Foto : Medianto (Humas Jateng)
Foto : Medianto (Humas Jateng)
SEMARANG – Pemerintah Provinsi Jawa Tengah bekerja sama dengan Zurich Foundation dan Mercy Corps Indonesia (MCI) untuk menggarap proyek pengelolaan kawasan pesisir terpadu di wilayah pantai utara (pantura).
Kerja sama itu ditandai dengan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) yang dilaksanakan di Hotel Gumaya, Kota Semarang pada Senin, 5 Mei 2025.
Direktur Eksekutif MCI, Ade Soekadis, mengatakan, proyek jangka panjang dalam upaya membangun ketahanan iklim sampai tahun 2035 itu, menyasar wilayah hulu dan hilir. Agenda tersebut akan digarap di sejumlah kabupaten/kota di Jateng, mulai dari Kota Pekalongan, Kabupaten Pekalongan, Kota Semarang, Kabupaten Salatiga, Demak, dan Grobogan.
Hal ini dilakukan lantaran kondisi penurunan muka tanah (land subsidence) yang terjadi di Brebes hingga Jepara dinilai memprihatinkan. Rob dan banjir bandang terjadi di hilir, sebagian areanya bahkan genangan airnya permanen.
“Ini hal yang mendesak untuk ditangani. Oleh karena itu, kami pilih Jateng untuk pekerjaan ini,” katanya.
Ade menyampaikan, penurunan muka tanah di pantura Jateng menjadi pemicu abrasi atau pengikisan tanah pada kawasan pesisir akibat ombak dan arus laut. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengelolaan model kawasan pesisir terpadu yang berketahanan iklim.
Proyek ini dilakukan dalam tiga pendekatan. Pertama, memperkuat kebijakan global dan nasional terkait banjir di pesisir dan genangan pesisir permanen. Kedua, mendorong pembangunan berketahanan iklim yang efektif di tingkat nasional. Ketiga, memberdayakan masyarakat terdampak banjir di pantura Jateng.
Dalam upaya pemberdayaan masyarakat, harus ada mata pencaharian alternatif untuk warga di wilayah yang terdampak abrasi. Misalnya di Pekalongan, pihaknya telah membuat percontohan keramba apung sebagai pilihan mata perncaharian pada sektor perikanan di wilayah yang terdampak abrasi.
“Kita mencari mata pencaharian yang adaptif dan berkelanjutan, supaya masyarakat tetap ada pendapatan secara ekonomi,” jelasnya.
Adapun pendekatan ketahanan iklim di wilayah hulu, perlu dilakukannya konservasi lahan pada sektor pertanian dengan menggunakan pupuk organik, serta menanam tanaman yang akarnya bisa menahan potensi tanah longsor dan banjir bandang.
Ade mencontohkan, pemberdayaan petani itu telah dilakukan di Petungkriyono, Kabupaten Pekalongan. Petani didorong melakukan budidaya tanaman konservasi sehingga tidak memberikan dampak buruk bagi lingkungan.
Wakil Gubernur Jateng, Taj Yasin Maimoen, memberikan apresiasi kepada pihak-pihak yang telah berkontribusi dalam proyek tersebut sehingga Jateng bisa menjadi percontohan pengelolaan kawasan pesisir terpadu di wilayah pantai.
Kontribusi yang diberikan, harapannya bisa menjadi bukti nyata pengelolaan kawasan pesisir terpadu yang berketahanan iklim.
Pada kesempatan itu, Wagub juga meminta resume atau rangkuman kajian dari para peneliti untuk merumuskan kebijakan-kebijakan yang paling tepat dan diperlukan untuk mendukung pengelolaan lingkungan di wilayah tersebut.
Hingga kini, Pemprov Jateng sudah bekerja sama dengan Universitas Diponegoro untuk proyek penyediaan air bersih di wilayah pesisir pantura melalui program desalinasi.
Proyek lain yang sedang dirumuskan adalah pembuatan rumah apung untuk memfasilitasi masyarakat, yang tidak ingin pindah dari rumahnya yang terdampak abrasi. Mereka masih ingin bertahan karena mata pencaharian masyarakat ada di sana.
SEMARANG – Pemerintah Provinsi Jawa Tengah bekerja sama dengan Zurich Foundation dan Mercy Corps Indonesia (MCI) untuk menggarap proyek pengelolaan kawasan pesisir terpadu di wilayah pantai utara (pantura).
Kerja sama itu ditandai dengan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) yang dilaksanakan di Hotel Gumaya, Kota Semarang pada Senin, 5 Mei 2025.
Direktur Eksekutif MCI, Ade Soekadis, mengatakan, proyek jangka panjang dalam upaya membangun ketahanan iklim sampai tahun 2035 itu, menyasar wilayah hulu dan hilir. Agenda tersebut akan digarap di sejumlah kabupaten/kota di Jateng, mulai dari Kota Pekalongan, Kabupaten Pekalongan, Kota Semarang, Kabupaten Salatiga, Demak, dan Grobogan.
Hal ini dilakukan lantaran kondisi penurunan muka tanah (land subsidence) yang terjadi di Brebes hingga Jepara dinilai memprihatinkan. Rob dan banjir bandang terjadi di hilir, sebagian areanya bahkan genangan airnya permanen.
“Ini hal yang mendesak untuk ditangani. Oleh karena itu, kami pilih Jateng untuk pekerjaan ini,” katanya.
Ade menyampaikan, penurunan muka tanah di pantura Jateng menjadi pemicu abrasi atau pengikisan tanah pada kawasan pesisir akibat ombak dan arus laut. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengelolaan model kawasan pesisir terpadu yang berketahanan iklim.
Proyek ini dilakukan dalam tiga pendekatan. Pertama, memperkuat kebijakan global dan nasional terkait banjir di pesisir dan genangan pesisir permanen. Kedua, mendorong pembangunan berketahanan iklim yang efektif di tingkat nasional. Ketiga, memberdayakan masyarakat terdampak banjir di pantura Jateng.
Dalam upaya pemberdayaan masyarakat, harus ada mata pencaharian alternatif untuk warga di wilayah yang terdampak abrasi. Misalnya di Pekalongan, pihaknya telah membuat percontohan keramba apung sebagai pilihan mata perncaharian pada sektor perikanan di wilayah yang terdampak abrasi.
“Kita mencari mata pencaharian yang adaptif dan berkelanjutan, supaya masyarakat tetap ada pendapatan secara ekonomi,” jelasnya.
Adapun pendekatan ketahanan iklim di wilayah hulu, perlu dilakukannya konservasi lahan pada sektor pertanian dengan menggunakan pupuk organik, serta menanam tanaman yang akarnya bisa menahan potensi tanah longsor dan banjir bandang.
Ade mencontohkan, pemberdayaan petani itu telah dilakukan di Petungkriyono, Kabupaten Pekalongan. Petani didorong melakukan budidaya tanaman konservasi sehingga tidak memberikan dampak buruk bagi lingkungan.
Wakil Gubernur Jateng, Taj Yasin Maimoen, memberikan apresiasi kepada pihak-pihak yang telah berkontribusi dalam proyek tersebut sehingga Jateng bisa menjadi percontohan pengelolaan kawasan pesisir terpadu di wilayah pantai.
Kontribusi yang diberikan, harapannya bisa menjadi bukti nyata pengelolaan kawasan pesisir terpadu yang berketahanan iklim.
Pada kesempatan itu, Wagub juga meminta resume atau rangkuman kajian dari para peneliti untuk merumuskan kebijakan-kebijakan yang paling tepat dan diperlukan untuk mendukung pengelolaan lingkungan di wilayah tersebut.
Hingga kini, Pemprov Jateng sudah bekerja sama dengan Universitas Diponegoro untuk proyek penyediaan air bersih di wilayah pesisir pantura melalui program desalinasi.
Proyek lain yang sedang dirumuskan adalah pembuatan rumah apung untuk memfasilitasi masyarakat, yang tidak ingin pindah dari rumahnya yang terdampak abrasi. Mereka masih ingin bertahan karena mata pencaharian masyarakat ada di sana.
Berita Terbaru