Foto : Fajar (Humas Jateng)
Foto : Fajar (Humas Jateng)
BANYUMAS - Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo bersama Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Puan Maharani mengikuti prosesi Kirab Boyongan Saka Guru Si Panji di Kabupaten Banyumas, Minggu (10/2/ 2019). Prosesi adat yang dilakukan setiap perayaan Hari Jadi Banyumas tersebut, semakin meriah dihadiri masyarakat lantaran kedatangan dua tokoh tersebut.
Mengenakan pakaian beskap warna hitam dan blangkon, Ganjar mengikuti prosesi kirab budaya yang menggambarkan peristiwa pemindahan pusat pemerintahan Kabupaten Banyumas yang semula di Banyumas, pindah ke Purwokerto pada masa pemerintahan Adipati Arya Sudjiman Gandasubrata (Bupati ke-20) pada tahun 1937. Sementara, Menko PMK Puan pada kesempatan itu, mengenakan kebaya berwarna merah. Keduanya berjalan beriringan didampingi Bupati Banyumas Achmad Husain dan sejumlah tokoh lainnya menuju pendopo lama.
"Ganteng banget pak Ganjar, lebih ganteng dari yang di televisi. Pak pengen foto pak," teriak warga yang menunggu kedatangan Ganjar dan Puan di tepi jalan. Dengan ramah, Ganjar dan Puan meladeni masyarakat untuk berfoto bersama.
Sesampainya di pendopo lama, Ganjar dan Puan diajak untuk mengambil air dari Sumur Emas, sumur yang dipercaya keramat dan merupakan peninggalan para wali. Masyarakat percaya bahwa air yang berasal dari sumur itu memiliki banyak khasiat, seperti membuat awet muda dan bermacam khasiat lainnya.
Penasaran, Ganjar pun menanyakan khasiat sebenarnya dari sumur tersebut kepada Bupati Banyumas. "Sing jelas gawe seger, ngelake ilang (Yang jelas bikin segar, hausnya hilang)," kata Achmad Husain.
Ganjar dan Puan kemudian bergantian mengambil air dari sumur itu. Tanpa ragu, Ganjar langsung meminum air sumur yang diambil menggunakan batok kelapa itu dan menggunakannya untuk cuci muka. "Seger tenan rasane (Segar sekali rasanya), ayo sopo sing pengen (ayo siapa yang pengen)?" tanya Ganjar.
Ganjar pun menyipratkan air dari Sumur Emas tersebut kepada warga dan para awak media. Sontak aksi itu membuat warga yang tidak dapat mendekat tertawa. Meski basah karena cipratan air dari sumur tersebut, namun mereka justru senang karena percaya bahwa air tersebut membawa berkah.
Ganjar meminta prosesi Kirab Boyongan Saka Guru Si Panji tersebut harus selalu dijaga. Apalagi, dalam kirab itu memiliki banyak nilai-nilai filosofi tinggi bagi masyarakat Banyumas. "Selain mengenang perpindahan pusat pemerintahan dari Banyumas ke Purwokerto, kirab ini juga mencerminkan budaya Indonesia, yakni gotong-royong. Bahwa untuk membangun pemerintahan yang baik, semua masyarakat harus terlibat, kalau orang Banyumas menyebutnya 'Rengosan,'" kata Ganjar.
Dalam kirab itu, ada tiga saka atau soko dalam Bahasa Jawa yang dikirab bersama kebutuhan lainnya. Tiga Saka yang berfungsi sebagai penyangga utama pendopo itu kemudian diarak dari Banyumas ke Purwokerto dengan dipikul dan berjalan kaki. "Uniknya, ini yang dikirab hanya tiga saka. Pertanyaannya, yang satu di mana?" katanya tersenyum.
Untuk menambah meriah prosesi kirab, sejumlah kesenian juga dihadirkan. Ada kesenian Kenthongan Banyumasan, tari-tarian, drumband dan kesenian lainnya. Ganjar dan Puan ikut mengarak kirab dengan menaiki mobil antik menuju Purwokerto.
(Bowo/Himawan/Humas Jateng)
Baca juga : Hadiri Ya Qawiyyu, Ganjar Ajak Masyarakat Merawat Ajaran Waliyullah
BANYUMAS - Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo bersama Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Puan Maharani mengikuti prosesi Kirab Boyongan Saka Guru Si Panji di Kabupaten Banyumas, Minggu (10/2/ 2019). Prosesi adat yang dilakukan setiap perayaan Hari Jadi Banyumas tersebut, semakin meriah dihadiri masyarakat lantaran kedatangan dua tokoh tersebut.
Mengenakan pakaian beskap warna hitam dan blangkon, Ganjar mengikuti prosesi kirab budaya yang menggambarkan peristiwa pemindahan pusat pemerintahan Kabupaten Banyumas yang semula di Banyumas, pindah ke Purwokerto pada masa pemerintahan Adipati Arya Sudjiman Gandasubrata (Bupati ke-20) pada tahun 1937. Sementara, Menko PMK Puan pada kesempatan itu, mengenakan kebaya berwarna merah. Keduanya berjalan beriringan didampingi Bupati Banyumas Achmad Husain dan sejumlah tokoh lainnya menuju pendopo lama.
"Ganteng banget pak Ganjar, lebih ganteng dari yang di televisi. Pak pengen foto pak," teriak warga yang menunggu kedatangan Ganjar dan Puan di tepi jalan. Dengan ramah, Ganjar dan Puan meladeni masyarakat untuk berfoto bersama.
Sesampainya di pendopo lama, Ganjar dan Puan diajak untuk mengambil air dari Sumur Emas, sumur yang dipercaya keramat dan merupakan peninggalan para wali. Masyarakat percaya bahwa air yang berasal dari sumur itu memiliki banyak khasiat, seperti membuat awet muda dan bermacam khasiat lainnya.
Penasaran, Ganjar pun menanyakan khasiat sebenarnya dari sumur tersebut kepada Bupati Banyumas. "Sing jelas gawe seger, ngelake ilang (Yang jelas bikin segar, hausnya hilang)," kata Achmad Husain.
Ganjar dan Puan kemudian bergantian mengambil air dari sumur itu. Tanpa ragu, Ganjar langsung meminum air sumur yang diambil menggunakan batok kelapa itu dan menggunakannya untuk cuci muka. "Seger tenan rasane (Segar sekali rasanya), ayo sopo sing pengen (ayo siapa yang pengen)?" tanya Ganjar.
Ganjar pun menyipratkan air dari Sumur Emas tersebut kepada warga dan para awak media. Sontak aksi itu membuat warga yang tidak dapat mendekat tertawa. Meski basah karena cipratan air dari sumur tersebut, namun mereka justru senang karena percaya bahwa air tersebut membawa berkah.
Ganjar meminta prosesi Kirab Boyongan Saka Guru Si Panji tersebut harus selalu dijaga. Apalagi, dalam kirab itu memiliki banyak nilai-nilai filosofi tinggi bagi masyarakat Banyumas. "Selain mengenang perpindahan pusat pemerintahan dari Banyumas ke Purwokerto, kirab ini juga mencerminkan budaya Indonesia, yakni gotong-royong. Bahwa untuk membangun pemerintahan yang baik, semua masyarakat harus terlibat, kalau orang Banyumas menyebutnya 'Rengosan,'" kata Ganjar.
Dalam kirab itu, ada tiga saka atau soko dalam Bahasa Jawa yang dikirab bersama kebutuhan lainnya. Tiga Saka yang berfungsi sebagai penyangga utama pendopo itu kemudian diarak dari Banyumas ke Purwokerto dengan dipikul dan berjalan kaki. "Uniknya, ini yang dikirab hanya tiga saka. Pertanyaannya, yang satu di mana?" katanya tersenyum.
Untuk menambah meriah prosesi kirab, sejumlah kesenian juga dihadirkan. Ada kesenian Kenthongan Banyumasan, tari-tarian, drumband dan kesenian lainnya. Ganjar dan Puan ikut mengarak kirab dengan menaiki mobil antik menuju Purwokerto.
(Bowo/Himawan/Humas Jateng)
Baca juga : Hadiri Ya Qawiyyu, Ganjar Ajak Masyarakat Merawat Ajaran Waliyullah
Berita Terbaru