Foto : (Humas Jateng)
Foto : (Humas Jateng)
Semarang – “Ada yang mau jadi politisi?” tanya Gubernur Jawa Tengah H Ganjar Pranowo SH
MIP t pada acara Emtek Goes to Campus 2017 di Auditorium Universitas Negeri Semarang
(Unnes), Kamis (6/4).
Salah seorang mahasiswi Universitas Negeri Semarang (Unnes), Oktavia, segera naik ke atas
panggung. Belum sempat menjawab pertanyaan itu, Oktavia mendapat pertanyaan tambahan.
“Menurutmu politik itu apa?” tanya orang nomor satu di Jawa Tengah itu.
Gadis berhijab itu pun menjawab, “Politik itu membenahi apa yang tadinya buruk di masyarakat
menjadi hal yang baik. Contohnya, ketika desa belum punya saluran air yang memadai, mereka
bisa mengusulkan kepada pemerintah.”
Ganjar kembali bertanya, misalnya Oktavia menjadi politisi, apa yang paling ingin dilakukan.
“Saya ingin lawan korupsi,” tegas Oktavia.
Jawaban Oktavia segera disambut tepuk tangan oleh Ganjar. Dia mengaku bangga karena saat ini
semakin banyak perempuan, termasuk dari kaum muda yang berani mengemukakan pendapat di
forum publik.
“Saya senang ketika ditanya siapa yang ingin jadi politisi, yang maju adalah perempuan. Saya
beberapa kali ikut membahas paket undang-undang politik. Yang berat sekali adalah bagaimana
tindakan afirmasi (affirmative action) untuk memberikan kesempatan lebih banyak perempuan
duduk di dalam pengambilan keputusan. Itu tidak mudah,” terang alumnus UGM itu.
Gubernur membeberkan, kompleksnya penyusunan kebijakan tentang tindakan afirmasi diulas di
dalam teori politik. Tetapi tidak semua orang memahami bahwa partisipasi perempuan ke dalam
pengambilan keputusan publik idealnya mencapai 30 persen.
“Kenapa (partisipasi) perempuan di dalam pengambilan keputusan sampai 30 persen? Ada yang
tahu?” mantan anggota DPR RI itu kembali menghadirkan teka-teki kepada para mahasiswa di
hadapannya.
Mahasiswi jurusan Ilmu Politik Unnes, Elok Rahmawati, pun angkat bicara. Menurutnya, hanya
sesama perempuan yang dapat betul-betul memahami kebutuhan satu sama lain. Untuk itu,
perempuan sudah seharusnya terlibat ke dalam program pengambilan keputusan publik agar
mereka mampu menyalurkan aspirasi para perempuan.
“Perempuan itu punya kebutuhan. Perempuanlah yang mengerti kebutuhan perempuan. Idealnya,
semakin banyak kuota perempuan dalam pengambilan keputusan, aspirasi-aspirasi perempuan
semakin dilindungi secara legal atau hukum,” jelas Elok.
Semarang – “Ada yang mau jadi politisi?” tanya Gubernur Jawa Tengah H Ganjar Pranowo SH
MIP t pada acara Emtek Goes to Campus 2017 di Auditorium Universitas Negeri Semarang
(Unnes), Kamis (6/4).
Salah seorang mahasiswi Universitas Negeri Semarang (Unnes), Oktavia, segera naik ke atas
panggung. Belum sempat menjawab pertanyaan itu, Oktavia mendapat pertanyaan tambahan.
“Menurutmu politik itu apa?” tanya orang nomor satu di Jawa Tengah itu.
Gadis berhijab itu pun menjawab, “Politik itu membenahi apa yang tadinya buruk di masyarakat
menjadi hal yang baik. Contohnya, ketika desa belum punya saluran air yang memadai, mereka
bisa mengusulkan kepada pemerintah.”
Ganjar kembali bertanya, misalnya Oktavia menjadi politisi, apa yang paling ingin dilakukan.
“Saya ingin lawan korupsi,” tegas Oktavia.
Jawaban Oktavia segera disambut tepuk tangan oleh Ganjar. Dia mengaku bangga karena saat ini
semakin banyak perempuan, termasuk dari kaum muda yang berani mengemukakan pendapat di
forum publik.
“Saya senang ketika ditanya siapa yang ingin jadi politisi, yang maju adalah perempuan. Saya
beberapa kali ikut membahas paket undang-undang politik. Yang berat sekali adalah bagaimana
tindakan afirmasi (affirmative action) untuk memberikan kesempatan lebih banyak perempuan
duduk di dalam pengambilan keputusan. Itu tidak mudah,” terang alumnus UGM itu.
Gubernur membeberkan, kompleksnya penyusunan kebijakan tentang tindakan afirmasi diulas di
dalam teori politik. Tetapi tidak semua orang memahami bahwa partisipasi perempuan ke dalam
pengambilan keputusan publik idealnya mencapai 30 persen.
“Kenapa (partisipasi) perempuan di dalam pengambilan keputusan sampai 30 persen? Ada yang
tahu?” mantan anggota DPR RI itu kembali menghadirkan teka-teki kepada para mahasiswa di
hadapannya.
Mahasiswi jurusan Ilmu Politik Unnes, Elok Rahmawati, pun angkat bicara. Menurutnya, hanya
sesama perempuan yang dapat betul-betul memahami kebutuhan satu sama lain. Untuk itu,
perempuan sudah seharusnya terlibat ke dalam program pengambilan keputusan publik agar
mereka mampu menyalurkan aspirasi para perempuan.
“Perempuan itu punya kebutuhan. Perempuanlah yang mengerti kebutuhan perempuan. Idealnya,
semakin banyak kuota perempuan dalam pengambilan keputusan, aspirasi-aspirasi perempuan
semakin dilindungi secara legal atau hukum,” jelas Elok.