Follow Us :              

Ponpes Al Hidayat Kedunglumpang, Miliki Santri Muda Hingga Santri 'S3'

  26 March 2019  |   19:00:00  |   dibaca : 12700 
Kategori :
Bagikan :


Ponpes Al Hidayat Kedunglumpang, Miliki Santri Muda Hingga Santri 'S3'

26 March 2019 | 19:00:00 | dibaca : 12700
Kategori :
Bagikan :

Foto : Bintoro (Humas Jateng)

Daftarkan diri anda terlebih dahulu

Foto : Bintoro (Humas Jateng)

MAGELANG - Lantunan ayat-ayat suci Alquran terdengar menyejukkan hati dari kejauhan, ketika memasuki Jalan Dusun Nusupan, Desa Kedunglumpang, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang, Selasa (26/3/2019) malam.

Semakin dekat, suara perempuan yang melantunkan kalimat Allah SWT itu makin terdengar jelas. Para lelaki berseragam Barisan Ansor Serbaguna (Banser) berjajar cukup rapi di dekat sumber suara. Dua dari mereka pun menujukkan jalan masuk hingga ke ruang transit sebelum acara Sinau Bareng Cak Nun dan Kyai Kanjeng dalam rangka Haflah at Tasyakur Lil Ikhtitam Pondok Pesantren (Ponpes) Al Hidayat yang ada di Dusun Nusupan, Desa Kedunglumpang, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang dimulai. 

Di atas panggung, terlihat beberapa santri putri melantunkan ayat-ayat suci Alquran tanpa membaca (bin nadzri). Tetapi, mereka melantunkannya bil hifdzi atau dengan cara hafalan. 

Sejak didirkan pada 1986, Ponpes khusus putri itu telah menggelar khataman Alquran untuk kedelapan kalinya. Sedangkan khataman Alquran bin nadzri, digelar untuk ke-22 kalinya.  Sedangkan khataman Al Ibriz di pesantren yang saat ini diasuh oleh Nyai Hj Sintho’ Nabilah Asrori Ahmad itu baru kali keempat. 

Menurut putra pertama Nyai Sintho', KH Zakaria Mochtar, pesantren itu didirikan oleh kakeknya, Almarhum KH Zaini pada 1986. Pembelajaran Alquran dimulai dari kediaman Kiai Zaini yang saat itu jumlah santrinya hanya sedikit. Setelah Kiai Zaini meninggal, pesantren dilanjutkan oleh putranya KH Ahmad Lazim dan istrinya Nyai Sintho'. Jumlah santri pun semakin bertambah. Lahan dan bangunan pun kemudian diperluas. Dan kini, tercatat ada 200 lebih santri putri yang bermukim di pesantren itu.

"Sepeninggal bapak, pesantren ini kemudian diteruskan Ibu, dan dibantu adik-adik saya. Alhamdulillah, sekarang ada dua cabang. Satu di Margorejo Magelang yang diasuh adik saya Zaenal Mubarok dan satu lagi di Ketintang Baru, Kota Surabaya, saya yang mengasuh," tutur suami dari Wafiatul Muflichah itu saat ditemui di sela acara.

Selain fokus untuk menghafal Alquran, para santri juga diberikan ilmu dari kitab kuning, baik soal fiqih, fasolatan, nahwu seperti shorof, umrithi, jurumiyah, alfiyah hingga ketauhidan. 

"Pesantren ini juga memiliki santri S3. Mereka khusus belajar ngaji kitab Al Ibriz setiap Selasa atau seminggu sekali. S3 itu artinya bukan program doktor lho. Tetapi Santri Sampun Sepuh," kata mahasiswa program doktoral UIN Sunan Ampel itu, sambil tersenyum.

Diakuinya, tidak sedikit pejabat maupun politisi yang sering "sowan" kepada ibundanya. Tercatat, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, pendiri Partai Perindo Hari Tanoesoedibjo. Sementara itu, jika Wakil Gubernur Taj Yasin dan Gus Mus silaturahmi, karena memang masih memiliki ikatan persaudaraan dengan Nyai Sintho'.

Gus Mubarok, sapaan akrab KH Zaenal Mubarok menambahkan, alasan yang diasuh hanya santri putri, karena ingin menunjukkan kepada masyarakat maupun bangsa, jika perempuan juga bisa memberikan kontribusi kepada bangsa dan negara. Para santri pun diajari ilmu cara berinteraksi kepada orang tua, yang lebih tua, maupun guru, ustad dan kiai. 

Nyai Sintho' pun memberikan tiga landasan kepada para santri. Para santri.hendaknya takdzim atau menghormati kedua orangtua, kepada guru dan Alquran untuk menjadi santri putri yang siap memberi manfaat kepada umat maupun Indonesia.


Bagikan :

MAGELANG - Lantunan ayat-ayat suci Alquran terdengar menyejukkan hati dari kejauhan, ketika memasuki Jalan Dusun Nusupan, Desa Kedunglumpang, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang, Selasa (26/3/2019) malam.

Semakin dekat, suara perempuan yang melantunkan kalimat Allah SWT itu makin terdengar jelas. Para lelaki berseragam Barisan Ansor Serbaguna (Banser) berjajar cukup rapi di dekat sumber suara. Dua dari mereka pun menujukkan jalan masuk hingga ke ruang transit sebelum acara Sinau Bareng Cak Nun dan Kyai Kanjeng dalam rangka Haflah at Tasyakur Lil Ikhtitam Pondok Pesantren (Ponpes) Al Hidayat yang ada di Dusun Nusupan, Desa Kedunglumpang, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang dimulai. 

Di atas panggung, terlihat beberapa santri putri melantunkan ayat-ayat suci Alquran tanpa membaca (bin nadzri). Tetapi, mereka melantunkannya bil hifdzi atau dengan cara hafalan. 

Sejak didirkan pada 1986, Ponpes khusus putri itu telah menggelar khataman Alquran untuk kedelapan kalinya. Sedangkan khataman Alquran bin nadzri, digelar untuk ke-22 kalinya.  Sedangkan khataman Al Ibriz di pesantren yang saat ini diasuh oleh Nyai Hj Sintho’ Nabilah Asrori Ahmad itu baru kali keempat. 

Menurut putra pertama Nyai Sintho', KH Zakaria Mochtar, pesantren itu didirikan oleh kakeknya, Almarhum KH Zaini pada 1986. Pembelajaran Alquran dimulai dari kediaman Kiai Zaini yang saat itu jumlah santrinya hanya sedikit. Setelah Kiai Zaini meninggal, pesantren dilanjutkan oleh putranya KH Ahmad Lazim dan istrinya Nyai Sintho'. Jumlah santri pun semakin bertambah. Lahan dan bangunan pun kemudian diperluas. Dan kini, tercatat ada 200 lebih santri putri yang bermukim di pesantren itu.

"Sepeninggal bapak, pesantren ini kemudian diteruskan Ibu, dan dibantu adik-adik saya. Alhamdulillah, sekarang ada dua cabang. Satu di Margorejo Magelang yang diasuh adik saya Zaenal Mubarok dan satu lagi di Ketintang Baru, Kota Surabaya, saya yang mengasuh," tutur suami dari Wafiatul Muflichah itu saat ditemui di sela acara.

Selain fokus untuk menghafal Alquran, para santri juga diberikan ilmu dari kitab kuning, baik soal fiqih, fasolatan, nahwu seperti shorof, umrithi, jurumiyah, alfiyah hingga ketauhidan. 

"Pesantren ini juga memiliki santri S3. Mereka khusus belajar ngaji kitab Al Ibriz setiap Selasa atau seminggu sekali. S3 itu artinya bukan program doktor lho. Tetapi Santri Sampun Sepuh," kata mahasiswa program doktoral UIN Sunan Ampel itu, sambil tersenyum.

Diakuinya, tidak sedikit pejabat maupun politisi yang sering "sowan" kepada ibundanya. Tercatat, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, pendiri Partai Perindo Hari Tanoesoedibjo. Sementara itu, jika Wakil Gubernur Taj Yasin dan Gus Mus silaturahmi, karena memang masih memiliki ikatan persaudaraan dengan Nyai Sintho'.

Gus Mubarok, sapaan akrab KH Zaenal Mubarok menambahkan, alasan yang diasuh hanya santri putri, karena ingin menunjukkan kepada masyarakat maupun bangsa, jika perempuan juga bisa memberikan kontribusi kepada bangsa dan negara. Para santri pun diajari ilmu cara berinteraksi kepada orang tua, yang lebih tua, maupun guru, ustad dan kiai. 

Nyai Sintho' pun memberikan tiga landasan kepada para santri. Para santri.hendaknya takdzim atau menghormati kedua orangtua, kepada guru dan Alquran untuk menjadi santri putri yang siap memberi manfaat kepada umat maupun Indonesia.


Bagikan :
Daftarkan diri anda terlebih dahulu