Follow Us :              

Peringati Harlah ke-94 Tahun, PWNU Jateng Gelar Wayang Kulit

  06 March 2020  |   19:30:00  |   dibaca : 1970 
Kategori :
Bagikan :


Peringati Harlah ke-94 Tahun, PWNU Jateng Gelar Wayang Kulit

06 March 2020 | 19:30:00 | dibaca : 1970
Kategori :
Bagikan :

Foto : Simon (Humas Jateng)

Daftarkan diri anda terlebih dahulu

Foto : Simon (Humas Jateng)

SEMARANG - Seiring kemajuan teknologi di era globalisasi seperti sekarang, kaum nadiyin tetap menunjukkan eksistensinya dalam menegakkan ajaran agama Islam tanpa meninggalkan budaya Indonesia dan terus berupaya nguri-nguri budaya dan kearifan lokal. 

"Pagelaran wayang malam ini saya kaitkan dengan judul wayang Wahyu Manunggaling Jati. Kita diharapkan merenungi sekaligus nguri-nguri bahwa ternyata sejak Sunan Kalijaga, kita sudah diberikan pencerahan bagaimana untuk mengkolaborasikan antara budaya dengan ajaran-ajaran agama," kata Penjabat Sekretaris Daerah Jawa Tengah, Herru Setiadhie.

Saat memberi sambutan pada pagelaran wayang kulit dalam rangka memperingati Hari Lahir ke-94 tahun Nahdlatul Ulama di Gedung PWNU Jateng, Jumat (6/3/2020) malam, Herru menjelaskan, melalui pagelaran wayang kulit dengan lakon "Manunggaling Jati" yang berarti wahyu ketenteraman yang dimainkan oleh dalang Ki Iksanudin asal Demak, masyarakat diharapkan dapat belajar bijak. Seperti para pendahulu yang cakap menggabungkan antara ajaran keimanan sekaligus menonjolkan kepiawaian cara berseni. 

Wayang pun sangat elok sehingga masyarakat pada saat itu hingga saat ini atau di era kemajuan teknologi dan informasi, dapat meresapi bagaimana membimbing nurani kehidupan dengan secara sukarela atau tanpa paksaan melalui kearifan lokal yang bernuansa Islam. 

Di antaranya, tanpa disadari, tidak sedikit masyarakat menyanyikan lagu berjudul Ilir-ilir yang populer pada masa penyebaran agama Islam oleh Sunan Kalijaga. Lirik lagu berbahasa Jawa Tengah itu tersebut terdapat banyak ajaran-ajaran yang penuh makna. Selain itu juga keberadaan Masjid Agung Demak yang pembangunannya atas dukungan kolaborasi antara seniman dan tokoh agama.

"Maka pada perkembangannya, semuanya itu akan memberikan suatu tuntunan bukan sekadar tontonan. Saya nitip di era sekarang ini, di mana generasi muda banyak diberikan informasi melalui gawai, maka dengan pagelaran wayang ini para milenial juga dapat memperoleh informasi dari budaya," katanya.

Ketua PWNU Jateng KH Muzamil menambahkan, pagelaran wayang kulit semalam suntuk itu merupakan rangkaian kegiatan peringatan Harlah ke-97 NU. Pertunjukkan wayang kulit dengan lakon Wahyu Manunggaling Jati tersebut diharapkan membawa barokah untuk semua.

"Semua harus nguri-nguri budaya kearifan lokal Jawa Tengah. Apalagi pada jaman Sunan Kalijaga juga menggunakan wayang kulit sebagai sarana dakwah," tandasnya.


Bagikan :

SEMARANG - Seiring kemajuan teknologi di era globalisasi seperti sekarang, kaum nadiyin tetap menunjukkan eksistensinya dalam menegakkan ajaran agama Islam tanpa meninggalkan budaya Indonesia dan terus berupaya nguri-nguri budaya dan kearifan lokal. 

"Pagelaran wayang malam ini saya kaitkan dengan judul wayang Wahyu Manunggaling Jati. Kita diharapkan merenungi sekaligus nguri-nguri bahwa ternyata sejak Sunan Kalijaga, kita sudah diberikan pencerahan bagaimana untuk mengkolaborasikan antara budaya dengan ajaran-ajaran agama," kata Penjabat Sekretaris Daerah Jawa Tengah, Herru Setiadhie.

Saat memberi sambutan pada pagelaran wayang kulit dalam rangka memperingati Hari Lahir ke-94 tahun Nahdlatul Ulama di Gedung PWNU Jateng, Jumat (6/3/2020) malam, Herru menjelaskan, melalui pagelaran wayang kulit dengan lakon "Manunggaling Jati" yang berarti wahyu ketenteraman yang dimainkan oleh dalang Ki Iksanudin asal Demak, masyarakat diharapkan dapat belajar bijak. Seperti para pendahulu yang cakap menggabungkan antara ajaran keimanan sekaligus menonjolkan kepiawaian cara berseni. 

Wayang pun sangat elok sehingga masyarakat pada saat itu hingga saat ini atau di era kemajuan teknologi dan informasi, dapat meresapi bagaimana membimbing nurani kehidupan dengan secara sukarela atau tanpa paksaan melalui kearifan lokal yang bernuansa Islam. 

Di antaranya, tanpa disadari, tidak sedikit masyarakat menyanyikan lagu berjudul Ilir-ilir yang populer pada masa penyebaran agama Islam oleh Sunan Kalijaga. Lirik lagu berbahasa Jawa Tengah itu tersebut terdapat banyak ajaran-ajaran yang penuh makna. Selain itu juga keberadaan Masjid Agung Demak yang pembangunannya atas dukungan kolaborasi antara seniman dan tokoh agama.

"Maka pada perkembangannya, semuanya itu akan memberikan suatu tuntunan bukan sekadar tontonan. Saya nitip di era sekarang ini, di mana generasi muda banyak diberikan informasi melalui gawai, maka dengan pagelaran wayang ini para milenial juga dapat memperoleh informasi dari budaya," katanya.

Ketua PWNU Jateng KH Muzamil menambahkan, pagelaran wayang kulit semalam suntuk itu merupakan rangkaian kegiatan peringatan Harlah ke-97 NU. Pertunjukkan wayang kulit dengan lakon Wahyu Manunggaling Jati tersebut diharapkan membawa barokah untuk semua.

"Semua harus nguri-nguri budaya kearifan lokal Jawa Tengah. Apalagi pada jaman Sunan Kalijaga juga menggunakan wayang kulit sebagai sarana dakwah," tandasnya.


Bagikan :
Daftarkan diri anda terlebih dahulu