Foto : Fajar (Humas Jateng)
Foto : Fajar (Humas Jateng)
TEMANGGUNG - Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mengalokasikan anggaran sebesar hampir Rp23 miliar pada tahun 2025, untuk membiayai kurang lebih 6.470 penghuni panti dari total 57 panti yang ada di bawah naungannya.
Hal itu disampaikan oleh Gubernur Jawa Tengah, Komjen Pol (P) Drs. Ahmad Luthfi, S.H., S.St.M.K., saat meninjau Panti Sensorik Netra Penganthi di Kabupaten Temanggung pada Selasa, 15 Juli 2025.
Khusus di Panti Penganthi, jumlah penghuninya ada sekitar 62 orang, terdiri dari 50 orang laki-laki dan 12 perempuan, dengan rincian 43 orang penyandang kebutaan total (totally blind) dan 19 orang penderita low vision (hilangnya sebagian penglihatan, di mana penderitanya masih bisa melihat cahaya, bentuk benda, angka, dan huruf, tetapi cukup terbatas).
"Saya pengen, termasuk dari dinas, cari sebanyak-banyaknya masyarakat Indonesia yang membutuhkan, untuk dimasukkan ke panti kita. Hadirnya negara diperlukan bagi anak-anak atau masyarakat, yang memiliki kekurangan," katanya.
Gubernur menyampaikan, para penyandang disabilitas di panti tersebut akan diberikan berbagai pelatihan untuk menunjang kemandirian. Misalnya dilatih berjalan menggunakan tongkat, serta mempelajari sejumlah keterampilan, seperti membuat kerajinan, memijat, dan belajar kesenian.
"Mereka harus siap pakai. Minimal bisa mandiri. Bisa mengurus dirinya sendiri, tidak membebani keluarganya, tidak membebani masyarakat, juga memiliki semangat hidup," katanya.
Ia mengatakan, tinjauannya ini bertujuan untuk melihat aktivitas dan fasilitas yang ada di Panti Penganthi. Memang masih ada beberapa hal yang perlu ditingkatkan, tetapi secara garis besar, para penghuni merasa senang tinggal di panti.
"Penghuni panti sudah saya wawancarai, mereka senang, bangga, (merasa) dihargai, terus mereka merasa hadirnya negara ada. Ini merupakan suatu keluarga besar, panti-panti di Jawa Tengah betul-betul kita openi (rawat)," katanya.
Dalam kunjungannya itu, Gubernur ingin melihat dan memastikan pelayanan dan pembinaan kepada para disabilitas di sana berjalan baik. Orang nomor satu di Jateng itu juga sempat berdialog dengan beberapa penghuni panti.
"Asalnya dari mana?" tanyanya kepada seorang penghuni panti asal Wonosobo bernama Muh Nur Farid.
Farid yang saat itu sedang memijat, tak sadar jika orang yang bertanya kepadanya adalah Gubernur Jateng. Begitu petugas panti memberi tahu, senyum lebar terangkat di wajahnya.
"Ooo, Pak Gubernur. Saya mau minta foto. Saya sudah tiga tahun (tinggal) di sini. Orangtua sudah sepuh, jadi jarang ke sini. Sampun cekap (sudah cukup) di sini, senang banyak temannya," ujarnya saat berdialog dengan Gubernur.
Usai mengunjungi ruang praktik memijat, Gubernur menyempatkan untuk menyapa penghuni lain, di antaranya penghuni yang sedang belajar membaca dan mengaji, menggunakan huruf braille atau sistem tulisan dan cetakan berupa titik-titik timbul untuk para tunanetra.
Tak hanya itu, ia juga sempat berdialog dengan Arista, penghuni panti asal Magelang yang juga merasa senang bisa tinggal di Panti Penganthi. Ia merasa mendapatan banyak pelajaran selama tinggal di sana.
"Terima kasih Pak Gubernur sudah datang ke sini, sudah jenguk kita-kita yang punya kekurangan maupun kelebihan. Kita punya kekurangan. Kekurangan itu bukan buat patokan untuk menyerah, melainkan untuk bangkit," kata Arista.
TEMANGGUNG - Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mengalokasikan anggaran sebesar hampir Rp23 miliar pada tahun 2025, untuk membiayai kurang lebih 6.470 penghuni panti dari total 57 panti yang ada di bawah naungannya.
Hal itu disampaikan oleh Gubernur Jawa Tengah, Komjen Pol (P) Drs. Ahmad Luthfi, S.H., S.St.M.K., saat meninjau Panti Sensorik Netra Penganthi di Kabupaten Temanggung pada Selasa, 15 Juli 2025.
Khusus di Panti Penganthi, jumlah penghuninya ada sekitar 62 orang, terdiri dari 50 orang laki-laki dan 12 perempuan, dengan rincian 43 orang penyandang kebutaan total (totally blind) dan 19 orang penderita low vision (hilangnya sebagian penglihatan, di mana penderitanya masih bisa melihat cahaya, bentuk benda, angka, dan huruf, tetapi cukup terbatas).
"Saya pengen, termasuk dari dinas, cari sebanyak-banyaknya masyarakat Indonesia yang membutuhkan, untuk dimasukkan ke panti kita. Hadirnya negara diperlukan bagi anak-anak atau masyarakat, yang memiliki kekurangan," katanya.
Gubernur menyampaikan, para penyandang disabilitas di panti tersebut akan diberikan berbagai pelatihan untuk menunjang kemandirian. Misalnya dilatih berjalan menggunakan tongkat, serta mempelajari sejumlah keterampilan, seperti membuat kerajinan, memijat, dan belajar kesenian.
"Mereka harus siap pakai. Minimal bisa mandiri. Bisa mengurus dirinya sendiri, tidak membebani keluarganya, tidak membebani masyarakat, juga memiliki semangat hidup," katanya.
Ia mengatakan, tinjauannya ini bertujuan untuk melihat aktivitas dan fasilitas yang ada di Panti Penganthi. Memang masih ada beberapa hal yang perlu ditingkatkan, tetapi secara garis besar, para penghuni merasa senang tinggal di panti.
"Penghuni panti sudah saya wawancarai, mereka senang, bangga, (merasa) dihargai, terus mereka merasa hadirnya negara ada. Ini merupakan suatu keluarga besar, panti-panti di Jawa Tengah betul-betul kita openi (rawat)," katanya.
Dalam kunjungannya itu, Gubernur ingin melihat dan memastikan pelayanan dan pembinaan kepada para disabilitas di sana berjalan baik. Orang nomor satu di Jateng itu juga sempat berdialog dengan beberapa penghuni panti.
"Asalnya dari mana?" tanyanya kepada seorang penghuni panti asal Wonosobo bernama Muh Nur Farid.
Farid yang saat itu sedang memijat, tak sadar jika orang yang bertanya kepadanya adalah Gubernur Jateng. Begitu petugas panti memberi tahu, senyum lebar terangkat di wajahnya.
"Ooo, Pak Gubernur. Saya mau minta foto. Saya sudah tiga tahun (tinggal) di sini. Orangtua sudah sepuh, jadi jarang ke sini. Sampun cekap (sudah cukup) di sini, senang banyak temannya," ujarnya saat berdialog dengan Gubernur.
Usai mengunjungi ruang praktik memijat, Gubernur menyempatkan untuk menyapa penghuni lain, di antaranya penghuni yang sedang belajar membaca dan mengaji, menggunakan huruf braille atau sistem tulisan dan cetakan berupa titik-titik timbul untuk para tunanetra.
Tak hanya itu, ia juga sempat berdialog dengan Arista, penghuni panti asal Magelang yang juga merasa senang bisa tinggal di Panti Penganthi. Ia merasa mendapatan banyak pelajaran selama tinggal di sana.
"Terima kasih Pak Gubernur sudah datang ke sini, sudah jenguk kita-kita yang punya kekurangan maupun kelebihan. Kita punya kekurangan. Kekurangan itu bukan buat patokan untuk menyerah, melainkan untuk bangkit," kata Arista.
Berita Terbaru