Foto : Irfani (Humas Jateng)
Foto : Irfani (Humas Jateng)
SEMARANG - Khidmah atau melayani merupakan salah satu tradisi para santri. Tidak hanya santri, khidmah juga banyak dilakukan oleh orang-orang sukses sebelum usia 40. Namun perlahan tradisi khidmah tersebut perlahan hilang atau bergeser esensinya.
Hal itu diungkapkan oleh Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin Maimoen dalam acara Ngopi Gayeng dan Maulid Dibaiiyah Wal Barzanji memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW di Rumah Dinas Wakil Gubernur Jawa Tengah, Kamis (28/11/2019) malam. Acara tersebut dihadiri oleh ulama, kiai, habaib, komunitas Sopir Kiai Nusantara (SKNu), serta sejumlah pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.
"Sebelum 40 tahun itu usia yang banyak orang sukses hidupnya dilakukan untuk khidmah. Rosulullah semasa mudanya juga khidmah, para ulama Nusantara juga khidmah. Semua dilakukan di bawah usia 40, kenapa begitu, karena 40 itu usia matang seseorang dan harus sudah tahu tempatnya," kata Taj Yasin Maimoen atau akrab disapa Gus Yasin.
Konsep khidmah atau melayani itu juga yang menjadi komitmen Taj Yasin saat mendapat amanah sebagai Wakil Gubernur Jawa Tengah. Pada usianya yang masih di bawah 40, ia khidmah melayani masyarakat melalui jalan politik.
"Usia saya yang masih 36, belum sampai 40 ini, saya gunakan untuk khidmah. Melayani dan mendengarkan apa yang dikatakan oleh para ulama dan kiai serta Ulil Amri, terutama saat diminta untuk menemani Mas Ganjar melayani masyarakat," tutur putra ulama besar KH Maimoen Zubair tersebut.
Menurut Taj Yasin, khidmah sebagai santri itu ada tiga jenis, yaitu memasrahkan diri kepada kiai, menjadi guru di pondok dan mencarikan dalil-dalil, lalu hikmah bil maal. Namun sekarang ini Khidmah yang seperti itu mulai hilang.
"Semakin ke sini, khidmah itu seperti hilang. Sekarang banyak orang datang ke Kiai dan ulama tidak untuk khidmah rapi datang untuk 'meminta', jadi kiai harus memberi. Padahal konsep dasar khidmah adalah melayani gurunya, melayani masyarakat, sehingga orang yang khidmah itu didekati oleh guru. Jadi sangat penting untuk mengajari khidmah ini pada masa sekarang," ungkapnya.
Sementara itu, Penjabat Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah Herru Setiadhie mengatakan peran para ulama, kiai, dan santri dalam melayani negara dan rakyat sudah ada sejak zaman dulu. Baik era sebelum kemerdekaan maupun pascakemerdekaan hingga pada era milenial. Hal itu yang harus terus dijaga oleh para santri saat ini.
"Peran santri yang khidmah sudah terlihat sejak masa-masa perjuangan kemerdekaan, masa setelah kemerdekaan, dan sekarang era milenial. Semangat itu harus tetap kita jaga, terutama di negara yang penuh kebhinekaan ini maka kesatuan dan persatuan harus dijaga," katanya.
SEMARANG - Khidmah atau melayani merupakan salah satu tradisi para santri. Tidak hanya santri, khidmah juga banyak dilakukan oleh orang-orang sukses sebelum usia 40. Namun perlahan tradisi khidmah tersebut perlahan hilang atau bergeser esensinya.
Hal itu diungkapkan oleh Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin Maimoen dalam acara Ngopi Gayeng dan Maulid Dibaiiyah Wal Barzanji memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW di Rumah Dinas Wakil Gubernur Jawa Tengah, Kamis (28/11/2019) malam. Acara tersebut dihadiri oleh ulama, kiai, habaib, komunitas Sopir Kiai Nusantara (SKNu), serta sejumlah pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.
"Sebelum 40 tahun itu usia yang banyak orang sukses hidupnya dilakukan untuk khidmah. Rosulullah semasa mudanya juga khidmah, para ulama Nusantara juga khidmah. Semua dilakukan di bawah usia 40, kenapa begitu, karena 40 itu usia matang seseorang dan harus sudah tahu tempatnya," kata Taj Yasin Maimoen atau akrab disapa Gus Yasin.
Konsep khidmah atau melayani itu juga yang menjadi komitmen Taj Yasin saat mendapat amanah sebagai Wakil Gubernur Jawa Tengah. Pada usianya yang masih di bawah 40, ia khidmah melayani masyarakat melalui jalan politik.
"Usia saya yang masih 36, belum sampai 40 ini, saya gunakan untuk khidmah. Melayani dan mendengarkan apa yang dikatakan oleh para ulama dan kiai serta Ulil Amri, terutama saat diminta untuk menemani Mas Ganjar melayani masyarakat," tutur putra ulama besar KH Maimoen Zubair tersebut.
Menurut Taj Yasin, khidmah sebagai santri itu ada tiga jenis, yaitu memasrahkan diri kepada kiai, menjadi guru di pondok dan mencarikan dalil-dalil, lalu hikmah bil maal. Namun sekarang ini Khidmah yang seperti itu mulai hilang.
"Semakin ke sini, khidmah itu seperti hilang. Sekarang banyak orang datang ke Kiai dan ulama tidak untuk khidmah rapi datang untuk 'meminta', jadi kiai harus memberi. Padahal konsep dasar khidmah adalah melayani gurunya, melayani masyarakat, sehingga orang yang khidmah itu didekati oleh guru. Jadi sangat penting untuk mengajari khidmah ini pada masa sekarang," ungkapnya.
Sementara itu, Penjabat Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah Herru Setiadhie mengatakan peran para ulama, kiai, dan santri dalam melayani negara dan rakyat sudah ada sejak zaman dulu. Baik era sebelum kemerdekaan maupun pascakemerdekaan hingga pada era milenial. Hal itu yang harus terus dijaga oleh para santri saat ini.
"Peran santri yang khidmah sudah terlihat sejak masa-masa perjuangan kemerdekaan, masa setelah kemerdekaan, dan sekarang era milenial. Semangat itu harus tetap kita jaga, terutama di negara yang penuh kebhinekaan ini maka kesatuan dan persatuan harus dijaga," katanya.
Berita Terbaru