Follow Us :              

Outcome Dana Desa Harus Terukur

  23 July 2018  |   15:00:00  |   dibaca : 263 
Kategori :
Bagikan :


Outcome Dana Desa Harus Terukur

23 July 2018 | 15:00:00 | dibaca : 263
Kategori :
Bagikan :

Foto : (Humas Jateng)

Daftarkan diri anda terlebih dahulu

Foto : (Humas Jateng)

SEMARANG - Dana desa yang sudah digelontorkan kurang lebih tiga tahun, dinilai Badan Akuntabilitas Keuangan Negara DPR RI belum bisa memperbaiki kapasitas fiskal suatu daerah. Justru gelontoran itu menimbulkan ketergantungan daerah terhadap dana transfer.

"Dana Desa dalam APBN semakin besar. Pada 2016 lebih dari kementerian/lembaga. 2017 turun sedikit. Tapi kita lihat, selain transparansi dan akuntabilitas, juga yang paling penting outcomenya. Ternyata dana transfer daerah ini tidak memperbaiki fiskal daerah tersebut. Jadi ketergantungan daerah terhadap dana transfer, sepanjang tiga tahun yang kita amati sangat tinggi," kata ketua Tim BAKN DPR RI Ir Andreas Eddy Susetyo MM dalam forum Penelaahan Akuntabilitas Transfer ke Daerah dan Dana Desa ke Provinsi Jateng di Gedung A Lanta II Kantor Gubernur, Senin (23/7/2018)

Kondisi tersebut menunjukkan bahwa peningkatan pendapatan asli daerah yang diharapkan dengan memperkuat hubungan fiskal keuangan daerah, belum terwujud. 

Anggota BAKN  H A Junaidi  Auly menyambung, pihaknya pernah melakukan dialog dengan Provinsi Jawa Timur. Dari dialog itu diketahui, Jawa Timur kesulitan mencapai output karena terkendala SPJ yang rumit.

"Kawan-kawan di BAKN ini memberikan penekanan bagaimana dengan dana desa ini, mempunyai outcome yang terukur. Tapi diskusi kita di Jawa Timur, jangankan outcome, output saja kita nggak. Belepotan, karena meng-SPJ-kan ini kades kan teriak-teriak," tutur dia. 

Diakui, perlu peningkatan kapasitas bagi kades untuk dapat menyelesaikan persoalan tersebut. Di samping itu, dana desa diharapkan bisa merangsang swadaya, gotong royong dan partisipasi masyarakat.

"Saya ingin tahu dampak dana desa dalam merangsang swadaya, gotong royong dan partisipasi. Jangan-jangan dana desa justru hilang, swadaya nggak ada, partisipasi nggak ada, gotong royong nggak ada. Saya ingin tahu di Jateng," tutur dia.

Gubernur Jawa Tengah H Ganjar Pranowo SH MIP menceritakan, meski sudah ada dana desa, desa-desa di Jawa Tengah tetap ada iuran. Besarnya iuran tergantung tingkat kemakmuran suatu desa. Iuran ini mendorong partisipasi, membangun kerukunan, dan menjaga lestarinya budaya gotong royong.

Untuk dana desa, Pemprov Jateng terus mendorong adanya outcome. Outcome ini mesti bisa diukur pemerintah.

"Di Pemalang itu, menggunakan Puspindes, sudah 1.000 Desa yang didampingi. Sistemnya terintegrasi. Ini dibantu anak-anak. Kami hanya memfasilitasi server. Jadi seluruh desa laporannya masuk ke kabupaten. Kabupaten masuk ke kami. Kami akan kendalikan itu. Maka kalau kita bicara outcome, sangat bisa," urainya. 

Ganjar mencontohkan, untuk target outcome pengentasan kemiskinan, maka pekerjaan output nya bisa dengan pembangunan RTLH, fasilitasi pemberdayaan perempuan, anak dan UMKM. Dan terbukti, penurunan angka kemiskinan Jawa Tengah tertinggi se-Indonesia. 

"Kamu itu bisa, tapi kita harus telaten dan mau. Saya orangnya cerewet. Jadi kita datangi. Mana tempelin itu APBDes nya. Sehingga masyarakat tahu. Untuk tahu saja. Nantinya masyarakat jadi Watchdog melihat juga," pungkasnya.

(Rita/Puji/Humas Jateng)

 

Baca juga : Proyek Menggunakan Dana Desa Harus Swakelola


Bagikan :

SEMARANG - Dana desa yang sudah digelontorkan kurang lebih tiga tahun, dinilai Badan Akuntabilitas Keuangan Negara DPR RI belum bisa memperbaiki kapasitas fiskal suatu daerah. Justru gelontoran itu menimbulkan ketergantungan daerah terhadap dana transfer.

"Dana Desa dalam APBN semakin besar. Pada 2016 lebih dari kementerian/lembaga. 2017 turun sedikit. Tapi kita lihat, selain transparansi dan akuntabilitas, juga yang paling penting outcomenya. Ternyata dana transfer daerah ini tidak memperbaiki fiskal daerah tersebut. Jadi ketergantungan daerah terhadap dana transfer, sepanjang tiga tahun yang kita amati sangat tinggi," kata ketua Tim BAKN DPR RI Ir Andreas Eddy Susetyo MM dalam forum Penelaahan Akuntabilitas Transfer ke Daerah dan Dana Desa ke Provinsi Jateng di Gedung A Lanta II Kantor Gubernur, Senin (23/7/2018)

Kondisi tersebut menunjukkan bahwa peningkatan pendapatan asli daerah yang diharapkan dengan memperkuat hubungan fiskal keuangan daerah, belum terwujud. 

Anggota BAKN  H A Junaidi  Auly menyambung, pihaknya pernah melakukan dialog dengan Provinsi Jawa Timur. Dari dialog itu diketahui, Jawa Timur kesulitan mencapai output karena terkendala SPJ yang rumit.

"Kawan-kawan di BAKN ini memberikan penekanan bagaimana dengan dana desa ini, mempunyai outcome yang terukur. Tapi diskusi kita di Jawa Timur, jangankan outcome, output saja kita nggak. Belepotan, karena meng-SPJ-kan ini kades kan teriak-teriak," tutur dia. 

Diakui, perlu peningkatan kapasitas bagi kades untuk dapat menyelesaikan persoalan tersebut. Di samping itu, dana desa diharapkan bisa merangsang swadaya, gotong royong dan partisipasi masyarakat.

"Saya ingin tahu dampak dana desa dalam merangsang swadaya, gotong royong dan partisipasi. Jangan-jangan dana desa justru hilang, swadaya nggak ada, partisipasi nggak ada, gotong royong nggak ada. Saya ingin tahu di Jateng," tutur dia.

Gubernur Jawa Tengah H Ganjar Pranowo SH MIP menceritakan, meski sudah ada dana desa, desa-desa di Jawa Tengah tetap ada iuran. Besarnya iuran tergantung tingkat kemakmuran suatu desa. Iuran ini mendorong partisipasi, membangun kerukunan, dan menjaga lestarinya budaya gotong royong.

Untuk dana desa, Pemprov Jateng terus mendorong adanya outcome. Outcome ini mesti bisa diukur pemerintah.

"Di Pemalang itu, menggunakan Puspindes, sudah 1.000 Desa yang didampingi. Sistemnya terintegrasi. Ini dibantu anak-anak. Kami hanya memfasilitasi server. Jadi seluruh desa laporannya masuk ke kabupaten. Kabupaten masuk ke kami. Kami akan kendalikan itu. Maka kalau kita bicara outcome, sangat bisa," urainya. 

Ganjar mencontohkan, untuk target outcome pengentasan kemiskinan, maka pekerjaan output nya bisa dengan pembangunan RTLH, fasilitasi pemberdayaan perempuan, anak dan UMKM. Dan terbukti, penurunan angka kemiskinan Jawa Tengah tertinggi se-Indonesia. 

"Kamu itu bisa, tapi kita harus telaten dan mau. Saya orangnya cerewet. Jadi kita datangi. Mana tempelin itu APBDes nya. Sehingga masyarakat tahu. Untuk tahu saja. Nantinya masyarakat jadi Watchdog melihat juga," pungkasnya.

(Rita/Puji/Humas Jateng)

 

Baca juga : Proyek Menggunakan Dana Desa Harus Swakelola


Bagikan :
Daftarkan diri anda terlebih dahulu