Follow Us :              

Wagub Jateng: Pesantren Harus Jadi Ruang Aman dan Ramah bagi Santri

  12 December 2025  |   07:30:00  |   dibaca : 279 
Kategori :
Bagikan :


Wagub Jateng: Pesantren Harus Jadi Ruang Aman dan Ramah bagi Santri

12 December 2025 | 07:30:00 | dibaca : 279
Kategori :
Bagikan :

Foto : Medianto (Humas Jateng)

Daftarkan diri anda terlebih dahulu

Foto : Medianto (Humas Jateng)

DEMAK — Wakil Gubernur Jawa Tengah, Taj Yasin Maimoen, mengingatkan bahwa isu mengenai perlindungan anak di lingkungan pendidikan, termasuk pondok pesantren, tidak bisa dipandang sebagai persoalan sepele.

Ia menyebut, masih ditemukan puluhan kasus kekerasan, terutama perundungan, dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini tentunya menjadi peringatan serius, agar satuan pendidikan memperkuat sistem pengasuhan dan pengajaran yang aman, nyaman, dan ramah anak.

“Bentuk kekerasan itu tidak selalu fisik, yang paling tinggi justru bullying (perundungan) dan tekanan mental. Ini menimbulkan ketidakpercayaan anak-anak didik kita untuk tumbuh dan menjadi pemimpin,” ucap Wagub di sela acara halaqah bertema Pesantren Aman, Nyaman, dan Ramah Anak yang digelar di Pondok Pesantren Girikesumo, Kecamatan Mranggen, Kabupaten Demak pada Jumat, 12 Desember 2025. 

Sejak tahun 2019 hingga 2025, tercatat ada puluhan kasus kekerasan di lingkungan pesantren. Akan tetapi, hal ini belum sepenuhnya mencerminkan kondisi sebenarnya, karena banyak santri tidak berani menyampaikan persoalan yang terjadi ke pihak yang berwenang. 

“Sering kali santri berasumsi, kalau mereka bicara, harus menjaga nama pesantren dan kiai, sehingga tidak berani menyampaikan,” katanya.

Wagub menyampaikan, pondok pesantren sejatinya merupakan lembaga pendidikan yang bersifat inklusif. Oleh karena itu, pesantren harus menjadi ruang aman bagi seluruh santri, termasuk mereka yang sedang menghadapi persoalan psikologis.

Ia juga menyoroti pentingnya penataan, pembinaan, dan pengawasan, salah satunya terkait senioritas di pesantren. Penugasan santri senior sebagai pengurus merupakan bagian dari pendidikan, akan tetapi hal ini perlu pendampingan agar tidak berubah menjadi tekanan.

“Pemberian ta’zir (hukuman) harus bersifat mendidik,” ucap Wagub.

Sementara itu, Kepala Bidang Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Tengah, Fatkhurronji, menegaskan, guna mewujudkan pesantren ramah anak, tentunya dibutuhkan sistem dan jejaring yang saling terhubung.

“Pesantren yang aman dan nyaman tidak cukup dilihat dari sisi fisik. Harus ada kenyamanan dalam proses pendidikan, dengan jejaring antara pengasuh, orang tua, santri, masyarakat, serta dukungan pemerintah,” ucapnya.

Adapun gelaran halaqah menjadi ruang penguatan komitmen bagi para ustaz dan ustazah, untuk menciptakan lingkungan pesantren yang aman, nyaman, dan ramah anak, sekaligus tetap menjaga nilai-nilai keilmuan dan akhlakul karimah sebagai ciri khas pesantren.


Bagikan :

DEMAK — Wakil Gubernur Jawa Tengah, Taj Yasin Maimoen, mengingatkan bahwa isu mengenai perlindungan anak di lingkungan pendidikan, termasuk pondok pesantren, tidak bisa dipandang sebagai persoalan sepele.

Ia menyebut, masih ditemukan puluhan kasus kekerasan, terutama perundungan, dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini tentunya menjadi peringatan serius, agar satuan pendidikan memperkuat sistem pengasuhan dan pengajaran yang aman, nyaman, dan ramah anak.

“Bentuk kekerasan itu tidak selalu fisik, yang paling tinggi justru bullying (perundungan) dan tekanan mental. Ini menimbulkan ketidakpercayaan anak-anak didik kita untuk tumbuh dan menjadi pemimpin,” ucap Wagub di sela acara halaqah bertema Pesantren Aman, Nyaman, dan Ramah Anak yang digelar di Pondok Pesantren Girikesumo, Kecamatan Mranggen, Kabupaten Demak pada Jumat, 12 Desember 2025. 

Sejak tahun 2019 hingga 2025, tercatat ada puluhan kasus kekerasan di lingkungan pesantren. Akan tetapi, hal ini belum sepenuhnya mencerminkan kondisi sebenarnya, karena banyak santri tidak berani menyampaikan persoalan yang terjadi ke pihak yang berwenang. 

“Sering kali santri berasumsi, kalau mereka bicara, harus menjaga nama pesantren dan kiai, sehingga tidak berani menyampaikan,” katanya.

Wagub menyampaikan, pondok pesantren sejatinya merupakan lembaga pendidikan yang bersifat inklusif. Oleh karena itu, pesantren harus menjadi ruang aman bagi seluruh santri, termasuk mereka yang sedang menghadapi persoalan psikologis.

Ia juga menyoroti pentingnya penataan, pembinaan, dan pengawasan, salah satunya terkait senioritas di pesantren. Penugasan santri senior sebagai pengurus merupakan bagian dari pendidikan, akan tetapi hal ini perlu pendampingan agar tidak berubah menjadi tekanan.

“Pemberian ta’zir (hukuman) harus bersifat mendidik,” ucap Wagub.

Sementara itu, Kepala Bidang Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Tengah, Fatkhurronji, menegaskan, guna mewujudkan pesantren ramah anak, tentunya dibutuhkan sistem dan jejaring yang saling terhubung.

“Pesantren yang aman dan nyaman tidak cukup dilihat dari sisi fisik. Harus ada kenyamanan dalam proses pendidikan, dengan jejaring antara pengasuh, orang tua, santri, masyarakat, serta dukungan pemerintah,” ucapnya.

Adapun gelaran halaqah menjadi ruang penguatan komitmen bagi para ustaz dan ustazah, untuk menciptakan lingkungan pesantren yang aman, nyaman, dan ramah anak, sekaligus tetap menjaga nilai-nilai keilmuan dan akhlakul karimah sebagai ciri khas pesantren.


Bagikan :
Daftarkan diri anda terlebih dahulu