa sekarang tidak cukup hanya dibekali ilmu-ilmu agama, tapi juga harus diberi pendidikan yang dapat memudahkannya dalam mengimplementasikan ilmu-ilmu agama sesuai dengan tuntutan zaman.

"Santri sekarang itu tidak cukup hanya bisa membaca kitab kuning saja, tapi harus bisa segala macam. Harus tahu jurnalistik, kesehatan, organisasi dan lain-lain. Karena semua ini menjadi kebutuhan masyarakat. Sehingga kalau santri tahu tentang hal itu, maka ketika terjun di masyarakat bisa memenuhi semua hal yang dibutuhkan. Jadi, santri itu harus bisa apa saja," paparnya.

Selain itu, katanya, ilmu-ilmu agama juga tidak hanya tentang salat dan puasa saja, tapi macam-macam. Karena, agama mengatur kehidupan manusia di dunia sejak bangun tidur hingga tidur lagi. Karena itu persoalan seperti kesehatan, jika santri tahu maka dapat mengimplementasikannya dalam ruang ini. Begitu juga dengan jurnalistik, kalau santri tahu maka bisa mewartakan ilmu-ilmu agamanya.

 

Baca juga : Ponpes Al Hidayat Kedunglumpang, Miliki Santri Muda Hingga Santri 'S3'


Bagikan :
Daftarkan diri anda terlebih dahulu