Foto : Gholib (Humas Jateng)
Foto : Gholib (Humas Jateng)
SEMARANG – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah bersama Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah menandatangani nota kesepahaman (MoU) terkait pelaksanaan pidana kerja sosial. Hal ini sebagai implementasi Undang-Undang No 1 tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Penandatanganan serupa juga dilakukan antara para Kajari dengan bupati/wali kota se-Jawa Tengah sebagai langkah persiapan menjelang pemberlakuan penuh KUHP pada 2026.
MoU tersebut mencakup koordinasi teknis, penyediaan lokasi kerja sosial, pengawasan, pembinaan, penyediaan data, hingga sosialisasi kepada masyarakat.
Gubernur Jawa Tengah, Komjen Pol (P) Drs. Ahmad Luthfi, S.H, S.St, M.K. menyatakan, pidana kerja sosial merupakan bagian penting dari konsep restorative justice. Menurutnya, pidana kerja sosial adalah bagian dari reformasi hukum yang lebih humanis.
“Ini bukan sekadar hukuman, tetapi cara agar pelaku memahami kesalahannya dan memperbaiki diri melalui kontribusi kepada masyarakat,” ujarnya.
Gubernur menekankan, yurisdiksi kerja sosial berada pada kewenangan bupati dan wali kota, sehingga koordinasi dan pengawasan harus dipastikan berjalan dengan ketat.
“Kepala daerah harus memastikan tempat kerja sosial itu bermanfaat, tidak merendahkan martabat, dan tidak dikomersialkan. Pengawasan melekat ada di daerah, dan pelaksanaannya wajib dilaporkan ke Kejaksaan,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan agar lokasi kerja sosial tidak digunakan secara transaksional atau menyimpang.
“Ini penting karena menyangkut asas keadilan bagi terpidana dan kepercayaan publik terhadap sistem hukum,” lanjutnya.
Plt. Sekretaris Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum), Undang Mogupal menegaskan, bahwa implementasi KUHP baru membutuhkan kesiapan daerah.
“Tanggal 2 Januari 2026 KUHP baru mulai berlaku, dan pidana kerja sosial sudah masuk sebagai pidana pokok. Pelaksanaannya tidak bisa hanya mengandalkan kejaksaan, harus kolaborasi dengan gubernur, bupati, dan wali kota,” jelasnya.
Ia menjelaskan bahwa hakim nantinya hanya menetapkan lamanya masa pidana kerja sosial, sementara bentuk kegiatannya akan disesuaikan dengan kesiapan pemerintah daerah.
“Kita sebagai eksekutor akan melaksanakan sesuai amar putusan. Untuk menentukan bentuk kerja sosialnya, kita komunikasikan dengan pemerintah daerah agar tepat dan bermanfaat,” kata Undang.
Menurutnya, pidana kerja sosial juga menjadi upaya untuk mengurangi overkapasitas Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), sekaligus memberi ruang pembinaan melalui pelatihan keterampilan.
“Dengan pelatihan keterampilan, mereka dapat kembali sebagai individu yang produktif,” ungkapnya.
Dukungan juga disampaikan oleh Plt. Direktur Utama PT Jamkrindo, Abdul Bari, terhadap implementasi pidana kerja sosial melalui program Tanggung Jawan Sosial dan Lingkungan (TJSL).
“Jamkrindo punya jaringan kantor di berbagai daerah di Jateng. Kami siap menyediakan lokasi, pendampingan, dan pelatihan literasi keuangan serta pemberdayaan UMKM,” ujar Bari.
Ia menambahkan pengalaman program sosial Jamkrindo di berbagai daerah dapat langsung diadaptasi untuk mendukung pelaksanaan di Jawa Tengah.
SEMARANG – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah bersama Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah menandatangani nota kesepahaman (MoU) terkait pelaksanaan pidana kerja sosial. Hal ini sebagai implementasi Undang-Undang No 1 tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Penandatanganan serupa juga dilakukan antara para Kajari dengan bupati/wali kota se-Jawa Tengah sebagai langkah persiapan menjelang pemberlakuan penuh KUHP pada 2026.
MoU tersebut mencakup koordinasi teknis, penyediaan lokasi kerja sosial, pengawasan, pembinaan, penyediaan data, hingga sosialisasi kepada masyarakat.
Gubernur Jawa Tengah, Komjen Pol (P) Drs. Ahmad Luthfi, S.H, S.St, M.K. menyatakan, pidana kerja sosial merupakan bagian penting dari konsep restorative justice. Menurutnya, pidana kerja sosial adalah bagian dari reformasi hukum yang lebih humanis.
“Ini bukan sekadar hukuman, tetapi cara agar pelaku memahami kesalahannya dan memperbaiki diri melalui kontribusi kepada masyarakat,” ujarnya.
Gubernur menekankan, yurisdiksi kerja sosial berada pada kewenangan bupati dan wali kota, sehingga koordinasi dan pengawasan harus dipastikan berjalan dengan ketat.
“Kepala daerah harus memastikan tempat kerja sosial itu bermanfaat, tidak merendahkan martabat, dan tidak dikomersialkan. Pengawasan melekat ada di daerah, dan pelaksanaannya wajib dilaporkan ke Kejaksaan,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan agar lokasi kerja sosial tidak digunakan secara transaksional atau menyimpang.
“Ini penting karena menyangkut asas keadilan bagi terpidana dan kepercayaan publik terhadap sistem hukum,” lanjutnya.
Plt. Sekretaris Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum), Undang Mogupal menegaskan, bahwa implementasi KUHP baru membutuhkan kesiapan daerah.
“Tanggal 2 Januari 2026 KUHP baru mulai berlaku, dan pidana kerja sosial sudah masuk sebagai pidana pokok. Pelaksanaannya tidak bisa hanya mengandalkan kejaksaan, harus kolaborasi dengan gubernur, bupati, dan wali kota,” jelasnya.
Ia menjelaskan bahwa hakim nantinya hanya menetapkan lamanya masa pidana kerja sosial, sementara bentuk kegiatannya akan disesuaikan dengan kesiapan pemerintah daerah.
“Kita sebagai eksekutor akan melaksanakan sesuai amar putusan. Untuk menentukan bentuk kerja sosialnya, kita komunikasikan dengan pemerintah daerah agar tepat dan bermanfaat,” kata Undang.
Menurutnya, pidana kerja sosial juga menjadi upaya untuk mengurangi overkapasitas Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), sekaligus memberi ruang pembinaan melalui pelatihan keterampilan.
“Dengan pelatihan keterampilan, mereka dapat kembali sebagai individu yang produktif,” ungkapnya.
Dukungan juga disampaikan oleh Plt. Direktur Utama PT Jamkrindo, Abdul Bari, terhadap implementasi pidana kerja sosial melalui program Tanggung Jawan Sosial dan Lingkungan (TJSL).
“Jamkrindo punya jaringan kantor di berbagai daerah di Jateng. Kami siap menyediakan lokasi, pendampingan, dan pelatihan literasi keuangan serta pemberdayaan UMKM,” ujar Bari.
Ia menambahkan pengalaman program sosial Jamkrindo di berbagai daerah dapat langsung diadaptasi untuk mendukung pelaksanaan di Jawa Tengah.