Follow Us :              

Kreskros, Sulap Plastik Kresek Jadi Kerajinan Bernilai Tinggi

  25 May 2019  |   16:30:00  |   dibaca : 4882 
Kategori :
Bagikan :


Kreskros, Sulap Plastik Kresek Jadi Kerajinan Bernilai Tinggi

25 May 2019 | 16:30:00 | dibaca : 4882
Kategori :
Bagikan :

Foto : Sigit (Humas Jateng)

Daftarkan diri anda terlebih dahulu

Foto : Sigit (Humas Jateng)

SEMARANG - Deretan bingkai foto dan piagam penghargaan berpigura menghiasi dinding bangunan mungil yang menyatu dengan rumah toko di Jalan Jenderal Soedirman No. 43, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang. Begitu memasuki ruang tamu bangunan bercat putih itu, terdengar suara mesin jahit. Tampak juga sejumlah perempuan tengah duduk lesehan dengan setumpuk lembaran plastik berwarna hitam di hadapannya.

Salah seorang diantaranya adalah Kristin Lestari, 36. Kedua tangan ibu dua orang anak asal Desa Pasekan, Kecamatan Ambarawa ini terlihat lincah menggosok selembar plastik berwarna hitam menggunakan setrika. Secara estafet, dia merapikan selembar plastik hitam itu setelah seorang rekan yang duduk lesehan disebelahnya selesai memotong-motong kantong plastik kresek yang tersimpan di dalam karung.

Itulah kesibukan studio desain sekaligus tempat workshop produk kriya bermerek Kreskros. Setiap harinya, mulai pukul 07.30-16.30WIB, Kristin dan sembilan pekerja lainnya membikin produk-produk yang fashionable, stylish dan modern berupa tas dan aksesoris. Istimewanya, produk tersebut berbahan baku rajut plastik.

“Sebelumnya saya hanya di rumah mengurus anak. Namun setelah bekerja di sini saya diajari proses membuat tas dari mulai proses mendaur ulang kantong kresek, memotong, menjahit hingga merajut. Alhamdulillah, upah yang saya peroleh bisa membantu mengurangi beban pengeluaran suami. Apalagi jaraknya dekat, sekitar 15 menit dari rumah,” ujar perempuan yang hampir dua tahun lamanya bekerja di Kreskros.

Nah, siapa sangka bos sekaligus pemilik usaha Kreskos ternyata masih berusia muda. Deasy Esterina nama lengkapnya. Dara kelahiran 7 Desember 1990 silam ini menggeluti usahanya berawal dari kegemarannya merajut semasa masih kuliah di Universitas Ciputra Surabaya. Adapun merek Kreskros diambil dari akronim kresek untuk Kres dan Kros yang diambil dari kata Crochet atau kegiatan merajut.

“Produk pertama Kreskros itu Oktober 2014 bentuknya totebag. Awalnya masih sekadar hobi yang semuanya ini saya bikin sendiri. Dari cari kresek sendiri atau minta ke teman, beli benang sisa, menjahit bahan kresek sendiri yang masih mencong-mencong (tidak rapi),” cerita perempuan biasa disapa Eci ini seraya memamerkan totebag pertamanya dengan rajutan didominasi warna merah marun.

Dua tahun lamanya bekerja di Surabaya, anak ketiga dari empat bersaudara pasangan suami istri, Edi Sartono dan Elly Suyatmi ini lantas pulang kampung ke Ambarawa dengan niat menjadikan Kreskos sebagai usaha utamanya. Dia pulang dengan membawa bekal serangkaian riset pemilihan bahan baku, membikin ulang logo, hingga menjadikan Kreskros sebagai produk alternative penanganan limbah yang akan menyasar kaum urban.

“Dari pemilihan material, inspirasinya ketika baca artikel dan lain-lain. Ternyata, penggunaan plastik ini sebuah isu yang sudah global. Saya berpikir ini saatnya do something. Meskipun (tindakan) kecil, dari plastik yang pernah dipakai ini bagaimana menjadikan produk Kreskros berdampak bagi internal maupun lingkungan dan sosial. Apalagi banyak di sekitaran Ambarawa yang menghasilkan limbah plastik berton- ton,” paparnya yang setiap tiga bulan sekali mencari pasokan 75-150 kilogram plastik dari pengepul di Ambarawa.

Berjalannya waktu, rupanya Kreskros sukses mencuri perhatian pecinta fashion. Memasarkannya secara online membuat produk ini berhasil melanglangbuana ke beberapa kota besar di Indonesia, termasuk diminati pembeli dari Belanda, Singapura, Amerika dan Australia. Selain itu, produk Kreskros juga pernah dipamerkan dalam ajang Jakarta Fashion Week, Jakarta Fashion Trend, dan Good Design Indonesia. Bahkan produknya pernah dibeli bassist dari grup band Kotak, Chua, dan salah satu penulis ternama di Tanah Air, Dewi Lestari.

“Untuk harga jualnya antara Rp100 ribu sampai Rp2,4 juta berupa tas koper. Kenapa harganya semakin mahal? Karena prosesnya membutuhkan waktu untuk pengerjaan daur ulang plastiknya. Dari mulai mengumpulkan, kita cuci, kita lap, proses pembersihan, dipotong-potong, disambung-sambung panjang jadi benang, lalu baru dirajut. Satu produk tas bisa menghabiskan waktu sampai tiga hari sendiri. Nah itu yang kita hitung sehingga siapapun yang bekerja di sini bisa mendapatkan upah kerja yang layak,” pungkas Eci.

 

Baca juga : Sepatu Dari Limbah Plastik, Ganjar: Ini Harus Ditiru Semua Daerah


Bagikan :

SEMARANG - Deretan bingkai foto dan piagam penghargaan berpigura menghiasi dinding bangunan mungil yang menyatu dengan rumah toko di Jalan Jenderal Soedirman No. 43, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang. Begitu memasuki ruang tamu bangunan bercat putih itu, terdengar suara mesin jahit. Tampak juga sejumlah perempuan tengah duduk lesehan dengan setumpuk lembaran plastik berwarna hitam di hadapannya.

Salah seorang diantaranya adalah Kristin Lestari, 36. Kedua tangan ibu dua orang anak asal Desa Pasekan, Kecamatan Ambarawa ini terlihat lincah menggosok selembar plastik berwarna hitam menggunakan setrika. Secara estafet, dia merapikan selembar plastik hitam itu setelah seorang rekan yang duduk lesehan disebelahnya selesai memotong-motong kantong plastik kresek yang tersimpan di dalam karung.

Itulah kesibukan studio desain sekaligus tempat workshop produk kriya bermerek Kreskros. Setiap harinya, mulai pukul 07.30-16.30WIB, Kristin dan sembilan pekerja lainnya membikin produk-produk yang fashionable, stylish dan modern berupa tas dan aksesoris. Istimewanya, produk tersebut berbahan baku rajut plastik.

“Sebelumnya saya hanya di rumah mengurus anak. Namun setelah bekerja di sini saya diajari proses membuat tas dari mulai proses mendaur ulang kantong kresek, memotong, menjahit hingga merajut. Alhamdulillah, upah yang saya peroleh bisa membantu mengurangi beban pengeluaran suami. Apalagi jaraknya dekat, sekitar 15 menit dari rumah,” ujar perempuan yang hampir dua tahun lamanya bekerja di Kreskros.

Nah, siapa sangka bos sekaligus pemilik usaha Kreskos ternyata masih berusia muda. Deasy Esterina nama lengkapnya. Dara kelahiran 7 Desember 1990 silam ini menggeluti usahanya berawal dari kegemarannya merajut semasa masih kuliah di Universitas Ciputra Surabaya. Adapun merek Kreskros diambil dari akronim kresek untuk Kres dan Kros yang diambil dari kata Crochet atau kegiatan merajut.

“Produk pertama Kreskros itu Oktober 2014 bentuknya totebag. Awalnya masih sekadar hobi yang semuanya ini saya bikin sendiri. Dari cari kresek sendiri atau minta ke teman, beli benang sisa, menjahit bahan kresek sendiri yang masih mencong-mencong (tidak rapi),” cerita perempuan biasa disapa Eci ini seraya memamerkan totebag pertamanya dengan rajutan didominasi warna merah marun.

Dua tahun lamanya bekerja di Surabaya, anak ketiga dari empat bersaudara pasangan suami istri, Edi Sartono dan Elly Suyatmi ini lantas pulang kampung ke Ambarawa dengan niat menjadikan Kreskos sebagai usaha utamanya. Dia pulang dengan membawa bekal serangkaian riset pemilihan bahan baku, membikin ulang logo, hingga menjadikan Kreskros sebagai produk alternative penanganan limbah yang akan menyasar kaum urban.

“Dari pemilihan material, inspirasinya ketika baca artikel dan lain-lain. Ternyata, penggunaan plastik ini sebuah isu yang sudah global. Saya berpikir ini saatnya do something. Meskipun (tindakan) kecil, dari plastik yang pernah dipakai ini bagaimana menjadikan produk Kreskros berdampak bagi internal maupun lingkungan dan sosial. Apalagi banyak di sekitaran Ambarawa yang menghasilkan limbah plastik berton- ton,” paparnya yang setiap tiga bulan sekali mencari pasokan 75-150 kilogram plastik dari pengepul di Ambarawa.

Berjalannya waktu, rupanya Kreskros sukses mencuri perhatian pecinta fashion. Memasarkannya secara online membuat produk ini berhasil melanglangbuana ke beberapa kota besar di Indonesia, termasuk diminati pembeli dari Belanda, Singapura, Amerika dan Australia. Selain itu, produk Kreskros juga pernah dipamerkan dalam ajang Jakarta Fashion Week, Jakarta Fashion Trend, dan Good Design Indonesia. Bahkan produknya pernah dibeli bassist dari grup band Kotak, Chua, dan salah satu penulis ternama di Tanah Air, Dewi Lestari.

“Untuk harga jualnya antara Rp100 ribu sampai Rp2,4 juta berupa tas koper. Kenapa harganya semakin mahal? Karena prosesnya membutuhkan waktu untuk pengerjaan daur ulang plastiknya. Dari mulai mengumpulkan, kita cuci, kita lap, proses pembersihan, dipotong-potong, disambung-sambung panjang jadi benang, lalu baru dirajut. Satu produk tas bisa menghabiskan waktu sampai tiga hari sendiri. Nah itu yang kita hitung sehingga siapapun yang bekerja di sini bisa mendapatkan upah kerja yang layak,” pungkas Eci.

 

Baca juga : Sepatu Dari Limbah Plastik, Ganjar: Ini Harus Ditiru Semua Daerah


Bagikan :
Daftarkan diri anda terlebih dahulu