Follow Us :              

38 Tahun UPGRIS, Usia Produktif untuk Terus Berkarya

  26 July 2019  |   20:00:00  |   dibaca : 806 
Kategori :
Bagikan :


38 Tahun UPGRIS, Usia Produktif untuk Terus Berkarya

26 July 2019 | 20:00:00 | dibaca : 806
Kategori :
Bagikan :

Foto : Handy (Humas Jateng)

Daftarkan diri anda terlebih dahulu

Foto : Handy (Humas Jateng)

SEMARANG - Sebagai seorang pendidik, guru harus berkompeten dan berintegritas sekaligus mampu menjadi teladan bagi siswanya. Terlebih, tanggung jawab guru tidak hanya mencerdaskan anak didiknya, namun juga menanamkan budi pekerti pada diri generasi muda. 

Sosok istimewa guru dikisahkan oleh dalang kondang Warseno Slenk pada pagelaran wayang kulit dalam rangka Dies Natalis ke-38 Universitas PGRI Semarang (UPGRIS) dengan lakon "Semar Mbangun Jiwa".

"Mau tidak mau guru harus profesional. Kemampuan yang harus dimiliki guru dalam merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, mengupdate materi belajar. Lulusan UPGRIS mencetak pahlawan tanpa tanda jasa," ujarnya saat menampilkan pagelaran wayang kulit di Kampus 4 UPGRIS, Jumat (26/7/2019) malam.

Ketua Yayasan Pembina Lembaga Pendidikan Perguruan Tinggi (YPLP PT) PGRI Semarang Sudharto menjelaskan, sejak awal didirikan 38 tahun silam, UPGRIS yang dahulu dikenal dengan nama IKIP, telah mengalami perkembangan cukup pesat. Saat itu, sarana dan prasarana perguruan tinggi masih terbatas. Jumlah program studi yang dibuka juga tidak banyak. Namun UPGRIS terus berbenah, hingga saat ini jumlah pengajar, pegawai, dan mahasiswa pun bertambah.

"Sebelumnya, wujud UPGRIS adalah institusi keguruan. Saat awal didirikan, baru membuka tiga jurusan. Lambat laun berkembang, hingga sekarang sudah ada empat kampus. Pegawainya sudah sekitar 400an, ditambah 100 pegawai administrasi," jelasnya.

Sudharto menambahkan, dipilihnya lakon "Semar Mbangun Jiwa" untuk menghayati kembali pentingnya pembangunan karakter dalam dunia pendidikan, bahwa kecerdasan tidak ditinjau dari aspek intelektual semata, namun juga kecerdasan spiritual dan sosial-kultural. Tanggung jawab untuk membangun karakter generasi muda tidak hanya ada di pundak guru atau dosen, melainkan juga orang tua dan masyarakat. 

"Mudah-mudahan dengan lakon ini dapat menginspirasi para hadirin bahwa membangunkarakter bukan hanya tanggung jawab guru di sekolah, namun juga orang tua dan masyarakat. Kebiasaan berdisiplin, jujur, menghargai orang lain, dan nilai-nilai Pancasila itu dikembangkan di lembaga pendidikan, rumah atau keluarga, dan masyarakat," bebernya. 

Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah Sri Puryono pun memuji perkembangan UPGRIS yang kini menginjak usia 38 tahun. Menurutnya, usia 38 tahun mencerminkan usia produktif untuk berkarya dan menjadi penentu kesuksesan pada masa mendatang. Disebutkan, salah satu capaian UPGRIS adalah membangun fasilitas pendukung pendidikan, seperti asrama mahasiwa.

"Usia 38 tahun itu bukan usia yang muda, tetapi juga belum tua. Itu usia yang semangat-semangatnya bekerja. Karir seseorang itu ditentukan saat usia 30-45 tahun. Saya rasa UPGRIS perkembangannya luar biasa. Asrama mahasiswa sudah dibangun, sementara ini 50 kamar, tapi tahun 2020 akan ditambah. Ini sejalan dengan fokus Bapak Presiden untuk membangun SDM berkualitas," ujarnya mengapresiasi.

Kepada civitas akademika UPGRIS, Ketua Umum Komite Seni Budaya Nusantara (KSBN) Jawa Tengah itu berpesan agar mereka melawan segala bentuk terorisme dan radikalisme yang berpotensi mengancam keutuhan NKRI. Sri Puryono menegaskan, Pancasila sebagai ideologi negara harus terus dijunjung.

"Ideologi negara tidak bisa kita tawar-tawar lagi. Terorisme dan radikalisme mesti kita basmi, kita cegah dari awal. Tugas pokok mahasiswa itu belajar, jangan sampai kerjaannya rusuh dan menghasut karena itu bukan budaya Timur dan budaya Jawa Tengah. UPGRIS tempat penggodokan sumber daya manusia berkualitas," tandasnya.

 

Baca juga : Hari Bhakti Adhyaksa ke-59, Kejati Gelar Wayangan di Jalan Pahlawan


Bagikan :

SEMARANG - Sebagai seorang pendidik, guru harus berkompeten dan berintegritas sekaligus mampu menjadi teladan bagi siswanya. Terlebih, tanggung jawab guru tidak hanya mencerdaskan anak didiknya, namun juga menanamkan budi pekerti pada diri generasi muda. 

Sosok istimewa guru dikisahkan oleh dalang kondang Warseno Slenk pada pagelaran wayang kulit dalam rangka Dies Natalis ke-38 Universitas PGRI Semarang (UPGRIS) dengan lakon "Semar Mbangun Jiwa".

"Mau tidak mau guru harus profesional. Kemampuan yang harus dimiliki guru dalam merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, mengupdate materi belajar. Lulusan UPGRIS mencetak pahlawan tanpa tanda jasa," ujarnya saat menampilkan pagelaran wayang kulit di Kampus 4 UPGRIS, Jumat (26/7/2019) malam.

Ketua Yayasan Pembina Lembaga Pendidikan Perguruan Tinggi (YPLP PT) PGRI Semarang Sudharto menjelaskan, sejak awal didirikan 38 tahun silam, UPGRIS yang dahulu dikenal dengan nama IKIP, telah mengalami perkembangan cukup pesat. Saat itu, sarana dan prasarana perguruan tinggi masih terbatas. Jumlah program studi yang dibuka juga tidak banyak. Namun UPGRIS terus berbenah, hingga saat ini jumlah pengajar, pegawai, dan mahasiswa pun bertambah.

"Sebelumnya, wujud UPGRIS adalah institusi keguruan. Saat awal didirikan, baru membuka tiga jurusan. Lambat laun berkembang, hingga sekarang sudah ada empat kampus. Pegawainya sudah sekitar 400an, ditambah 100 pegawai administrasi," jelasnya.

Sudharto menambahkan, dipilihnya lakon "Semar Mbangun Jiwa" untuk menghayati kembali pentingnya pembangunan karakter dalam dunia pendidikan, bahwa kecerdasan tidak ditinjau dari aspek intelektual semata, namun juga kecerdasan spiritual dan sosial-kultural. Tanggung jawab untuk membangun karakter generasi muda tidak hanya ada di pundak guru atau dosen, melainkan juga orang tua dan masyarakat. 

"Mudah-mudahan dengan lakon ini dapat menginspirasi para hadirin bahwa membangunkarakter bukan hanya tanggung jawab guru di sekolah, namun juga orang tua dan masyarakat. Kebiasaan berdisiplin, jujur, menghargai orang lain, dan nilai-nilai Pancasila itu dikembangkan di lembaga pendidikan, rumah atau keluarga, dan masyarakat," bebernya. 

Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah Sri Puryono pun memuji perkembangan UPGRIS yang kini menginjak usia 38 tahun. Menurutnya, usia 38 tahun mencerminkan usia produktif untuk berkarya dan menjadi penentu kesuksesan pada masa mendatang. Disebutkan, salah satu capaian UPGRIS adalah membangun fasilitas pendukung pendidikan, seperti asrama mahasiwa.

"Usia 38 tahun itu bukan usia yang muda, tetapi juga belum tua. Itu usia yang semangat-semangatnya bekerja. Karir seseorang itu ditentukan saat usia 30-45 tahun. Saya rasa UPGRIS perkembangannya luar biasa. Asrama mahasiswa sudah dibangun, sementara ini 50 kamar, tapi tahun 2020 akan ditambah. Ini sejalan dengan fokus Bapak Presiden untuk membangun SDM berkualitas," ujarnya mengapresiasi.

Kepada civitas akademika UPGRIS, Ketua Umum Komite Seni Budaya Nusantara (KSBN) Jawa Tengah itu berpesan agar mereka melawan segala bentuk terorisme dan radikalisme yang berpotensi mengancam keutuhan NKRI. Sri Puryono menegaskan, Pancasila sebagai ideologi negara harus terus dijunjung.

"Ideologi negara tidak bisa kita tawar-tawar lagi. Terorisme dan radikalisme mesti kita basmi, kita cegah dari awal. Tugas pokok mahasiswa itu belajar, jangan sampai kerjaannya rusuh dan menghasut karena itu bukan budaya Timur dan budaya Jawa Tengah. UPGRIS tempat penggodokan sumber daya manusia berkualitas," tandasnya.

 

Baca juga : Hari Bhakti Adhyaksa ke-59, Kejati Gelar Wayangan di Jalan Pahlawan


Bagikan :
Daftarkan diri anda terlebih dahulu