Follow Us :              

Ganjar Minta Guru Mapel Bantu Berikan Materi Kebencanaan ke Siswa

  05 September 2019  |   09:00:00  |   dibaca : 583 
Kategori :
Bagikan :


Ganjar Minta Guru Mapel Bantu Berikan Materi Kebencanaan ke Siswa

05 September 2019 | 09:00:00 | dibaca : 583
Kategori :
Bagikan :

Foto : Vivi (Humas Jateng)

Daftarkan diri anda terlebih dahulu

Foto : Vivi (Humas Jateng)

SEMARANG - Gubernur Jateng Ganjar Pranowo menyatakan, sesuai arahan Presiden Joko Widodo, mitigasi bencana harus masuk kurikulum di sekolah-sekolah. Meski di Jateng belum seluruh sekolah menerapkannya, minimal, para guru dapat menyelipkan materi kebencanaan dalam pelajaran mereka.

"Misalnya, guru Biologi, bisa menjelaskan pohon apa yang bisa membantu menahan bencana, bisa dibicarakan dengan kebencanaan. Sampaikan pula sosialisasi jika penggundulan hutan itu bahayanya apa," kata Ganjar saat menjadi pembicara dalam Dialog Interaktif Mitigasi Bencana bersama LPP RRI dalam acara Kentongan di Auditorium USM, Kamis (5/9/2019).

Jateng sebagai supermarket bencana, kata Ganjar, masyarakat harus memahaminya jika bencana itu disebabkan kondisi alam. Sehingga, sebagai manusia, harus berharmonisasi terhadap alam. Kepedulian terhadap alam, harus didorong kepada masyarakat untuk lebih peduli, misalnya dengan mencegah melalui pendidikan dan pelatihan.

Perguruan tinggi pun dilibatkan karena memiliki beragam metode untuk cara untuk menyampaikan kepada masyarakat. Desa tanggap bencana pun dapat terwujud di berbagai daerah rawan bencana yang ada di Jateng.  

Dalam kunjungannya ke Rotterdam Belanda, Ganjar sempat menceritakan kearifan lokal masyarakat di Jateng, mitigasi bencana sebenarnya sudah sejak dulu dilakukan. 

Ketika hewan turun dari gunung, masyarakat sudah bersiap-siap akan terjadi gunung meletus atau erupsi. Jika pintu dan jendela rumah tidak bisa dibuka atau ditutup, berarti ada gempa. Bahkan di Pemalang, jika terjadi gempa, masyarakat akan menancapkan alat penumbuk beras atau "alu janda" ke empat sudut desa agar gempa berhenti.

"Sebagai kearifan lokal, sebenarnya kita sudah memiliki cara mitigasi bencana, namanya ilmu titen. Di Belanda, saya cerita ilmu titen dan alu janda menjadi sesuatu hal yang menarik dan membuat tawa," jelasnya. 

Pembicara lainnya, Deputi Bidang Operasi dan Kesiapsiagaan Basarnas Mayjend TNI Nugroho Budi Wiryanto mengatakan, saat ini Basarnas memiliki 3.313 anggota dari latar belakang disiplin keilmuan. Pihaknya juga rutin menggelar pelatihan dan pendidikan kebencanaan melalui program Basarnas Goes To Campus maupun Basarnas Goes To School. 

"Dengan program itu, tentunya sesuai tugas pokoknya, anggota Basarnas di berbagai daerah di Indonesia dapat terlibat langsung dalam beragam kegiatan, ekseskusi korban bencana maupun mitigasi bencana," katanya. 

Selain Ganjar Pranowo dan Nugroho, hadir pula pembicara lain seperti staf ahli Menteri PUPR Ahmad Gani, Kepala Klimatologi Semarang Tuban Wiyoso, Deputi BNPB Lilik Kurniawan serta Dewan Pengawas LPP RRI Dwi Hernuningsih.

 

Baca juga : Guru Kereta Hingga Guru Siluman Jadi Curhatan Siswa kepada Ganjar


Bagikan :

SEMARANG - Gubernur Jateng Ganjar Pranowo menyatakan, sesuai arahan Presiden Joko Widodo, mitigasi bencana harus masuk kurikulum di sekolah-sekolah. Meski di Jateng belum seluruh sekolah menerapkannya, minimal, para guru dapat menyelipkan materi kebencanaan dalam pelajaran mereka.

"Misalnya, guru Biologi, bisa menjelaskan pohon apa yang bisa membantu menahan bencana, bisa dibicarakan dengan kebencanaan. Sampaikan pula sosialisasi jika penggundulan hutan itu bahayanya apa," kata Ganjar saat menjadi pembicara dalam Dialog Interaktif Mitigasi Bencana bersama LPP RRI dalam acara Kentongan di Auditorium USM, Kamis (5/9/2019).

Jateng sebagai supermarket bencana, kata Ganjar, masyarakat harus memahaminya jika bencana itu disebabkan kondisi alam. Sehingga, sebagai manusia, harus berharmonisasi terhadap alam. Kepedulian terhadap alam, harus didorong kepada masyarakat untuk lebih peduli, misalnya dengan mencegah melalui pendidikan dan pelatihan.

Perguruan tinggi pun dilibatkan karena memiliki beragam metode untuk cara untuk menyampaikan kepada masyarakat. Desa tanggap bencana pun dapat terwujud di berbagai daerah rawan bencana yang ada di Jateng.  

Dalam kunjungannya ke Rotterdam Belanda, Ganjar sempat menceritakan kearifan lokal masyarakat di Jateng, mitigasi bencana sebenarnya sudah sejak dulu dilakukan. 

Ketika hewan turun dari gunung, masyarakat sudah bersiap-siap akan terjadi gunung meletus atau erupsi. Jika pintu dan jendela rumah tidak bisa dibuka atau ditutup, berarti ada gempa. Bahkan di Pemalang, jika terjadi gempa, masyarakat akan menancapkan alat penumbuk beras atau "alu janda" ke empat sudut desa agar gempa berhenti.

"Sebagai kearifan lokal, sebenarnya kita sudah memiliki cara mitigasi bencana, namanya ilmu titen. Di Belanda, saya cerita ilmu titen dan alu janda menjadi sesuatu hal yang menarik dan membuat tawa," jelasnya. 

Pembicara lainnya, Deputi Bidang Operasi dan Kesiapsiagaan Basarnas Mayjend TNI Nugroho Budi Wiryanto mengatakan, saat ini Basarnas memiliki 3.313 anggota dari latar belakang disiplin keilmuan. Pihaknya juga rutin menggelar pelatihan dan pendidikan kebencanaan melalui program Basarnas Goes To Campus maupun Basarnas Goes To School. 

"Dengan program itu, tentunya sesuai tugas pokoknya, anggota Basarnas di berbagai daerah di Indonesia dapat terlibat langsung dalam beragam kegiatan, ekseskusi korban bencana maupun mitigasi bencana," katanya. 

Selain Ganjar Pranowo dan Nugroho, hadir pula pembicara lain seperti staf ahli Menteri PUPR Ahmad Gani, Kepala Klimatologi Semarang Tuban Wiyoso, Deputi BNPB Lilik Kurniawan serta Dewan Pengawas LPP RRI Dwi Hernuningsih.

 

Baca juga : Guru Kereta Hingga Guru Siluman Jadi Curhatan Siswa kepada Ganjar


Bagikan :
Daftarkan diri anda terlebih dahulu