Follow Us :              

Ungkap Trilogi Falsafah khas Jateng, Wagub Ajak Asah Kecerdasan Intelektual, Kepekaan Moral dan Nurani

  05 September 2022  |   14:00:00  |   dibaca : 523 
Kategori :
Bagikan :


Ungkap Trilogi Falsafah khas Jateng, Wagub Ajak Asah Kecerdasan Intelektual, Kepekaan Moral dan Nurani

05 September 2022 | 14:00:00 | dibaca : 523
Kategori :
Bagikan :

Foto : Handy (Humas Jateng)

Daftarkan diri anda terlebih dahulu

Foto : Handy (Humas Jateng)

SEMARANG - Jawa Tengah (Jateng) merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang tidak hanya kaya dengan sumber daya alam maupun manusia. Provinsi dengan lebih dari 33 juta penduduk ini, juga mempunyai kekayaan budaya yang mengandung nilai-nilai sosial, budaya dan menjadi karakter bangsa. 

Wakil Gubernur (Wagub) Jateng, Taj Yasin Maimoen, menyampaikan informasi tersebut saat menjadi pembicara kunci dalam kegiatan Djawa Soegih International Seminar yang diselenggarakan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Senin (05/09/2022) secara virtual di Rumah Dinas Rinjani. 

Jateng, menurut Wagub, memiliki kekayaan falsafah lokal yang menjadi spirit pembangunan nasional. Pembangunan ini meliputi pembangunan secara fisik dan pembangunan karakter sumber daya manusia. Ada trilogi khas Jateng yang relevan dan sesuai sebagai spirit pembangunan nasional. 

"Pertama, mangasah mingising budi adalah falsafah yang menghendaki adanya sarana untuk mengasah ketajaman akal dan budi. Mengasah kecerdasan intelektual sekaligus kepekaan moral dan nurani," tuturnya. 

Jika diaktualisasikan dalam pembangunan, menurut Wagub, pembangunan harus diarahkan untuk memperkuat penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, sebagai basis pembangunan intelektual. Di sisi lain, pembangunan juga harus memperhatikan kelestarian lingkungan serta pembangunan berkelanjutan. 

"Kedua, memasuh malaning bumi adalah falsafah yang menghendaki setiap manusia untuk membersihkan segala sesuatu yang mengotori kehidupan," ujarnya. 

Dalam konteks pembangunan, lanjutnya, aktualisasi dari falsafah tersebut adalah membersihkan narasi-narasi kotor dan membersihkan niat dalam pembangunan. Membangun hanya semata-mata untuk menyejahterakan dan mencerdaskan rakyat. Menghindari korupsi, kolusi, suap, kongkalikong, dan gratifikasi dalam proses pembangunan bangsa, adalah contoh praktik dari falsafah ini. 

"Ketiga, memayu hayuning bawana adalah falsafah yang menghendaki setiap manusia agar memperindah keindahan dunia, serta mengusahakan keselamatan, kebahagiaan dan kesejahteraan hidup," jelasnya. 

Dalam kosmologi masyarakat Jateng, memayu hayuning bawana menjelma sebagai spiritualitas budaya yang mengutamakan keharmonisan dalam hidup. Dalam konteks pembangunan, falsafah tersebut dapat diaktualisasikan dengan prinsip pemerataan pembangunan agar tidak tercipta kesenjangan sosial yang dapat merusak keharmonisan kehidupan. 

Apabila dilakukan dengan cermat secara konstruksional, maka tiga falsafah di atas, imbuh Wagub, menjadi tiga nilai esensial pembangunan nasional. Yakni, pembangunan sumber daya manusia berbasis pembangunan berkelanjutan, pembangunan kesejahteraan, dan pemerataan pembangunan. 

Wagub mengajak agar falsafah-falsafah tersebut terus dilestarikan, menjadi dasar dari setiap tindakan warga Jateng, baik dalam kehidupan keseharian, maupun dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.


Bagikan :

SEMARANG - Jawa Tengah (Jateng) merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang tidak hanya kaya dengan sumber daya alam maupun manusia. Provinsi dengan lebih dari 33 juta penduduk ini, juga mempunyai kekayaan budaya yang mengandung nilai-nilai sosial, budaya dan menjadi karakter bangsa. 

Wakil Gubernur (Wagub) Jateng, Taj Yasin Maimoen, menyampaikan informasi tersebut saat menjadi pembicara kunci dalam kegiatan Djawa Soegih International Seminar yang diselenggarakan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Senin (05/09/2022) secara virtual di Rumah Dinas Rinjani. 

Jateng, menurut Wagub, memiliki kekayaan falsafah lokal yang menjadi spirit pembangunan nasional. Pembangunan ini meliputi pembangunan secara fisik dan pembangunan karakter sumber daya manusia. Ada trilogi khas Jateng yang relevan dan sesuai sebagai spirit pembangunan nasional. 

"Pertama, mangasah mingising budi adalah falsafah yang menghendaki adanya sarana untuk mengasah ketajaman akal dan budi. Mengasah kecerdasan intelektual sekaligus kepekaan moral dan nurani," tuturnya. 

Jika diaktualisasikan dalam pembangunan, menurut Wagub, pembangunan harus diarahkan untuk memperkuat penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, sebagai basis pembangunan intelektual. Di sisi lain, pembangunan juga harus memperhatikan kelestarian lingkungan serta pembangunan berkelanjutan. 

"Kedua, memasuh malaning bumi adalah falsafah yang menghendaki setiap manusia untuk membersihkan segala sesuatu yang mengotori kehidupan," ujarnya. 

Dalam konteks pembangunan, lanjutnya, aktualisasi dari falsafah tersebut adalah membersihkan narasi-narasi kotor dan membersihkan niat dalam pembangunan. Membangun hanya semata-mata untuk menyejahterakan dan mencerdaskan rakyat. Menghindari korupsi, kolusi, suap, kongkalikong, dan gratifikasi dalam proses pembangunan bangsa, adalah contoh praktik dari falsafah ini. 

"Ketiga, memayu hayuning bawana adalah falsafah yang menghendaki setiap manusia agar memperindah keindahan dunia, serta mengusahakan keselamatan, kebahagiaan dan kesejahteraan hidup," jelasnya. 

Dalam kosmologi masyarakat Jateng, memayu hayuning bawana menjelma sebagai spiritualitas budaya yang mengutamakan keharmonisan dalam hidup. Dalam konteks pembangunan, falsafah tersebut dapat diaktualisasikan dengan prinsip pemerataan pembangunan agar tidak tercipta kesenjangan sosial yang dapat merusak keharmonisan kehidupan. 

Apabila dilakukan dengan cermat secara konstruksional, maka tiga falsafah di atas, imbuh Wagub, menjadi tiga nilai esensial pembangunan nasional. Yakni, pembangunan sumber daya manusia berbasis pembangunan berkelanjutan, pembangunan kesejahteraan, dan pemerataan pembangunan. 

Wagub mengajak agar falsafah-falsafah tersebut terus dilestarikan, menjadi dasar dari setiap tindakan warga Jateng, baik dalam kehidupan keseharian, maupun dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.


Bagikan :
Daftarkan diri anda terlebih dahulu