Follow Us :              

Sistem RMC Jadi Andalan TPID Amankan Inflasi di Jateng

  26 February 2019  |   15:00:00  |   dibaca : 438 
Kategori :
Bagikan :


Sistem RMC Jadi Andalan TPID Amankan Inflasi di Jateng

26 February 2019 | 15:00:00 | dibaca : 438
Kategori :
Bagikan :

Foto : Handy (Humas Jateng)

Daftarkan diri anda terlebih dahulu

Foto : Handy (Humas Jateng)

SALATIGA - Rantai panjang perdagangan pangan yang masuk kategori volatile food atau barang pangan bergejolak, khususnya beras, selama ini menjadi penyebab inflasi. Bukan hanya beras, harga pangan lain juga acap kali bergejolak, seperti kedelai, gula, daging, minyak goreng, dan pangan lainnya.

Sekda Jateng Sri Puryono menjelaskan, panjangnya rantai perdagangan beras menyebabkan disparitas (perbedaan) harga yang tinggi di tingkat petani dan konsumen. Disparitas itu, lebih banyak dinikmati oleh middleman atau para tengkulak.

Dalam Rapat Koordinasi Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) se-Jateng di Hotel Laras Asri, Salatiga, Selasa (26/2/2019) sore, Sekda menegaskan, perlu upaya atau sistem yang bisa mengnyinergikan berbagai pihak agar dapat terintegrasi dari hulu hingga hilir, sehingga mampu menstabilkan harga beras, meningkatkan produktivitas, mengamankan stok dan memperpendek rantai distribusi. Dengan begitu, dapat menstabilkan harga dan menyejahterakan petani.

"Sistem yang dimaksud ini, diinisiasi dan menjadi program unggulan TPID Provinsi Jateng 2019 bernama Rice Market Center (RMC). Kita butuh dorongan dan dukungan dari daerah untuk menjaga inflasi yang aman dan terkendali," katanya.

Pertemuan tingkat tinggi TPID yang dilaksanakan Senin (25/2/2019) lalu pun, kata Sekda, membuahkan beberapa hal. Pertama, penguatan RMC dengan melibatkan BUMD seperti SPJT paling lambat sepekan sejak kemarin. Kedua, pengembangan Sistem Informasi Harga dan Produksi Komoditi (SiHati) generasi ke empat akan segera dilakukan bersama OPD dan BPS untuk update data.

"Sampai sekarang, masih ada empat daerah, Purbalingga, Karanganyar, Banjarnegara dan Temanggung belum meng-update data. Saya tidak mempermalukan, tapi mengingatkan saja," tandasnya.

Ketiga, lanjut Sekda, penguatan pemanfaatan teknologi biosel pada produk-produk hortikultura di Jateng. Teknologi itu per unit, harganya Rp150 juta. Keempat, pengaturan pola tanam yang baik untuk menghindari panen bersamaan. Baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Tidak hanya beras, tetapi juga cabai, bawang merah dan jagung.

Kelima, memberikan akses pasar kepada petani dan konsep serta tata niaganya juga akan dilakukan Dinas Perdagangan. Keenam, mendorong BUMD yang bergerak di bidang pangan, yakni SPJT dan CMJT untuk mengamankan sisi hulu dan hilir komoditas.

"Membeli produk petani itu sama saja membantu petani. Itu yang harus ditanamkan dalam diri kita," bebernya di depan tamu undangan yang hadir dari TPID se-Jateng.

Terakhir, disediakannya bantuan akses permodalan dan keuangan untuk menopang produksi hasil pertanian yang dilakukan oleh Bank Jateng serta lembaga keuangan lainnya.

 

Baca juga : Pangkas Rantai Distribusi, Sistem Jual Tunda Berteknologi Dapat Diterapkan


Bagikan :

SALATIGA - Rantai panjang perdagangan pangan yang masuk kategori volatile food atau barang pangan bergejolak, khususnya beras, selama ini menjadi penyebab inflasi. Bukan hanya beras, harga pangan lain juga acap kali bergejolak, seperti kedelai, gula, daging, minyak goreng, dan pangan lainnya.

Sekda Jateng Sri Puryono menjelaskan, panjangnya rantai perdagangan beras menyebabkan disparitas (perbedaan) harga yang tinggi di tingkat petani dan konsumen. Disparitas itu, lebih banyak dinikmati oleh middleman atau para tengkulak.

Dalam Rapat Koordinasi Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) se-Jateng di Hotel Laras Asri, Salatiga, Selasa (26/2/2019) sore, Sekda menegaskan, perlu upaya atau sistem yang bisa mengnyinergikan berbagai pihak agar dapat terintegrasi dari hulu hingga hilir, sehingga mampu menstabilkan harga beras, meningkatkan produktivitas, mengamankan stok dan memperpendek rantai distribusi. Dengan begitu, dapat menstabilkan harga dan menyejahterakan petani.

"Sistem yang dimaksud ini, diinisiasi dan menjadi program unggulan TPID Provinsi Jateng 2019 bernama Rice Market Center (RMC). Kita butuh dorongan dan dukungan dari daerah untuk menjaga inflasi yang aman dan terkendali," katanya.

Pertemuan tingkat tinggi TPID yang dilaksanakan Senin (25/2/2019) lalu pun, kata Sekda, membuahkan beberapa hal. Pertama, penguatan RMC dengan melibatkan BUMD seperti SPJT paling lambat sepekan sejak kemarin. Kedua, pengembangan Sistem Informasi Harga dan Produksi Komoditi (SiHati) generasi ke empat akan segera dilakukan bersama OPD dan BPS untuk update data.

"Sampai sekarang, masih ada empat daerah, Purbalingga, Karanganyar, Banjarnegara dan Temanggung belum meng-update data. Saya tidak mempermalukan, tapi mengingatkan saja," tandasnya.

Ketiga, lanjut Sekda, penguatan pemanfaatan teknologi biosel pada produk-produk hortikultura di Jateng. Teknologi itu per unit, harganya Rp150 juta. Keempat, pengaturan pola tanam yang baik untuk menghindari panen bersamaan. Baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Tidak hanya beras, tetapi juga cabai, bawang merah dan jagung.

Kelima, memberikan akses pasar kepada petani dan konsep serta tata niaganya juga akan dilakukan Dinas Perdagangan. Keenam, mendorong BUMD yang bergerak di bidang pangan, yakni SPJT dan CMJT untuk mengamankan sisi hulu dan hilir komoditas.

"Membeli produk petani itu sama saja membantu petani. Itu yang harus ditanamkan dalam diri kita," bebernya di depan tamu undangan yang hadir dari TPID se-Jateng.

Terakhir, disediakannya bantuan akses permodalan dan keuangan untuk menopang produksi hasil pertanian yang dilakukan oleh Bank Jateng serta lembaga keuangan lainnya.

 

Baca juga : Pangkas Rantai Distribusi, Sistem Jual Tunda Berteknologi Dapat Diterapkan


Bagikan :
Daftarkan diri anda terlebih dahulu