Follow Us :              

Kelola Hutan Harus Detail

  19 December 2017  |   12:00:00  |   dibaca : 229 
Kategori :
Bagikan :


Kelola Hutan Harus Detail

19 December 2017 | 12:00:00 | dibaca : 229
Kategori :
Bagikan :

Foto : (Humas Jateng)

Daftarkan diri anda terlebih dahulu

Foto : (Humas Jateng)

Yogyakarta – Presiden RI Joko Widodo meminta pengelolaan dan pengembangan hutan di Indonesia yang terbentang luas di penjuru nusantara mencontoh Norwegia. Mulai dari penanaman, pemeliharaan, hingga penebangan atau dari hulu sampai hilir dilakukan secara detail.

“Sekitar 1,5 tahun lalu saya bertemu dengan raja Norwegia, beliau bercerita negaranya memiliki kandungan tambang yang sangat gedhe, seperti gas dan minyak bumi  Tapi yang dikembangkan adalah hutannya,” ujar Presiden RI Jokowi saat mengunjungi Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Selasa (19/12).

Turut mendampingi dalam kegiatan rangkaian peringatan Dies Natalis ke-68 UGM tersebut, Sekda Jateng Sri Puryono KS MP yang juga alumnus Fakultas Kehutanan UGM, Rektor UGM Ir Panut Mulyono MEng DEng, sejumlah mantan dosen Fakultas Kehutanan, serta citivas akademika lainnya.

Hanya dari sektor hutan, kata Jokowi, Norwegia mampu menjadi negara dengan income per kapita yang sangat tinggi. Padahal kawasan hutan negara tersebut sangat terbatas. Namun negara seluas wilayah 385, 525 kilometer persegi itu, mampu mengelola hutan dari hulu hingga hilir. Semua dikerjakan secara detail, mulai dari penanaman, pemeliharaan, dan penebangan dikerjakan dengan manajemen sangat detail.

Menurut presiden, seharusnya semua bisa membangun hutan konservasi seperti Wanagama di Gunung Kidul yang luas lahannya 112 hektare. Jika anggaran dari kehutanan yang tidak sedikit itu tidam untuk membangun, hutan-hutan konservasi akan terus tergerus atau hilang. Sehingga harus menyediakan areal hutan khusus untuk pembangunan, furniture maupun lainnya.

“Artinya semua bisa tapi tidak mau mengerjakan. Mestinya anggaran triliunan rupiah setiap tahun tersebut menjadi barang. Kalau tidak puluhan ribu paling tidak jadi seribu atau dua ribu pohon, sehingga 20 tahun menjadi puluhan ribu,” pintanya.

Jokowi tidak ingin penanaman pohon yang dilakukan di daerah, seperti program satu juta pohon yang tumbuh hanya tiga batang, atau satu miliar paling hanya enam batang yang tumbuh. Karenanya tahun depan pengelolaan hutan harus diperbaiki. Terlebih bumi Indonesia mempunyai lahan subur terbentang dari Sabang sampai Merauke. Sayangnya tidak sedikit pula lahan yang tidak telantar dan tidak terurus, mulai dari Pulau Rote sampsi Mianggas.

“Duitnya ada, ini akan saya kejar terus. Harus jadi barang karena anggarannya triliunan rupiah. Artinya uang itu harus jadi pohon hidup, harus jadi hutan dan memakmurkan rakyat,” jelasnya.

Alumus Fakultas Kehutanan UGM angkatan 1980 itu mencontohkan pengembangan hutan rakyat dengan jenis tanaman mahoni. Hutan mahoni tersebut yang menanam, memelihara dan menikmati rakyat dengan pembagian masing-masing dua hektare.

“Lahannya sudah ada, siapa yang minat saya punya stoknya 12,7 hektare. Rakyat yang menanam dan dikorporasikan harus menjadi grup atau kelompok besar, sehingga memiliki ribuan hektare kemudian rakyat menjual ke pabrik,” terangnya.

 

Penulis : Mn, Humas Jateng

Editor : Ul, Diskominfo Jateng


Bagikan :

Yogyakarta – Presiden RI Joko Widodo meminta pengelolaan dan pengembangan hutan di Indonesia yang terbentang luas di penjuru nusantara mencontoh Norwegia. Mulai dari penanaman, pemeliharaan, hingga penebangan atau dari hulu sampai hilir dilakukan secara detail.

“Sekitar 1,5 tahun lalu saya bertemu dengan raja Norwegia, beliau bercerita negaranya memiliki kandungan tambang yang sangat gedhe, seperti gas dan minyak bumi  Tapi yang dikembangkan adalah hutannya,” ujar Presiden RI Jokowi saat mengunjungi Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Selasa (19/12).

Turut mendampingi dalam kegiatan rangkaian peringatan Dies Natalis ke-68 UGM tersebut, Sekda Jateng Sri Puryono KS MP yang juga alumnus Fakultas Kehutanan UGM, Rektor UGM Ir Panut Mulyono MEng DEng, sejumlah mantan dosen Fakultas Kehutanan, serta citivas akademika lainnya.

Hanya dari sektor hutan, kata Jokowi, Norwegia mampu menjadi negara dengan income per kapita yang sangat tinggi. Padahal kawasan hutan negara tersebut sangat terbatas. Namun negara seluas wilayah 385, 525 kilometer persegi itu, mampu mengelola hutan dari hulu hingga hilir. Semua dikerjakan secara detail, mulai dari penanaman, pemeliharaan, dan penebangan dikerjakan dengan manajemen sangat detail.

Menurut presiden, seharusnya semua bisa membangun hutan konservasi seperti Wanagama di Gunung Kidul yang luas lahannya 112 hektare. Jika anggaran dari kehutanan yang tidak sedikit itu tidam untuk membangun, hutan-hutan konservasi akan terus tergerus atau hilang. Sehingga harus menyediakan areal hutan khusus untuk pembangunan, furniture maupun lainnya.

“Artinya semua bisa tapi tidak mau mengerjakan. Mestinya anggaran triliunan rupiah setiap tahun tersebut menjadi barang. Kalau tidak puluhan ribu paling tidak jadi seribu atau dua ribu pohon, sehingga 20 tahun menjadi puluhan ribu,” pintanya.

Jokowi tidak ingin penanaman pohon yang dilakukan di daerah, seperti program satu juta pohon yang tumbuh hanya tiga batang, atau satu miliar paling hanya enam batang yang tumbuh. Karenanya tahun depan pengelolaan hutan harus diperbaiki. Terlebih bumi Indonesia mempunyai lahan subur terbentang dari Sabang sampai Merauke. Sayangnya tidak sedikit pula lahan yang tidak telantar dan tidak terurus, mulai dari Pulau Rote sampsi Mianggas.

“Duitnya ada, ini akan saya kejar terus. Harus jadi barang karena anggarannya triliunan rupiah. Artinya uang itu harus jadi pohon hidup, harus jadi hutan dan memakmurkan rakyat,” jelasnya.

Alumus Fakultas Kehutanan UGM angkatan 1980 itu mencontohkan pengembangan hutan rakyat dengan jenis tanaman mahoni. Hutan mahoni tersebut yang menanam, memelihara dan menikmati rakyat dengan pembagian masing-masing dua hektare.

“Lahannya sudah ada, siapa yang minat saya punya stoknya 12,7 hektare. Rakyat yang menanam dan dikorporasikan harus menjadi grup atau kelompok besar, sehingga memiliki ribuan hektare kemudian rakyat menjual ke pabrik,” terangnya.

 

Penulis : Mn, Humas Jateng

Editor : Ul, Diskominfo Jateng


Bagikan :
Daftarkan diri anda terlebih dahulu