Follow Us :              

Lasem, Si Tiongkok Kecil yang Sarat Akulturasi Budaya dan Toleransi Beragama

  12 January 2019  |   13:00:00  |   dibaca : 9021 
Kategori :
Bagikan :


Lasem, Si Tiongkok Kecil yang Sarat Akulturasi Budaya dan Toleransi Beragama

12 January 2019 | 13:00:00 | dibaca : 9021
Kategori :
Bagikan :

Foto : Handy (Humas Jateng)

Daftarkan diri anda terlebih dahulu

Foto : Handy (Humas Jateng)

LASEM - Tua tidak berarti tercampak. Tua, justru semakin berharga. Begitu pesan yang hadir ketika kita menapakkan kaki di kota kecil Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah (Jateng).

Betapa tidak berharga, ada banyak peninggalan sejarah di kota berjuluk Tiongkok Kecil itu. Tak hanya fisik, seperti bangunan ataupun benda-benda bersejarah, tapi juga nonfisik berupa kehidupan toleransi beragama maupun antar etnis di sana. Seperti Budaya Tionghoa, Jawa dan Islam.

Salah satu bangunan bersejarah yang bisa dijumpai adalah keberadaan Kelenteng Poo An Bio. Berlokasi di Jalan Karangturi VII nomor 13 - 15 Desa Karangturi, Kecamatan Lasem, Kelenteng Poo An Bio diperkirakan berdiri pada tahun 1740. Di masa itu, terdapat permukiman masyarakat Tionghoa yang meluas dari sekitar Sungai Lasem, sampai Sungai Kemendung. Bangunan Kelenteng Poo An Bio ini, didirikan di sebelah utara Sungai Kemendung. 

Berbeda dengan kondisi masa lalu yang sering digunakan untuk beribadah, karena konon Sungai Kemendung menjadi urat nadi transportasi menuju Lasem, Kelenteng Poo An Bio kini sepi. Ibu Ujang, penjaga kelenteng (Bio Kong) menuturkan, sehari-hari Kelenteng Poo An Bio sepi dari aktivitas peribadatan. Menurutnya, umat Tridharma lebih memilih beribadah di kelenteng yang terletak di kota.

"Di sini sehari-hari memang seperti ini. Sepi, jarang yang beribadah di sini. Biasanya lebih memilih yang di kota. (Di) sini kan agak pinggir," tutur perempuan yang sudah 10 tahun menjaga Kelenteng Poo An Bio itu, Jumat (11/1/2019).

Meski sehari-hari sepi, Kelenteng Poo An Bio beberapa tahun terakhir tak pernah absen menjadi tempat perayaan Tahun Baru Imlek. Bahkan, menjadi pusat perayaan Imlek di Kabupaten Rembang, yang turut dihadiri pimpinan daerah.

Gubernur Jateng Ganjar Pranowo pada 2016 dan 2018 lalu, menjadi saksi kemeriahan perayaan Imlek di kawasan tersebut. Mengapa menjadi pusat perayaan Imlek? Tak lain karena banyak akulturasi budaya yang dijumpai di Lasem.

Menelisik lebih jauh, Kelenteng Poo An Bio punya keistimewaan yang dituangkan lewat lukisan di empat tembok, ruang dalam Kelenteng. Lukisan dengan mo pit dan menggunakan tinta bak, menyuguhkan cerita rakyat yang sarat dengan ajaran moral. Seperti di sebelah kanan ruang dalam bagian depan, memuat cerita Yue Fei (Jenderal Gak Hui), jenderal kenamaan pada zaman Dinasti Song, yang terkenal karena kesetiaannya pada negara.

Berjarak kira-kira tak sampai 500 meter, pengunjung bisa menjumpai Pondok Pesantren (Ponpes) Kauman yang berdiri pada 2003. Meski berada di lingkungan pecinan yang masyarakatnya 80 persen nonmuslim, ponpes tersebut, bisa berkembang. Dikutip dari laman resmi Ponpes Kauman, awalnya ponpes tersebut hanya memiliki tiga santri. Namun seiring berjalannya waktu, kini sudah memiliki ratusan santri. Bahkan, setiap tahun menyelenggarakan tes seleksi beasiswa untuk studi lanjut ke Universitas Al Ahgaff di Yaman.

Fakta-fakta itu menjadi bukti, bahwa kehidupan toleransi beragama di Desa Karangturi, Kecamatan Lasem berjalan dengan baik dan bisa menjadi contoh bagi daerah lain.
 


Bagikan :

LASEM - Tua tidak berarti tercampak. Tua, justru semakin berharga. Begitu pesan yang hadir ketika kita menapakkan kaki di kota kecil Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah (Jateng).

Betapa tidak berharga, ada banyak peninggalan sejarah di kota berjuluk Tiongkok Kecil itu. Tak hanya fisik, seperti bangunan ataupun benda-benda bersejarah, tapi juga nonfisik berupa kehidupan toleransi beragama maupun antar etnis di sana. Seperti Budaya Tionghoa, Jawa dan Islam.

Salah satu bangunan bersejarah yang bisa dijumpai adalah keberadaan Kelenteng Poo An Bio. Berlokasi di Jalan Karangturi VII nomor 13 - 15 Desa Karangturi, Kecamatan Lasem, Kelenteng Poo An Bio diperkirakan berdiri pada tahun 1740. Di masa itu, terdapat permukiman masyarakat Tionghoa yang meluas dari sekitar Sungai Lasem, sampai Sungai Kemendung. Bangunan Kelenteng Poo An Bio ini, didirikan di sebelah utara Sungai Kemendung. 

Berbeda dengan kondisi masa lalu yang sering digunakan untuk beribadah, karena konon Sungai Kemendung menjadi urat nadi transportasi menuju Lasem, Kelenteng Poo An Bio kini sepi. Ibu Ujang, penjaga kelenteng (Bio Kong) menuturkan, sehari-hari Kelenteng Poo An Bio sepi dari aktivitas peribadatan. Menurutnya, umat Tridharma lebih memilih beribadah di kelenteng yang terletak di kota.

"Di sini sehari-hari memang seperti ini. Sepi, jarang yang beribadah di sini. Biasanya lebih memilih yang di kota. (Di) sini kan agak pinggir," tutur perempuan yang sudah 10 tahun menjaga Kelenteng Poo An Bio itu, Jumat (11/1/2019).

Meski sehari-hari sepi, Kelenteng Poo An Bio beberapa tahun terakhir tak pernah absen menjadi tempat perayaan Tahun Baru Imlek. Bahkan, menjadi pusat perayaan Imlek di Kabupaten Rembang, yang turut dihadiri pimpinan daerah.

Gubernur Jateng Ganjar Pranowo pada 2016 dan 2018 lalu, menjadi saksi kemeriahan perayaan Imlek di kawasan tersebut. Mengapa menjadi pusat perayaan Imlek? Tak lain karena banyak akulturasi budaya yang dijumpai di Lasem.

Menelisik lebih jauh, Kelenteng Poo An Bio punya keistimewaan yang dituangkan lewat lukisan di empat tembok, ruang dalam Kelenteng. Lukisan dengan mo pit dan menggunakan tinta bak, menyuguhkan cerita rakyat yang sarat dengan ajaran moral. Seperti di sebelah kanan ruang dalam bagian depan, memuat cerita Yue Fei (Jenderal Gak Hui), jenderal kenamaan pada zaman Dinasti Song, yang terkenal karena kesetiaannya pada negara.

Berjarak kira-kira tak sampai 500 meter, pengunjung bisa menjumpai Pondok Pesantren (Ponpes) Kauman yang berdiri pada 2003. Meski berada di lingkungan pecinan yang masyarakatnya 80 persen nonmuslim, ponpes tersebut, bisa berkembang. Dikutip dari laman resmi Ponpes Kauman, awalnya ponpes tersebut hanya memiliki tiga santri. Namun seiring berjalannya waktu, kini sudah memiliki ratusan santri. Bahkan, setiap tahun menyelenggarakan tes seleksi beasiswa untuk studi lanjut ke Universitas Al Ahgaff di Yaman.

Fakta-fakta itu menjadi bukti, bahwa kehidupan toleransi beragama di Desa Karangturi, Kecamatan Lasem berjalan dengan baik dan bisa menjadi contoh bagi daerah lain.
 


Bagikan :
Daftarkan diri anda terlebih dahulu