Follow Us :              

Kue Keranjang, Identitas Warisan Leluhur yang Masih Dijaga Saat Imlek

  30 January 2019  |   10:15:00  |   dibaca : 2101 
Kategori :
Bagikan :


Kue Keranjang, Identitas Warisan Leluhur yang Masih Dijaga Saat Imlek

30 January 2019 | 10:15:00 | dibaca : 2101
Kategori :
Bagikan :

Foto : Sigit (Humas Jateng)

Daftarkan diri anda terlebih dahulu

Foto : Sigit (Humas Jateng)

SOLO - Kue Keranjang adalah satu penganan khas yang wajib tersedia pada saat Tahun baru Imlek tiba. Kue keranjang juga menjadi salah satu identitas Imlek selain hujan, angpao, warna merah, liong, barongsai, lampion dan kembang api.

Kue dengan warna kecoklatan, bentuk kemasan bulat dan silinder ini banyak dijual di supermarket, pasar, dan mal-mal menjelang tahun baru pada penanggalan Cina berdasarkan peredaran bulan tersebut.

Di Tanah Air, banyak sebutan untu kue keranjang. Ada yang menyebutnya dengan sebutan kue ranjang, ada pula yang menyebutnya kue bakul karena bentuk cetakan atau tempatnya seperti bakul.

Namun sebenarnya, kue keranjang mempunyai nama Nian Gao dalam Bahasa Mandarin. Nian, berarti tahun, sedangkan Gao memiliki arti kue. Dalam dialek Hokkian, dinamakan dengan Ti Kwe yang juga berati 'kue manis' memiliki pelafalan yang terdengar seperti kata tinggi sehingga kue ini pun disusun tinggi dan bertingkat-tingkat.

Kue keranjang dibuat bukan tanpa makna, bentuk kue keranjang yang bulat melambangkan persatuan. Sedangkan rasanya yang manis ketika disantap, bermakna harapan bagi yang menyantap kue tersebut akan selalu keluar tutur kata yang baik ketika mulut berucap.

Di Negeri Cina sendiri, terdapat kebiasaan untuk menyantap kue keranjang terlebih dahulu ketika tahun baru agar mendapatkan keberuntungan dalam pekerjaan. Setelah menyantap kue keranjang, barulah mereka menyantap makanan lainnya seperti nasi dan makanan lainnya.

Salah satu produsen kue keranjang yang sudah memasuki era generasi ketiga adalah kue keranjang Dua Naga Mas yang sampai saat ini masih tetap kebanjiran order.

Untuk menemukan tempat usaha kue karanjang Dua Naga Mas yang ada di Kampung Kepanjen atau yang lebih dikenal dengan Kampung Balong RT 05 RW 08, Kelurahan Sudiroprajan, Kecamatan Jebres, Solo itu cukup mudah. 

Terletak di kawasan pusat kota, tepatnya di belakang atau sisi timur Pasar Gede. Sebagai patokan, gapura masuk ke Kampung Balong, persis di sebelah kiri Toko Bakpia Balong Jalan Kapten Mulyadi.

Usaha kue keranjang Dua Naga Mas saat ini dikelola oleh Maya Isyanawati, 47. Saat berkunjung di kediamannya, Maya pun menunjuk sang ibu, Lauw Swie Moy, 76 atau yang akrab disapa Susana Emi untuk bercerita tentang perjalanan kue keranjang Dua Naga Mas.

Wanita empat anak, 10 cucu dan tiga cicit itu pun mulai mengisahkan perjalanannya tiba di Solo pada 1980 setelah sebelumnya tinggal di kawasan Tambun, Bekasi, Jawa Barat.

Dia pindah ke Solo bersama suaminya Tan Thien Yie atau yang dikenal dengan nama Pak Untung dan ayahnya Lauw Swie Kiem, serta ibunya, Khoe Sien Nio.

Menjelang Tahun Baru Imlek, ayahnya mencari kue keranjang di seluruh Kota Solo, tetapi tidak didapatkan. Padahal, ayahnya sering membuat kue keranjang sejak Tahun Baru Imlek pada 1960.

"Pertama kali bikin, hanya lima kilogram. Bahan dasar hanya beras ketan dan gula. Tanpa campuran sama sekali, dan sampai sekarang tetap saya pertahankan," tuturnya saat ditemui Kamis (24/1/2019) sore.

Dengan bahan itu, kue keranjang buatannya, mampu bertahan hingga 10 hari untuk bagian kulit dan bagian dalam bisa bertahan sampai enam bulan. Harga jualnya pun saat itu hanya Rp15.

Untuk memasak kue keranjang, pertama kali yang dilakukan adalah merebus gula dalam air, kemudian setelah direbus cukup lama, air gula yang berwarna kecoklatan tersebut disaring dan dimasukkan dalam tong besar. 

Selanjutnya mencampur air gula dan adonan beras ketan dalam adonan keranjang berbahan kertas kaca yang sudah disiapkan. Kemudian setelah adonan masuk dalam keranjang, dikukus selama kurang lebih 11 hingga 12 jam.

"Kue keranjang yang terbuat dari tepung ketan yang lengket ini memiliki makna persaudaraan yang sangat erat dan selalu menyatu. Kalau gula, menggambarkan manisnya kegembiraan dan selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik dalam hidup," paparnya.

Sedangkan daya tahannya yang begitu lama mempunya arti hubungan yang abadi biarpun jaman telah berubah, juga sifat kesetiaan dan sikap saling menolong pun sangat penting.

 

Baca juga : Imlek, Satukan Cinta, Rasa, Karsa dan Karya


Bagikan :

SOLO - Kue Keranjang adalah satu penganan khas yang wajib tersedia pada saat Tahun baru Imlek tiba. Kue keranjang juga menjadi salah satu identitas Imlek selain hujan, angpao, warna merah, liong, barongsai, lampion dan kembang api.

Kue dengan warna kecoklatan, bentuk kemasan bulat dan silinder ini banyak dijual di supermarket, pasar, dan mal-mal menjelang tahun baru pada penanggalan Cina berdasarkan peredaran bulan tersebut.

Di Tanah Air, banyak sebutan untu kue keranjang. Ada yang menyebutnya dengan sebutan kue ranjang, ada pula yang menyebutnya kue bakul karena bentuk cetakan atau tempatnya seperti bakul.

Namun sebenarnya, kue keranjang mempunyai nama Nian Gao dalam Bahasa Mandarin. Nian, berarti tahun, sedangkan Gao memiliki arti kue. Dalam dialek Hokkian, dinamakan dengan Ti Kwe yang juga berati 'kue manis' memiliki pelafalan yang terdengar seperti kata tinggi sehingga kue ini pun disusun tinggi dan bertingkat-tingkat.

Kue keranjang dibuat bukan tanpa makna, bentuk kue keranjang yang bulat melambangkan persatuan. Sedangkan rasanya yang manis ketika disantap, bermakna harapan bagi yang menyantap kue tersebut akan selalu keluar tutur kata yang baik ketika mulut berucap.

Di Negeri Cina sendiri, terdapat kebiasaan untuk menyantap kue keranjang terlebih dahulu ketika tahun baru agar mendapatkan keberuntungan dalam pekerjaan. Setelah menyantap kue keranjang, barulah mereka menyantap makanan lainnya seperti nasi dan makanan lainnya.

Salah satu produsen kue keranjang yang sudah memasuki era generasi ketiga adalah kue keranjang Dua Naga Mas yang sampai saat ini masih tetap kebanjiran order.

Untuk menemukan tempat usaha kue karanjang Dua Naga Mas yang ada di Kampung Kepanjen atau yang lebih dikenal dengan Kampung Balong RT 05 RW 08, Kelurahan Sudiroprajan, Kecamatan Jebres, Solo itu cukup mudah. 

Terletak di kawasan pusat kota, tepatnya di belakang atau sisi timur Pasar Gede. Sebagai patokan, gapura masuk ke Kampung Balong, persis di sebelah kiri Toko Bakpia Balong Jalan Kapten Mulyadi.

Usaha kue keranjang Dua Naga Mas saat ini dikelola oleh Maya Isyanawati, 47. Saat berkunjung di kediamannya, Maya pun menunjuk sang ibu, Lauw Swie Moy, 76 atau yang akrab disapa Susana Emi untuk bercerita tentang perjalanan kue keranjang Dua Naga Mas.

Wanita empat anak, 10 cucu dan tiga cicit itu pun mulai mengisahkan perjalanannya tiba di Solo pada 1980 setelah sebelumnya tinggal di kawasan Tambun, Bekasi, Jawa Barat.

Dia pindah ke Solo bersama suaminya Tan Thien Yie atau yang dikenal dengan nama Pak Untung dan ayahnya Lauw Swie Kiem, serta ibunya, Khoe Sien Nio.

Menjelang Tahun Baru Imlek, ayahnya mencari kue keranjang di seluruh Kota Solo, tetapi tidak didapatkan. Padahal, ayahnya sering membuat kue keranjang sejak Tahun Baru Imlek pada 1960.

"Pertama kali bikin, hanya lima kilogram. Bahan dasar hanya beras ketan dan gula. Tanpa campuran sama sekali, dan sampai sekarang tetap saya pertahankan," tuturnya saat ditemui Kamis (24/1/2019) sore.

Dengan bahan itu, kue keranjang buatannya, mampu bertahan hingga 10 hari untuk bagian kulit dan bagian dalam bisa bertahan sampai enam bulan. Harga jualnya pun saat itu hanya Rp15.

Untuk memasak kue keranjang, pertama kali yang dilakukan adalah merebus gula dalam air, kemudian setelah direbus cukup lama, air gula yang berwarna kecoklatan tersebut disaring dan dimasukkan dalam tong besar. 

Selanjutnya mencampur air gula dan adonan beras ketan dalam adonan keranjang berbahan kertas kaca yang sudah disiapkan. Kemudian setelah adonan masuk dalam keranjang, dikukus selama kurang lebih 11 hingga 12 jam.

"Kue keranjang yang terbuat dari tepung ketan yang lengket ini memiliki makna persaudaraan yang sangat erat dan selalu menyatu. Kalau gula, menggambarkan manisnya kegembiraan dan selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik dalam hidup," paparnya.

Sedangkan daya tahannya yang begitu lama mempunya arti hubungan yang abadi biarpun jaman telah berubah, juga sifat kesetiaan dan sikap saling menolong pun sangat penting.

 

Baca juga : Imlek, Satukan Cinta, Rasa, Karsa dan Karya


Bagikan :
Daftarkan diri anda terlebih dahulu