Follow Us :              

Beberkan Makna Filosofis Dugderan, Ianah Dihadiahi Ganjar Rp1 Juta

  04 May 2019  |   16:30:00  |   dibaca : 864 
Kategori :
Bagikan :


Beberkan Makna Filosofis Dugderan, Ianah Dihadiahi Ganjar Rp1 Juta

04 May 2019 | 16:30:00 | dibaca : 864
Kategori :
Bagikan :

Foto : Tim Humas (Humas Jateng)

Daftarkan diri anda terlebih dahulu

Foto : Tim Humas (Humas Jateng)

SEMARANG - Pengetahuan tentang sejarah Dugderan ternyata membawa berkah bagi Nur Ianah, 38, warga Tlogosari, Kota Semarang. Berbekal pemahaman yang dia peroleh secara getok tular atau dari mulut ke mulut, dia lancar saat diminta Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo untuk membeberkan makna filosofis tradisi penyambutan Bulan Ramadan itu.

"Dug adalah suara bedug dipukul, sementara der adalah suara meriam atau mercon sebagai penanda telah memasuki bulan puasa," kata Ianah. 

Penjelasan Ianah tersebut merupakan jawaban dari tantangan Ganjar Pranowo yang berperan sebagai Kanjeng Mas Raden Tumenggung Probo Hadikusumo saat memberi sambutan perayaan Dugderan di Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT), Sabtu (4/5/2019).

"Bedug dan meriam itu dibunyikan oleh Wali Kota Semarang ketika itu setelah menerima hasil rapat para kiai atau ulama. Karena Semarang ini luas dan ketika itu belum ada speaker, maka dipilih suara yang bisa didengar seluruh warga," ujarnya.

Ganjar sumringah mendengar penjelasan wanita asal Tlogosari itu karena ternyata warisan tersebut telah mendarah daging di masyarakat Semarang. Lebih hebatnya lagi, tetap istikamah dilakukan sampai sekarang. Ganjar pun langsung memberi hadiah Ianah berupa uang cash Rp1 juta. 

"Masyarakat sekarang berkumpul semuanya menunggu cerita yang sudah ratusan tahun. Ternyata masyarakat sangat antusias menunggu Ramadan dan mereka juga tahu sejarah Dugderan, dug itu suara bedug, der itu suara mercon atau meriam. Maka ini menjadi tradisi yang dinantikan masyarakat Semarang," paparnya. 

Masyarakat Semarang memang tumplek blek memadati kawasan MAJT setelah sebelumnya mengikuti arak-arakan dari Masjid Agung Semarang (Masjid Kauman) di kawasan Johar. Beragam kesenian asli Semarang tampak mengiringi, dari tari-tarian hingga Warak Ngendok.

Tampak pada Perayaan Dugderan menjelang bulan Ramadan tahun 1440 H itu, Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi yang berperan sebagai Tumenggung Aryo Purboningrat, bersama Wakil Wali Kota Semarang Hevearita G Rahayu. Dalam prosesinya, Tumenggung Aryo Purboningrat melakukan halaqah atau diskusi dengan ulama di Masjid Kauman untuk menetapkan awal pelaksanaan ibadah puasa.

Hasil halaqah tersebut kemudian diarak oleh Tumenggung Aryo Purboningrat bersama warga Semarang dari Masjid Kauman menuju MAJT untuk diserahkan kepada Kanjeng Mas Raden Tumenggung Probo Hadikusumo.

Oleh Kanjeng Mas Raden Probo Hadikusumo, hasil halaqah tersebut diwartakan kepada masyarakat bahwa bulan Suci Ramadan telah tiba. Imbauan untuk melaksanakan ibadah puasa dan menanggalkan perbuatan murka dia serukan. Menutup wartanya, Tumenggung Probo Hadikusumo berulang-ulang memukul bedug yang diikuti bunyi der dari petasan. Sorak sorai dan tepuk tangan masyarakat pun langsung menggema di pelataran masjid berpayung raksasa itu. 

Setiap tahun, lanjut Ganjar, ramainya seperti ini terus. Dia berharap berkumpulnya orang merayakan tradisi ini dipenuhi dengan pesan-pesan baik agar nanti ketika memasuki Ramadan hatinya, pikiran perkataan dan tindakannya bersih. Sehingga setidaknya ini menjadi awal yang membikin Semarang, Jateng dan Indonesia ayem tentrem. 

"Setiap tahun hasil halaqah ulama ini juga terus dibacakan. Mari kita memanfaatkan momentum Ramadan ini  untuk berbuat baik, berkata baikmari kita sambung lagi silaturahmi," katanya. 

Ganjar juga menyampaikan perbedaan saat Pemilu kemarin tidak usah diungkit-ungkit lagi. Ramadan ini jadi momentum tepat untuk berjabat tangan, berangkulan dan saling berkasih.

"Gak usah mikir Pilpres, Pileg. Tugas kita sekarang gandeng yuk tetangga kita yang kemarin pilihannya berbeda, kita anterin kolak karena sekarang waktu yang pas, kita ajak buka bersama sepertinya kok lebih cocok, atau barangkali karena besok sudah mulai tarawih, saya membayangkan para caleg yang tim sukses, yang pilihannya berbeda kemarin sekarang duduk berdampingan lalu pulang suasananya bahagia," bebernya.

 

Baca juga : Tradisi Dugderan Rekatkan Persatuan


Bagikan :

SEMARANG - Pengetahuan tentang sejarah Dugderan ternyata membawa berkah bagi Nur Ianah, 38, warga Tlogosari, Kota Semarang. Berbekal pemahaman yang dia peroleh secara getok tular atau dari mulut ke mulut, dia lancar saat diminta Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo untuk membeberkan makna filosofis tradisi penyambutan Bulan Ramadan itu.

"Dug adalah suara bedug dipukul, sementara der adalah suara meriam atau mercon sebagai penanda telah memasuki bulan puasa," kata Ianah. 

Penjelasan Ianah tersebut merupakan jawaban dari tantangan Ganjar Pranowo yang berperan sebagai Kanjeng Mas Raden Tumenggung Probo Hadikusumo saat memberi sambutan perayaan Dugderan di Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT), Sabtu (4/5/2019).

"Bedug dan meriam itu dibunyikan oleh Wali Kota Semarang ketika itu setelah menerima hasil rapat para kiai atau ulama. Karena Semarang ini luas dan ketika itu belum ada speaker, maka dipilih suara yang bisa didengar seluruh warga," ujarnya.

Ganjar sumringah mendengar penjelasan wanita asal Tlogosari itu karena ternyata warisan tersebut telah mendarah daging di masyarakat Semarang. Lebih hebatnya lagi, tetap istikamah dilakukan sampai sekarang. Ganjar pun langsung memberi hadiah Ianah berupa uang cash Rp1 juta. 

"Masyarakat sekarang berkumpul semuanya menunggu cerita yang sudah ratusan tahun. Ternyata masyarakat sangat antusias menunggu Ramadan dan mereka juga tahu sejarah Dugderan, dug itu suara bedug, der itu suara mercon atau meriam. Maka ini menjadi tradisi yang dinantikan masyarakat Semarang," paparnya. 

Masyarakat Semarang memang tumplek blek memadati kawasan MAJT setelah sebelumnya mengikuti arak-arakan dari Masjid Agung Semarang (Masjid Kauman) di kawasan Johar. Beragam kesenian asli Semarang tampak mengiringi, dari tari-tarian hingga Warak Ngendok.

Tampak pada Perayaan Dugderan menjelang bulan Ramadan tahun 1440 H itu, Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi yang berperan sebagai Tumenggung Aryo Purboningrat, bersama Wakil Wali Kota Semarang Hevearita G Rahayu. Dalam prosesinya, Tumenggung Aryo Purboningrat melakukan halaqah atau diskusi dengan ulama di Masjid Kauman untuk menetapkan awal pelaksanaan ibadah puasa.

Hasil halaqah tersebut kemudian diarak oleh Tumenggung Aryo Purboningrat bersama warga Semarang dari Masjid Kauman menuju MAJT untuk diserahkan kepada Kanjeng Mas Raden Tumenggung Probo Hadikusumo.

Oleh Kanjeng Mas Raden Probo Hadikusumo, hasil halaqah tersebut diwartakan kepada masyarakat bahwa bulan Suci Ramadan telah tiba. Imbauan untuk melaksanakan ibadah puasa dan menanggalkan perbuatan murka dia serukan. Menutup wartanya, Tumenggung Probo Hadikusumo berulang-ulang memukul bedug yang diikuti bunyi der dari petasan. Sorak sorai dan tepuk tangan masyarakat pun langsung menggema di pelataran masjid berpayung raksasa itu. 

Setiap tahun, lanjut Ganjar, ramainya seperti ini terus. Dia berharap berkumpulnya orang merayakan tradisi ini dipenuhi dengan pesan-pesan baik agar nanti ketika memasuki Ramadan hatinya, pikiran perkataan dan tindakannya bersih. Sehingga setidaknya ini menjadi awal yang membikin Semarang, Jateng dan Indonesia ayem tentrem. 

"Setiap tahun hasil halaqah ulama ini juga terus dibacakan. Mari kita memanfaatkan momentum Ramadan ini  untuk berbuat baik, berkata baikmari kita sambung lagi silaturahmi," katanya. 

Ganjar juga menyampaikan perbedaan saat Pemilu kemarin tidak usah diungkit-ungkit lagi. Ramadan ini jadi momentum tepat untuk berjabat tangan, berangkulan dan saling berkasih.

"Gak usah mikir Pilpres, Pileg. Tugas kita sekarang gandeng yuk tetangga kita yang kemarin pilihannya berbeda, kita anterin kolak karena sekarang waktu yang pas, kita ajak buka bersama sepertinya kok lebih cocok, atau barangkali karena besok sudah mulai tarawih, saya membayangkan para caleg yang tim sukses, yang pilihannya berbeda kemarin sekarang duduk berdampingan lalu pulang suasananya bahagia," bebernya.

 

Baca juga : Tradisi Dugderan Rekatkan Persatuan


Bagikan :
Daftarkan diri anda terlebih dahulu