Follow Us :              

Sekda Minta Masyarakat Jateng Jangan Sampai Kehilangan Jatidiri

  09 January 2019  |   10:00:00  |   dibaca : 1020 
Kategori :
Bagikan :


Sekda Minta Masyarakat Jateng Jangan Sampai Kehilangan Jatidiri

09 January 2019 | 10:00:00 | dibaca : 1020
Kategori :
Bagikan :

Foto : Ebron (Humas Jateng)

Daftarkan diri anda terlebih dahulu

Foto : Ebron (Humas Jateng)

PURWOREJO - "Luhuring bangsa saka luhuring budaya." Ungkapan bijak atau pitutur dalam Bahasa Jawa itu mengandung makna mendalam. Yakni luhurnya sebuah bangsa berasal dari luhurnya budaya yang dimiliki. Budaya merupakan jati diri bangsa, begitu juga Budaya Jawa sebagai budaya adiluhung misalnya, mengajarkan tata krama saat berinteraksi dalam kehidupan sosial melalui bahasa.

"Ruhnya bangsa itu budaya. Ajaran-ajaran kebaikan ada di situ dan memberikan ketenteraman lahir dan batin," terang Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jawa Tengah (Jateng) Sri Puryono saat menghadiri Sarasehan Budaya Jawa bertajuk "Budaya Jawa sebagai Jatidiri Nasional" di Padepokan Diakonia Mitra Kinasih GKJ Purworejo, Rabu (9/1/2019).

Sri Puryono menjelaskan, Budaya Jawa memiliki substansi yang begitu kuat. Beberapa kata bijak atau pitutur Jawa seringkali dijadikan filosofi hidup. Seperti “ora obah ora mamah,” “sapa salah bakal seleh,” dan “Gusti mboten sare.”

"Sudah saatnya untuk mengembalikan kultur Budaya Jawa. Yang di depan hendaknya mampu memberikan contoh dan teladan. Di tengah kita memberikan motivasi yang baik. Di belakang memberikan dorongan," jelas Ketua Umum Komite Seni Budaya Nusantara (KSBN) Jateng ini. 
 
Sri Puryono menegaskan, pembangunan mental, budaya, dan spiritual masyarakat sama pentingnya dengan pembangunan fisik dan ekonomi. Untuk itu, Sri Puryono meminta, masyarakat Jateng tidak kehilangan jatidirinya. Budi pekerti merupakan harta berharga yang harus senantiasa melekat di dalam diri masyarakat Jeteng.

"Wong Jawa aja nganti ilang jawane (Orang Jawa jangan sampai hilang Jawanya). Kita jangan sampai terjebak pembangunan hanya secara fisik dan ekonomi karena pembangunan mental, budaya, dan spiritual sebagai karakter bangsa juga penting. Saya mengajak masyarakat untuk menguri-uri budaya Jawa," tegasnya.

Mantan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jateng itu berpendapat, Budaya Jawa tidak kaku. Dia mencontohkan, pertunjukan wayang dapat diberikan sentuhan modern tanpa harus meninggalkan pakem.

"Wayangan nganggo drum ora apa-apa, nanging pakem aja diilangke. Wayang aja mung kanggo hiburan, tapi harus ada tuntunan dan tatanan. Purworejo niki gudangnya ketoprak, Tari Ndolalak wis nasional. Ayo terus kita kembangkan," lanjutnya.

Dia berpesan, menjelang pesta demokrasi yang dihelat pada tahun ini, masyarakat Jateng harus senantiasa menjunjung persatuan dan kesatuan. Perbedaan pilihan politik jangan sampai berujung pada perpecahan di tengah masyarakat.

"Kita sebagai masyarakat Indonesia, khususnya Jawa Tengah, mari kita gerakan nasionalisme dan persatuan kita. Wonten pilpres pileg, sing penting awak dewe rukun. Beda pilihan politik tidak apa-apa, sing penting aja pengkerengan," pungkasnya.
 

Baca juga : Gaet Kaum Milenial, Dalang Harus Kekinian Tanpa Kehilangan Pakem


Bagikan :

PURWOREJO - "Luhuring bangsa saka luhuring budaya." Ungkapan bijak atau pitutur dalam Bahasa Jawa itu mengandung makna mendalam. Yakni luhurnya sebuah bangsa berasal dari luhurnya budaya yang dimiliki. Budaya merupakan jati diri bangsa, begitu juga Budaya Jawa sebagai budaya adiluhung misalnya, mengajarkan tata krama saat berinteraksi dalam kehidupan sosial melalui bahasa.

"Ruhnya bangsa itu budaya. Ajaran-ajaran kebaikan ada di situ dan memberikan ketenteraman lahir dan batin," terang Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jawa Tengah (Jateng) Sri Puryono saat menghadiri Sarasehan Budaya Jawa bertajuk "Budaya Jawa sebagai Jatidiri Nasional" di Padepokan Diakonia Mitra Kinasih GKJ Purworejo, Rabu (9/1/2019).

Sri Puryono menjelaskan, Budaya Jawa memiliki substansi yang begitu kuat. Beberapa kata bijak atau pitutur Jawa seringkali dijadikan filosofi hidup. Seperti “ora obah ora mamah,” “sapa salah bakal seleh,” dan “Gusti mboten sare.”

"Sudah saatnya untuk mengembalikan kultur Budaya Jawa. Yang di depan hendaknya mampu memberikan contoh dan teladan. Di tengah kita memberikan motivasi yang baik. Di belakang memberikan dorongan," jelas Ketua Umum Komite Seni Budaya Nusantara (KSBN) Jateng ini. 
 
Sri Puryono menegaskan, pembangunan mental, budaya, dan spiritual masyarakat sama pentingnya dengan pembangunan fisik dan ekonomi. Untuk itu, Sri Puryono meminta, masyarakat Jateng tidak kehilangan jatidirinya. Budi pekerti merupakan harta berharga yang harus senantiasa melekat di dalam diri masyarakat Jeteng.

"Wong Jawa aja nganti ilang jawane (Orang Jawa jangan sampai hilang Jawanya). Kita jangan sampai terjebak pembangunan hanya secara fisik dan ekonomi karena pembangunan mental, budaya, dan spiritual sebagai karakter bangsa juga penting. Saya mengajak masyarakat untuk menguri-uri budaya Jawa," tegasnya.

Mantan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jateng itu berpendapat, Budaya Jawa tidak kaku. Dia mencontohkan, pertunjukan wayang dapat diberikan sentuhan modern tanpa harus meninggalkan pakem.

"Wayangan nganggo drum ora apa-apa, nanging pakem aja diilangke. Wayang aja mung kanggo hiburan, tapi harus ada tuntunan dan tatanan. Purworejo niki gudangnya ketoprak, Tari Ndolalak wis nasional. Ayo terus kita kembangkan," lanjutnya.

Dia berpesan, menjelang pesta demokrasi yang dihelat pada tahun ini, masyarakat Jateng harus senantiasa menjunjung persatuan dan kesatuan. Perbedaan pilihan politik jangan sampai berujung pada perpecahan di tengah masyarakat.

"Kita sebagai masyarakat Indonesia, khususnya Jawa Tengah, mari kita gerakan nasionalisme dan persatuan kita. Wonten pilpres pileg, sing penting awak dewe rukun. Beda pilihan politik tidak apa-apa, sing penting aja pengkerengan," pungkasnya.
 

Baca juga : Gaet Kaum Milenial, Dalang Harus Kekinian Tanpa Kehilangan Pakem


Bagikan :
Daftarkan diri anda terlebih dahulu