Follow Us :              

Konservasi Budaya, Sekda: Kiblat Kita Itu Gatotkaca Bukan Superman

  15 April 2019  |   20:00:00  |   dibaca : 1248 
Kategori :
Bagikan :


Konservasi Budaya, Sekda: Kiblat Kita Itu Gatotkaca Bukan Superman

15 April 2019 | 20:00:00 | dibaca : 1248
Kategori :
Bagikan :

Foto : Bintoro (Humas Jateng)

Daftarkan diri anda terlebih dahulu

Foto : Bintoro (Humas Jateng)

SEMARANG - Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah (Sekda Jateng) Sri Puryono mengingatkan masyarakat akan pentingnya Konsep Trisakti Bung Karno untuk diaplikasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sehingga bisa menjadi filter terhadap gempuran budaya asing yang tidak sesuai dengan karakter dan jatidiri bangsa. 

Konsep Trisakti yang digagas oleh Proklamator sekaligus Presiden pertama Indonesia Ir. Soekarno pada tahun 1963 tersebut mencakup tiga poin, yakni berdaulat di bidang politik, mandiri di bidang ekonomi, serta berkepribadian di bidang budaya.

"Yang nomor tiga (berkepribadian di bidang budaya) sekarang ini sering dilupakan. Padahal roh bangsa ini tergantung budaya kita. Kalau luntur dan hilang, hanguslah budaya kita," kata Sekda Jateng Sri Puryono saat menjadi pembicara Sarasehan Budaya dan Gelar Seni Selasa Legen ke-92 bertema "Konservasi Budaya" di Joglo Kampung Budaya Universitas Negeri Semarang (UNNES), Senin (15/4/2019) malam.

Menurut dia, berkepribadian di bidang budaya, mengandung arti bahwa pelaksanaan pembangunan, harus bernafaskan kebudayaan dan kearifan lokal. Apalagi tidak bisa dimungkiri, potensi dan seni budaya bangsa Indonesia yang terdiri atas 652 bahasa daerah dan 17 ribu pulau harus bisa dijaga dan dilestarikan. 

Terkait keberpihakan Pemprov Jateng dalam berkepribadian di bidang budaya, lanjut dia, telah diterbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) Jateng Nomor 55 Tahun 2014. Pergub itu merupakan aturan perubahan atas Pergub No 57 Tahun 2013 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 9 Tahun 2013 tentang Bahasa, Sastra dan Aksara Jawa.

"Implementasinya, setiap tanggal 15 kita (ASN Pemprov Jateng) mengenakan busana adat Jawa. Maka, saat Pak Ganjar tadi pagi ke Brebes, beliau ya pakai busana Jawa. Selain itu, tiap hari Kamis dalam berkomunikasi sehari-hari menggunakan Bahasa Jawa," ujar Sri Puryono yang juga Ketua Umum Komite Seni Budaya Nusantara (KSBN) Provinsi Jateng ini.

Dia menambahkan, jurus ampuh melestarikan atau konservasi budaya ialah dengan menumbuhkan rasa memiliki serta menanamkan gerakan cinta budaya pada generasi muda. Ia lantas mencontohkan eksistensi perkumpulan kesenian tradisional Wayang Orang "Ngesti Pandawa" yang selalu konsisten tampil di Taman Budaya Raden Saleh (TBRS) Semarang.

"Ya harus diuripi (dihidupi), baru diruwat (dipelihara). Seperti Ngesti Pandowo, hanya 8 orang penontonnya ya tetap main. Karena kepuasaan mereka bisa tampil prima. Jadi, kita tidak boleh ketinggalan atau terlena di tengah peradaban dunia. Ibaratnya, kiblat kita itu Gatotkaca, bukan Superman," pungkas Sri Puryono. 

Sebagai informasi, Sarasehan Budaya dan Gelar Seni Selasa Legen dilakukan setiap selapan (35 hari sekali) dalam penanggalan Jawa. Pasalnya, hari lahir universitas plat merah yang dulu bernama IKIP Semarang pada 30 Maret 1965 silam ini memiliki weton Selasa Legi dalam penanggalan Jawa.

 

Baca juga : Hadiri Dies Natalis UNNES ke-54, Ini Pesan Sekda Jateng


Bagikan :

SEMARANG - Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah (Sekda Jateng) Sri Puryono mengingatkan masyarakat akan pentingnya Konsep Trisakti Bung Karno untuk diaplikasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sehingga bisa menjadi filter terhadap gempuran budaya asing yang tidak sesuai dengan karakter dan jatidiri bangsa. 

Konsep Trisakti yang digagas oleh Proklamator sekaligus Presiden pertama Indonesia Ir. Soekarno pada tahun 1963 tersebut mencakup tiga poin, yakni berdaulat di bidang politik, mandiri di bidang ekonomi, serta berkepribadian di bidang budaya.

"Yang nomor tiga (berkepribadian di bidang budaya) sekarang ini sering dilupakan. Padahal roh bangsa ini tergantung budaya kita. Kalau luntur dan hilang, hanguslah budaya kita," kata Sekda Jateng Sri Puryono saat menjadi pembicara Sarasehan Budaya dan Gelar Seni Selasa Legen ke-92 bertema "Konservasi Budaya" di Joglo Kampung Budaya Universitas Negeri Semarang (UNNES), Senin (15/4/2019) malam.

Menurut dia, berkepribadian di bidang budaya, mengandung arti bahwa pelaksanaan pembangunan, harus bernafaskan kebudayaan dan kearifan lokal. Apalagi tidak bisa dimungkiri, potensi dan seni budaya bangsa Indonesia yang terdiri atas 652 bahasa daerah dan 17 ribu pulau harus bisa dijaga dan dilestarikan. 

Terkait keberpihakan Pemprov Jateng dalam berkepribadian di bidang budaya, lanjut dia, telah diterbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) Jateng Nomor 55 Tahun 2014. Pergub itu merupakan aturan perubahan atas Pergub No 57 Tahun 2013 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 9 Tahun 2013 tentang Bahasa, Sastra dan Aksara Jawa.

"Implementasinya, setiap tanggal 15 kita (ASN Pemprov Jateng) mengenakan busana adat Jawa. Maka, saat Pak Ganjar tadi pagi ke Brebes, beliau ya pakai busana Jawa. Selain itu, tiap hari Kamis dalam berkomunikasi sehari-hari menggunakan Bahasa Jawa," ujar Sri Puryono yang juga Ketua Umum Komite Seni Budaya Nusantara (KSBN) Provinsi Jateng ini.

Dia menambahkan, jurus ampuh melestarikan atau konservasi budaya ialah dengan menumbuhkan rasa memiliki serta menanamkan gerakan cinta budaya pada generasi muda. Ia lantas mencontohkan eksistensi perkumpulan kesenian tradisional Wayang Orang "Ngesti Pandawa" yang selalu konsisten tampil di Taman Budaya Raden Saleh (TBRS) Semarang.

"Ya harus diuripi (dihidupi), baru diruwat (dipelihara). Seperti Ngesti Pandowo, hanya 8 orang penontonnya ya tetap main. Karena kepuasaan mereka bisa tampil prima. Jadi, kita tidak boleh ketinggalan atau terlena di tengah peradaban dunia. Ibaratnya, kiblat kita itu Gatotkaca, bukan Superman," pungkas Sri Puryono. 

Sebagai informasi, Sarasehan Budaya dan Gelar Seni Selasa Legen dilakukan setiap selapan (35 hari sekali) dalam penanggalan Jawa. Pasalnya, hari lahir universitas plat merah yang dulu bernama IKIP Semarang pada 30 Maret 1965 silam ini memiliki weton Selasa Legi dalam penanggalan Jawa.

 

Baca juga : Hadiri Dies Natalis UNNES ke-54, Ini Pesan Sekda Jateng


Bagikan :
Daftarkan diri anda terlebih dahulu