Follow Us :              

Komisi IX DPR RI Soroti Masalah Kesehatan dan Ketenagakerjaan

  14 May 2018  |   14:00:00  |   dibaca : 256 
Kategori :
Bagikan :


Komisi IX DPR RI Soroti Masalah Kesehatan dan Ketenagakerjaan

14 May 2018 | 14:00:00 | dibaca : 256
Kategori :
Bagikan :

Foto : (Humas Jateng)

Daftarkan diri anda terlebih dahulu

Foto : (Humas Jateng)

SEMARANG- Anggota DPR RI Komisi IX melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Jawa Tengah guna mengetahui kendala di bidang kesehatan dan ketenagakerjaan yang dihadapi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah pada Rabu (14/5). Kunjungan diterima langsung Plt Gubernur Jawa Tengah Drs H Heru Sudjatmoko Msi di Ruang Rapat lantai dua Gedung A Kantor Gubernur Jateng.

Pada bidang ketenagakerjaan, anggota dewan menanyakan terkait pengawasan ketenagakerjaan di perusahaan dan jumlah kasus yang terjadi antara pekerja dengan perusahaan. “Berkaitan dengan ketenagakerjaan, bagaimana sistem pengawasan yang dilakukan oleh dinas ketenagakerjaan terhadap pihak-pihak swasta yang melaksanakan bisnisnya dan juga kasus-kasus yang terjadi di Jawa Tengah agar nantinya kami bisa memberi masukan kepada Menteri Ketenagakerjaan,” tanya M Iqbal dari Fraksi PPP.

Terkait hal itu, Kepala Disnakertrans Provinsi Jawa Tengah Wika Bintang mengatakan pengawasan ketenagakerjaan di perusahaan mengalami kendala keterbatasan modal. Hal ini karena pelimpahan kewenangan pengawas ketenagakerjaan dari kabupaten/kota kepada provinsi yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tidak disertai dengan pendanaan, sehingga jika satu pengawas seharusnya memeriksa 60 perusahaan namun dengan keterbatasan dana satu pengawas  hanya bisa melakukan pengawasan terhadap 24 perusahan.
 
Namun demikian, Disnakertrans Provinsi Jawa Tengah membuka pelayanan seluas-luasnya dengan memanfaatkan media sosial dan teknologi informasi dalam menjaring keluhan masyarakat. Keluhan itu ditindaklanjuti paling lambat 1x24 jam setelah mendapat keluhan dari masyarakat. Hasilnya selama 2017 terdapat 223 keluhan dengan 176 di antaranya telah selesai, sedangkan 47 lainnya masih dalam proses penanganan.
 
“Kami diperintah oleh Gubernur, ketika masyarakat mengadu lewat medsos yang sarananya kita share ke masyarakat,  1x 24 jam kami harus sudah turun ke perusahaan yang dikeluhkan masyarakat,” ujarnya.
 
Bintang meminta kepada Komisi IX DPR RI untuk memberikan masukan kepada Dirjen Pengawasan Kementerian Ketenagakerjaan agar dana dekonsentrasi bisa diberikan ke seluruh provinsi di Indonesia. Hal ini tentu untuk menunjang operasional pegawas ketenagakerjaan di perusahaan.

Sementara itu terkait dengan ketersediaan dokter spesialis dan BPJS yang juga jadi pembahasan, Kepala Dinas Kesehatan dr Yulianto mengatakan angka kebutuhan dan ketersediaan dokter spesialis di Jawa Tengah memang masih belum berimbang. Walaupun saat ini pihaknya sedikit terbantu dengan adanya Program Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS), namun hanya dapat mengatasi sementara karena durasi program hanya satu tahun. 

Ia pun mengusulkan kepada Kementerian Riset Dikti untuk lebih mendorong produksi dokter spesialis agar bisa menyesuaikan dengan kecepatan kebutuhan dan pertumbuhan pelayanan kesehatan yang semakin maju dan berkembang. 

Sedangkan terkait dengan permasalahan BPJS yang belum terbayarkan, Deputi BPJS Ketenagakerjaan Jateng-DIY Triono mengungkapkan bahwa utang BPJS dengan pembayaran sampai dengan 10 Mei 2018 untuk rawat jalan, rawat lanjutan, dan rawat inap sebesar Rp476,9 miliar sudah dibayarkan. “Kemudian yang jatuh tempo pada minggu ini jumlahnya sekitar Rp164,9 miliar,” terangnya.
 
Plt Gubernur Heru Sudjatmoko mengatakan untuk menyelesaikan permasalahan di sektor kesehatan dan ketenagakerjaan bisa dengan melakukan penguatan kelembagaan pemerintah di tingkat bawah mulai dari kecamatan, desa, hingga RT dan RW. Dirinya mencontohkan upaya pelayanan kesehatan tidak hanya memperkuat pada aspek kuratif saja, namun aspek promotif dan preventif juga harus diperkuat agar masyarakat dapat secara mandiri menjaga kesehatannya.
  
“Saya kira ini komprehensif, tidak hanya di sektor kesehatan tetapi juga sektor keamanan lingkungan yang mungkin tidak bisa dapat dijangkau oleh tingkat kabupaten sekalipun. Jadi perlu ada perkuatan kelembagaan pemerintah dan sosial di tingkat bawah mulai dari Kecamatan, desa sampai ke tingkat RW dan RT karena di sana ada TP PKK, tokoh-tokoh masyarakat dan lain sebagainya,” terangnya.
 
Sedangkan untuk mengatasi permasalahan di sektor ketenagakerjaan, Heru menambahkan, perlu ada peningkatan kualitas dan keterampilan yang akan meningkatkan produktivitas masyarakat. Karenanya, pelatihan-pelatihan tenaga kerja baik yang sudah bekerja maupun yang belum perlu lebih ditingkatkan lagi, agar masyarakat memiliki daya saing di dunia kerja maupun entrepreneurship.

(Kukuh/Puji/Humas Jateng)

 

Baca Juga : Jika Belum Siap, Operasional Bandara Diminta Tidak Dipaksakan


Bagikan :

SEMARANG- Anggota DPR RI Komisi IX melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Jawa Tengah guna mengetahui kendala di bidang kesehatan dan ketenagakerjaan yang dihadapi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah pada Rabu (14/5). Kunjungan diterima langsung Plt Gubernur Jawa Tengah Drs H Heru Sudjatmoko Msi di Ruang Rapat lantai dua Gedung A Kantor Gubernur Jateng.

Pada bidang ketenagakerjaan, anggota dewan menanyakan terkait pengawasan ketenagakerjaan di perusahaan dan jumlah kasus yang terjadi antara pekerja dengan perusahaan. “Berkaitan dengan ketenagakerjaan, bagaimana sistem pengawasan yang dilakukan oleh dinas ketenagakerjaan terhadap pihak-pihak swasta yang melaksanakan bisnisnya dan juga kasus-kasus yang terjadi di Jawa Tengah agar nantinya kami bisa memberi masukan kepada Menteri Ketenagakerjaan,” tanya M Iqbal dari Fraksi PPP.

Terkait hal itu, Kepala Disnakertrans Provinsi Jawa Tengah Wika Bintang mengatakan pengawasan ketenagakerjaan di perusahaan mengalami kendala keterbatasan modal. Hal ini karena pelimpahan kewenangan pengawas ketenagakerjaan dari kabupaten/kota kepada provinsi yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tidak disertai dengan pendanaan, sehingga jika satu pengawas seharusnya memeriksa 60 perusahaan namun dengan keterbatasan dana satu pengawas  hanya bisa melakukan pengawasan terhadap 24 perusahan.
 
Namun demikian, Disnakertrans Provinsi Jawa Tengah membuka pelayanan seluas-luasnya dengan memanfaatkan media sosial dan teknologi informasi dalam menjaring keluhan masyarakat. Keluhan itu ditindaklanjuti paling lambat 1x24 jam setelah mendapat keluhan dari masyarakat. Hasilnya selama 2017 terdapat 223 keluhan dengan 176 di antaranya telah selesai, sedangkan 47 lainnya masih dalam proses penanganan.
 
“Kami diperintah oleh Gubernur, ketika masyarakat mengadu lewat medsos yang sarananya kita share ke masyarakat,  1x 24 jam kami harus sudah turun ke perusahaan yang dikeluhkan masyarakat,” ujarnya.
 
Bintang meminta kepada Komisi IX DPR RI untuk memberikan masukan kepada Dirjen Pengawasan Kementerian Ketenagakerjaan agar dana dekonsentrasi bisa diberikan ke seluruh provinsi di Indonesia. Hal ini tentu untuk menunjang operasional pegawas ketenagakerjaan di perusahaan.

Sementara itu terkait dengan ketersediaan dokter spesialis dan BPJS yang juga jadi pembahasan, Kepala Dinas Kesehatan dr Yulianto mengatakan angka kebutuhan dan ketersediaan dokter spesialis di Jawa Tengah memang masih belum berimbang. Walaupun saat ini pihaknya sedikit terbantu dengan adanya Program Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS), namun hanya dapat mengatasi sementara karena durasi program hanya satu tahun. 

Ia pun mengusulkan kepada Kementerian Riset Dikti untuk lebih mendorong produksi dokter spesialis agar bisa menyesuaikan dengan kecepatan kebutuhan dan pertumbuhan pelayanan kesehatan yang semakin maju dan berkembang. 

Sedangkan terkait dengan permasalahan BPJS yang belum terbayarkan, Deputi BPJS Ketenagakerjaan Jateng-DIY Triono mengungkapkan bahwa utang BPJS dengan pembayaran sampai dengan 10 Mei 2018 untuk rawat jalan, rawat lanjutan, dan rawat inap sebesar Rp476,9 miliar sudah dibayarkan. “Kemudian yang jatuh tempo pada minggu ini jumlahnya sekitar Rp164,9 miliar,” terangnya.
 
Plt Gubernur Heru Sudjatmoko mengatakan untuk menyelesaikan permasalahan di sektor kesehatan dan ketenagakerjaan bisa dengan melakukan penguatan kelembagaan pemerintah di tingkat bawah mulai dari kecamatan, desa, hingga RT dan RW. Dirinya mencontohkan upaya pelayanan kesehatan tidak hanya memperkuat pada aspek kuratif saja, namun aspek promotif dan preventif juga harus diperkuat agar masyarakat dapat secara mandiri menjaga kesehatannya.
  
“Saya kira ini komprehensif, tidak hanya di sektor kesehatan tetapi juga sektor keamanan lingkungan yang mungkin tidak bisa dapat dijangkau oleh tingkat kabupaten sekalipun. Jadi perlu ada perkuatan kelembagaan pemerintah dan sosial di tingkat bawah mulai dari Kecamatan, desa sampai ke tingkat RW dan RT karena di sana ada TP PKK, tokoh-tokoh masyarakat dan lain sebagainya,” terangnya.
 
Sedangkan untuk mengatasi permasalahan di sektor ketenagakerjaan, Heru menambahkan, perlu ada peningkatan kualitas dan keterampilan yang akan meningkatkan produktivitas masyarakat. Karenanya, pelatihan-pelatihan tenaga kerja baik yang sudah bekerja maupun yang belum perlu lebih ditingkatkan lagi, agar masyarakat memiliki daya saing di dunia kerja maupun entrepreneurship.

(Kukuh/Puji/Humas Jateng)

 

Baca Juga : Jika Belum Siap, Operasional Bandara Diminta Tidak Dipaksakan


Bagikan :
Daftarkan diri anda terlebih dahulu