Follow Us :              

'Juru Kunci' Naskah Yang Ditulis Dengan Penuh Perjuangan

  04 August 2018  |   22:00:00  |   dibaca : 1674 
Kategori :
Bagikan :


'Juru Kunci' Naskah Yang Ditulis Dengan Penuh Perjuangan

04 August 2018 | 22:00:00 | dibaca : 1674
Kategori :
Bagikan :

Foto : (Humas Jateng)

Daftarkan diri anda terlebih dahulu

Foto : (Humas Jateng)

SEMARANG - Para penikmat seni peran memanfaatkan akhir pekan mereka, Sabtu malam (4/8), untuk menyaksikan pementasan bertajuk "Juru Kunci" dalam rangka HUT Teater Lingkar Semarang ke-38. Gedung Kesenian Taman Budaya Raden Saleh (TBRS) pun disulap menjadi Makam Eyang Kabur Kanginan yang keramat. Panggung pementasan semakin terkesan temaram dengan keberadaan pohon beringin yang kokoh berdiri.

Naskah "Juru Kunci" ditulis sastrawan Prie GS dengan penuh perjuangan. Meski sempat terhenti penulisannya selama beberapa tahun, namun naskah itu berhasil mengisahkan kecenderungan sebagian manusia yang mulai berkiblat pada kekuatan supranatural. Mereka mengunjungi makam keramat dan berharap keinginan duniawi mereka dapat terwujud, baik bisnis yang sukses, karir yang melejit, maupun harta berlimpah. 

Bahkan, sebelum memasuki area makam keramat pun mereka berdebat tentang status sosial. Siapakah dari mereka yang lebih pantas untuk memasuki area makam terlebih dahulu untuk bertemu dengan juru kunci. Apakah yang memiliki jabatan tinggi atau yang paling kaya. Di sisi lain, orang yang hidupnya tidak bergelimpangan harta hanya bisa menyaksikan perdebatan itu sembari berdoa dan enggan untuk memasuki area makam karena merasa tidak memiliki apa-apa untuk diberikan kepada juru kunci.

"Naskah ini tertahan di setengah perjalanannya hampir empat tahun. Ini naskah panggung tersulit yang pernah saya tulis dari sekitar tujuh naskah yang telah saya tulis untuk Teater Lingkar sebelumnya," terang sang penulis Prie GS.

Pementasan teater "Juru Kunci" semakin istimewa ketika Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah Dr. Ir. Sri Puryono ikut bermain peran sebagai Rama Guru. Dirinya menyampaikan pesan moral bahwa kehidupan tidak semata-mata untuk mengejar kekuasaan dan kekayaan dengan segala cara. 

"Sepi pamrih, tebih ajrih. Sepi dari keinginan, jauhlah ketakutan. Itulah pesan Raden Mas Panji Sosrokartono. Pamrih membuat tempat-tempat keramat hilang kekeramatannya. Dongane wong cilik dan wong teraniaya kui mandi. Mula aja pada pamer kekuasaan, jabatan, lan kesugihan," pungkasnya.

(Arifa/Puji/Humas Jateng)

 

Baca jugaPergelaran Wayang, Bukan Kesenian Sembarangan


Bagikan :

SEMARANG - Para penikmat seni peran memanfaatkan akhir pekan mereka, Sabtu malam (4/8), untuk menyaksikan pementasan bertajuk "Juru Kunci" dalam rangka HUT Teater Lingkar Semarang ke-38. Gedung Kesenian Taman Budaya Raden Saleh (TBRS) pun disulap menjadi Makam Eyang Kabur Kanginan yang keramat. Panggung pementasan semakin terkesan temaram dengan keberadaan pohon beringin yang kokoh berdiri.

Naskah "Juru Kunci" ditulis sastrawan Prie GS dengan penuh perjuangan. Meski sempat terhenti penulisannya selama beberapa tahun, namun naskah itu berhasil mengisahkan kecenderungan sebagian manusia yang mulai berkiblat pada kekuatan supranatural. Mereka mengunjungi makam keramat dan berharap keinginan duniawi mereka dapat terwujud, baik bisnis yang sukses, karir yang melejit, maupun harta berlimpah. 

Bahkan, sebelum memasuki area makam keramat pun mereka berdebat tentang status sosial. Siapakah dari mereka yang lebih pantas untuk memasuki area makam terlebih dahulu untuk bertemu dengan juru kunci. Apakah yang memiliki jabatan tinggi atau yang paling kaya. Di sisi lain, orang yang hidupnya tidak bergelimpangan harta hanya bisa menyaksikan perdebatan itu sembari berdoa dan enggan untuk memasuki area makam karena merasa tidak memiliki apa-apa untuk diberikan kepada juru kunci.

"Naskah ini tertahan di setengah perjalanannya hampir empat tahun. Ini naskah panggung tersulit yang pernah saya tulis dari sekitar tujuh naskah yang telah saya tulis untuk Teater Lingkar sebelumnya," terang sang penulis Prie GS.

Pementasan teater "Juru Kunci" semakin istimewa ketika Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah Dr. Ir. Sri Puryono ikut bermain peran sebagai Rama Guru. Dirinya menyampaikan pesan moral bahwa kehidupan tidak semata-mata untuk mengejar kekuasaan dan kekayaan dengan segala cara. 

"Sepi pamrih, tebih ajrih. Sepi dari keinginan, jauhlah ketakutan. Itulah pesan Raden Mas Panji Sosrokartono. Pamrih membuat tempat-tempat keramat hilang kekeramatannya. Dongane wong cilik dan wong teraniaya kui mandi. Mula aja pada pamer kekuasaan, jabatan, lan kesugihan," pungkasnya.

(Arifa/Puji/Humas Jateng)

 

Baca jugaPergelaran Wayang, Bukan Kesenian Sembarangan


Bagikan :
Daftarkan diri anda terlebih dahulu