Follow Us :              

Pemprov Akan Intensifkan Program Ramah Anak di Jateng

  06 March 2020  |   16:00:00  |   dibaca : 897 
Kategori :
Bagikan :


Pemprov Akan Intensifkan Program Ramah Anak di Jateng

06 March 2020 | 16:00:00 | dibaca : 897
Kategori :
Bagikan :

Foto : Vivi (Humas Jateng)

Daftarkan diri anda terlebih dahulu

Foto : Vivi (Humas Jateng)

SEMARANG – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah dinilai berkomitmen penuh dalam melindungi hak-hak anak. Hal inilah yang kemudian membuat Wakil Khusus Sekjen PBB Bidang Perlindungan Anak, Dr Najat Maalla M'jid, memilih Jawa Tengah sebagai tempat diselenggarakannya Dialog Pencegahan Kekerasan Terhadap Anak bersama Unicef, Jumat (6/3/2020), di Wisma Perdamaian, Semarang.

Najat mengatakan, Jawa Tengah dalam beberapa tahun terakhir telah mengupayakan program dan kebijakan yang ramah anak. Selama dua hari berkunjung ke Semarang, dia berkeliling untuk melihat, berdialog serta mengeksplorasi kehidupan anak-anak di Semarang. Ini dilakukannya untuk memastikan bahwa hak-hak anak di Semarang dan Jawa Tengah benar-benar terpenuhi. 

"Jawa Tengah sangat beruntung memiliki gubernur yang bermental psikolog dan dia menjunjung tinggi keberagaman dan toleransi. Ini jadi modal utama mempermudah langkah kita untuk mencapai target penghapusan kekerasan terhadap anak pada 2030. Tugas kita mengawal program dan kebijakan pemerintah agar itu benar-benar terealisasi," katanya. 

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang juga hadir dalam acara tersebut mengatakan dalam beberapa tahun terakhir program Pemprov Jawa Tengah memang telah mengarah untuk memenuhi hak-hak anak. Dia berjanji, tahun depan seluruh program maupun kebijakan yang berorientasi ramah anak akan lebih diintensifkan. 

"Nah sepuluh tahun ini momentum untuk membuat kebijakan publik.  Maka sejalan dengan yang saya minta kepada seluruh sekolah, sekolah wajib inklusi, wajib ada metode dan metodologi yang benar, wajib dipahami juga oleh pengelola sekolah dan pengajar," kata Ganjar. 

Untuk merealisasikan hal tersebut, Ganjar menggandeng para akademisi untuk melahirkan formula yang tepat. Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta, salah satu lembaga yang sampai saat ini masih menyelenggarakan pendidikan guru bagi anak-anak berkebutuhan khusus. 

"Sekarang dengan banyaknya kasus maka inklusi harus benar-benar disiapkan termasuk anggaran. Mudah-mudahan provinsi bisa memberikan contoh dengan tahun ini belajar sambil mendesain untuk tahun depan," katanya.

*Bullying*
Dalam acara dialog itu, kekerasan terhadap anak, aksesibilitas dan bullying menjadi bahasan utama. Kepada Najat dan Ganjar, Cahyo Wicaksono dari Forum Anak Kabupaten Semarang bertanya bagaimana harus menyikapi bullying di sekitarnya. 

"Kasus bullying saat ini marak terjadi. Terutama di lingkungan sekolah. Sebagai contoh beberapa waktu lalu teman kota di Purworejo mengalaminya. Bagaimana cara kita menyikapi jika mengetahui hal tersebut, sementara kita sendiri juga takut?" 

Menanggapi pertanyaan Cahyo, Najat mengatakan bahwa teman sebaya berperan penting untuk menolong korban bullying jika mereka mau mendengar tanpa menghakimi. 

"It's very important, first to start having listening and discussion to make he or she trust in you. Then explain that being bullying victim is not her or his guilty or fault. (Yang terpenting, dengarkan dan ajaklah dia (korban bullying) berdiskusi untuk menumbuhkan kepercayaannya. Lalu, jelaskan kepadanya bahwa menjadi korban bullying bukan karena kesalahannya)," kata Najat.

Seorang pelajar SMP di Semarang, yang juga menghadiri dialog tersebut, bahkan mengaku pernah menjadi korban bullying oleh teman-teman dan gurunya. "Pernah ditendang dan remehkan. Ada juga teman saya yang dipukul sama guru itu," kata siswa itu. 

Najat mengakui, kasus bullying di negara berkembang menunjukkan kecenderungan peningkatan. Di Maroko, negara asal Najat, kasus bullying juga terus terjadi. 

Kepada anak-anak yang hadir, Najat menjelaskan, bullying tidak selalu berupa aksi kekerasan yang melibatkan fisik melainkan juga berbentuk pelecehan verbal dan manipulasi psikis. Bullying bisa terjadi di mana saja, baik itu di sekolah, lingkungan luar sekolah, komunitas masyarakat, hingga keluarga. Informasi ini perlu diketahui anak-anak agar mereka tahu bentuk-bentuk bullying dan bagaimana cara melindungi dirinya.

"Make sure that children are informed and empowered and having a good understanding of what is bullying, and what are the impacts of bullying. (Pastiin anak-anak mendapatkan informasi dan mendapatkan pemahaman yang benar tentang bullying dan apa saja dampaknya)," imbuh Najat. 

Ganjar mengaku senang karena mendengar anak-anak sangat terbuka saat menyampaikan pendapat dan keluh kesahnya. Pengungkapan secara terbuka tersebut dianggap Ganjar lebih baik daripada kelak jadi bom waktu bagi anak. 

"Anak-anak begitu terbuka mengekspresikan dan bercerita masalah mereka tentang bullying. Karena kalau ini akumulatif, akan menjadi beban psikologis bagi anak," katanya.

Terkait bullying yang menimpa siswa SMP tersebut, Ganjar mengatakan, dia telah mengutus seseorang untuk menyelesaikan persoalan tersebut dan memfasilitasi pertemuan antara anak, wali murid, guru dan kepala sekolah. Dia berharap dengan terbukanya ruang komunikasi akan lebih menghangatkan jalinan antara guru dan murid. 

"Mudah-mudahan gurunya juga tahu dan berbagi pikiran, kenapa anak itu menjengkelkan bagi guru, dan kenapa sang guru bagi anak itu sangat menjengkelkan. Kalau hari ini mereka bisa menceritakan, mereka juga akan tahu apa yang mesti dicegah, kalimat apa yang tidak boleh keluar, tindakan apa yang tidak boleh dilakukan," imbuh Ganjar.


Bagikan :

SEMARANG – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah dinilai berkomitmen penuh dalam melindungi hak-hak anak. Hal inilah yang kemudian membuat Wakil Khusus Sekjen PBB Bidang Perlindungan Anak, Dr Najat Maalla M'jid, memilih Jawa Tengah sebagai tempat diselenggarakannya Dialog Pencegahan Kekerasan Terhadap Anak bersama Unicef, Jumat (6/3/2020), di Wisma Perdamaian, Semarang.

Najat mengatakan, Jawa Tengah dalam beberapa tahun terakhir telah mengupayakan program dan kebijakan yang ramah anak. Selama dua hari berkunjung ke Semarang, dia berkeliling untuk melihat, berdialog serta mengeksplorasi kehidupan anak-anak di Semarang. Ini dilakukannya untuk memastikan bahwa hak-hak anak di Semarang dan Jawa Tengah benar-benar terpenuhi. 

"Jawa Tengah sangat beruntung memiliki gubernur yang bermental psikolog dan dia menjunjung tinggi keberagaman dan toleransi. Ini jadi modal utama mempermudah langkah kita untuk mencapai target penghapusan kekerasan terhadap anak pada 2030. Tugas kita mengawal program dan kebijakan pemerintah agar itu benar-benar terealisasi," katanya. 

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang juga hadir dalam acara tersebut mengatakan dalam beberapa tahun terakhir program Pemprov Jawa Tengah memang telah mengarah untuk memenuhi hak-hak anak. Dia berjanji, tahun depan seluruh program maupun kebijakan yang berorientasi ramah anak akan lebih diintensifkan. 

"Nah sepuluh tahun ini momentum untuk membuat kebijakan publik.  Maka sejalan dengan yang saya minta kepada seluruh sekolah, sekolah wajib inklusi, wajib ada metode dan metodologi yang benar, wajib dipahami juga oleh pengelola sekolah dan pengajar," kata Ganjar. 

Untuk merealisasikan hal tersebut, Ganjar menggandeng para akademisi untuk melahirkan formula yang tepat. Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta, salah satu lembaga yang sampai saat ini masih menyelenggarakan pendidikan guru bagi anak-anak berkebutuhan khusus. 

"Sekarang dengan banyaknya kasus maka inklusi harus benar-benar disiapkan termasuk anggaran. Mudah-mudahan provinsi bisa memberikan contoh dengan tahun ini belajar sambil mendesain untuk tahun depan," katanya.

*Bullying*
Dalam acara dialog itu, kekerasan terhadap anak, aksesibilitas dan bullying menjadi bahasan utama. Kepada Najat dan Ganjar, Cahyo Wicaksono dari Forum Anak Kabupaten Semarang bertanya bagaimana harus menyikapi bullying di sekitarnya. 

"Kasus bullying saat ini marak terjadi. Terutama di lingkungan sekolah. Sebagai contoh beberapa waktu lalu teman kota di Purworejo mengalaminya. Bagaimana cara kita menyikapi jika mengetahui hal tersebut, sementara kita sendiri juga takut?" 

Menanggapi pertanyaan Cahyo, Najat mengatakan bahwa teman sebaya berperan penting untuk menolong korban bullying jika mereka mau mendengar tanpa menghakimi. 

"It's very important, first to start having listening and discussion to make he or she trust in you. Then explain that being bullying victim is not her or his guilty or fault. (Yang terpenting, dengarkan dan ajaklah dia (korban bullying) berdiskusi untuk menumbuhkan kepercayaannya. Lalu, jelaskan kepadanya bahwa menjadi korban bullying bukan karena kesalahannya)," kata Najat.

Seorang pelajar SMP di Semarang, yang juga menghadiri dialog tersebut, bahkan mengaku pernah menjadi korban bullying oleh teman-teman dan gurunya. "Pernah ditendang dan remehkan. Ada juga teman saya yang dipukul sama guru itu," kata siswa itu. 

Najat mengakui, kasus bullying di negara berkembang menunjukkan kecenderungan peningkatan. Di Maroko, negara asal Najat, kasus bullying juga terus terjadi. 

Kepada anak-anak yang hadir, Najat menjelaskan, bullying tidak selalu berupa aksi kekerasan yang melibatkan fisik melainkan juga berbentuk pelecehan verbal dan manipulasi psikis. Bullying bisa terjadi di mana saja, baik itu di sekolah, lingkungan luar sekolah, komunitas masyarakat, hingga keluarga. Informasi ini perlu diketahui anak-anak agar mereka tahu bentuk-bentuk bullying dan bagaimana cara melindungi dirinya.

"Make sure that children are informed and empowered and having a good understanding of what is bullying, and what are the impacts of bullying. (Pastiin anak-anak mendapatkan informasi dan mendapatkan pemahaman yang benar tentang bullying dan apa saja dampaknya)," imbuh Najat. 

Ganjar mengaku senang karena mendengar anak-anak sangat terbuka saat menyampaikan pendapat dan keluh kesahnya. Pengungkapan secara terbuka tersebut dianggap Ganjar lebih baik daripada kelak jadi bom waktu bagi anak. 

"Anak-anak begitu terbuka mengekspresikan dan bercerita masalah mereka tentang bullying. Karena kalau ini akumulatif, akan menjadi beban psikologis bagi anak," katanya.

Terkait bullying yang menimpa siswa SMP tersebut, Ganjar mengatakan, dia telah mengutus seseorang untuk menyelesaikan persoalan tersebut dan memfasilitasi pertemuan antara anak, wali murid, guru dan kepala sekolah. Dia berharap dengan terbukanya ruang komunikasi akan lebih menghangatkan jalinan antara guru dan murid. 

"Mudah-mudahan gurunya juga tahu dan berbagi pikiran, kenapa anak itu menjengkelkan bagi guru, dan kenapa sang guru bagi anak itu sangat menjengkelkan. Kalau hari ini mereka bisa menceritakan, mereka juga akan tahu apa yang mesti dicegah, kalimat apa yang tidak boleh keluar, tindakan apa yang tidak boleh dilakukan," imbuh Ganjar.


Bagikan :
Daftarkan diri anda terlebih dahulu