Follow Us :              

Nobar, Ganjar: Kegilaan Film Ini Mestinya Menginspirasi

  21 October 2018  |   20:00:00  |   dibaca : 784 
Kategori :
Bagikan :


Nobar, Ganjar: Kegilaan Film Ini Mestinya Menginspirasi

21 October 2018 | 20:00:00 | dibaca : 784
Kategori :
Bagikan :

Foto : Slam (Humas Jateng)

Daftarkan diri anda terlebih dahulu

Foto : Slam (Humas Jateng)

SEMARANG - Ide dan kenekatan menjadi modal penting film Tengkorak karya Yusron Fuadi hingga bisa menghiasi layar lebar tanah air. Meski digarap dengan dana minimalis, nyatanya film ini menjadi nominasi Best Film untuk kategori Science Fiction, Fantasy, dan Thriller pada ajang Cinefest 2018 di California, AS.

Yusron Fuadi, penulis naskah, pemain sekaligus sutradara mengakui film ini digarap dengan modal kenekatan selama empat tahun. Bagaimana tidak, untuk menggaet pemain saja 90 persennya dia comot dari civitas akademika tempatnya mengampu, Universitas Gadjah Mada (UGM), dari mahasiswa sampai rektor. Bahkan untuk pendanaan dia sengaja mengetuk bahu satu persatu rekannya untuk tumpukan. 

"Akhirnya semua rela setelah menerima ide film ini," katanya saat nonton bareng di XXI DP Mall Semarang bersama Keluarga Alumni Gadjah Mada (Kagama), Minggu (21/10/2018) malam. 

Film ini dia kategorikan dalam fiksi ilmiah, kategori yang menurutnya jarang digarap filmaker Indonesia. Mengangkat kisah penemuan tengkorak raksasa berukuran 1,85 km di Yogyakarta pada tahun 2006. Penemuan tersebut seolah menjadi menjadi obat setelah DIY diguncang gempa yang menewaskan ribuan warganya dan meluluhlantakkan pemukiman. Penemuan dahsyat itu akhirnya mengundang perhatian pemerintah Indonesia, sekaligus menarik minat ilmuwan dunia.

Atas berbagai pertimbangan, akhirnya pemerintah memutuskan memilih Jerman sebagai mitra penguak fakta, dengan menyingkirkan peran (ilmuwan) Amerika dan China. Untuk menjaga ilmuwan dalam meneliti, misi tersebut melibatkan militer dengan segenap perangkat intelejennya. Namun akhirnya penelitian itu digagalkan dan pemerintah memutuskan menghancurkan tengkorak yang berpuluh kali lipat besarnya dibanding menara Eiffel. 

"Ini khas banget anak-anak Jogja, anak-anak UGM, membuat cerita dengan lompatan-lompatan tinggi, penggabungan antara pesan science kultur dengan gaya sleng, termasuk pesan spiritual dikombinasikan," kata Gubernur Jateng Ganjar Pranowo usai nobar. 

Memang film tersebut menjadi padu padan beberapa nilai filosofis. Dari hubungan pria dan wanita yang menggelitik, lelucon-lelucon kehidupan khas Jawa sampai hal serius bagaimana pemerintah menghargai ilmu pengetahuan. Namun di luar itu yang membuat Ganjar tergelitik adalah pelibatan pemain dengan basic ilmuwan secara natural dari UGM. 

"Kalau yang nonton orang-orang UGM dia tau bahwa para pemain itu profesor sungguhan. Tadi itu prof Edy, ketembak mati. Ada Pak Rektor, ada 10 dekan," katanya. 

Film "made in UGM" itu menurut Ganjar sangat kental jika dilihat dari sisi keberanian dan kematangan ide. Kata Ganjar, banyak filmaker indie namun ruangnya tidak terbuka lebar dan akhirnya karyanya berupa film pendek. Dia berharap para filmaker muda untuk berani beride berani beraksi dan berani menampilkan pada publik. 

"Mudah-mudahan kenekatan ini, kegilaan ini bisa menginspirasi bahwa sebuah idealisme sebuah cita-cita bisa tercapai. Mudah-mudahan mendorong yang muda-muda yang suka film mulai yang amatir untuk berani sedikit nekat untuk masuk kepada film-film yang mendekati profesional dan mendekati komersil," katanya.
(Ibra/Puji/Humas Jateng)

 

Baca juga : Ganjar Beri Kejutan Penonton Undip Berpuisi


Bagikan :

SEMARANG - Ide dan kenekatan menjadi modal penting film Tengkorak karya Yusron Fuadi hingga bisa menghiasi layar lebar tanah air. Meski digarap dengan dana minimalis, nyatanya film ini menjadi nominasi Best Film untuk kategori Science Fiction, Fantasy, dan Thriller pada ajang Cinefest 2018 di California, AS.

Yusron Fuadi, penulis naskah, pemain sekaligus sutradara mengakui film ini digarap dengan modal kenekatan selama empat tahun. Bagaimana tidak, untuk menggaet pemain saja 90 persennya dia comot dari civitas akademika tempatnya mengampu, Universitas Gadjah Mada (UGM), dari mahasiswa sampai rektor. Bahkan untuk pendanaan dia sengaja mengetuk bahu satu persatu rekannya untuk tumpukan. 

"Akhirnya semua rela setelah menerima ide film ini," katanya saat nonton bareng di XXI DP Mall Semarang bersama Keluarga Alumni Gadjah Mada (Kagama), Minggu (21/10/2018) malam. 

Film ini dia kategorikan dalam fiksi ilmiah, kategori yang menurutnya jarang digarap filmaker Indonesia. Mengangkat kisah penemuan tengkorak raksasa berukuran 1,85 km di Yogyakarta pada tahun 2006. Penemuan tersebut seolah menjadi menjadi obat setelah DIY diguncang gempa yang menewaskan ribuan warganya dan meluluhlantakkan pemukiman. Penemuan dahsyat itu akhirnya mengundang perhatian pemerintah Indonesia, sekaligus menarik minat ilmuwan dunia.

Atas berbagai pertimbangan, akhirnya pemerintah memutuskan memilih Jerman sebagai mitra penguak fakta, dengan menyingkirkan peran (ilmuwan) Amerika dan China. Untuk menjaga ilmuwan dalam meneliti, misi tersebut melibatkan militer dengan segenap perangkat intelejennya. Namun akhirnya penelitian itu digagalkan dan pemerintah memutuskan menghancurkan tengkorak yang berpuluh kali lipat besarnya dibanding menara Eiffel. 

"Ini khas banget anak-anak Jogja, anak-anak UGM, membuat cerita dengan lompatan-lompatan tinggi, penggabungan antara pesan science kultur dengan gaya sleng, termasuk pesan spiritual dikombinasikan," kata Gubernur Jateng Ganjar Pranowo usai nobar. 

Memang film tersebut menjadi padu padan beberapa nilai filosofis. Dari hubungan pria dan wanita yang menggelitik, lelucon-lelucon kehidupan khas Jawa sampai hal serius bagaimana pemerintah menghargai ilmu pengetahuan. Namun di luar itu yang membuat Ganjar tergelitik adalah pelibatan pemain dengan basic ilmuwan secara natural dari UGM. 

"Kalau yang nonton orang-orang UGM dia tau bahwa para pemain itu profesor sungguhan. Tadi itu prof Edy, ketembak mati. Ada Pak Rektor, ada 10 dekan," katanya. 

Film "made in UGM" itu menurut Ganjar sangat kental jika dilihat dari sisi keberanian dan kematangan ide. Kata Ganjar, banyak filmaker indie namun ruangnya tidak terbuka lebar dan akhirnya karyanya berupa film pendek. Dia berharap para filmaker muda untuk berani beride berani beraksi dan berani menampilkan pada publik. 

"Mudah-mudahan kenekatan ini, kegilaan ini bisa menginspirasi bahwa sebuah idealisme sebuah cita-cita bisa tercapai. Mudah-mudahan mendorong yang muda-muda yang suka film mulai yang amatir untuk berani sedikit nekat untuk masuk kepada film-film yang mendekati profesional dan mendekati komersil," katanya.
(Ibra/Puji/Humas Jateng)

 

Baca juga : Ganjar Beri Kejutan Penonton Undip Berpuisi


Bagikan :
Daftarkan diri anda terlebih dahulu