Follow Us :              

Mbah Maimoen, Kiai Semua Elemen Masyarakat

  20 September 2019  |   21:00:00  |   dibaca : 655 
Kategori :
Bagikan :


Mbah Maimoen, Kiai Semua Elemen Masyarakat

20 September 2019 | 21:00:00 | dibaca : 655
Kategori :
Bagikan :

Foto : Rinto (Humas Jateng)

Daftarkan diri anda terlebih dahulu

Foto : Rinto (Humas Jateng)

KABUPATEN SEMARANG - Lantunan tahlil dan ayat suci Alquran mengalun syahdu di halaman Pondok Pesantren Wali Desa Candirejo, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang, Jumat (20/9/2019) malam. Ribuan warga pun tampak khusuk mengikuti tahlil akbar dalam rangka 40 hari meninggalnya pengasuh Ponpes Al-Anwar, Sarang Rembang KH Maimoen Zubair.

Ketua Forum Silaturahim Kiai Muda Pengasuh Pondok Pesantren se-Jateng KH Akomadien Shofa dalam sambutannya mengatakan, Mbah Moen yang wafat pada Selasa, 6 Agustus 2019 dalam usia 91 tahun meninggalkan banyak cerita dan kenangan yang tidak bisa dirangkai dengan kata.

Mbah Moen meninggal saat melaksanakan ibadah suci di Mekkah. Ulama kharismatik asal Rembang tersebut hampir setiap tahun melaksanakan rukun Islam kelima, namun ibadah haji yang ditunaikan pada 2019 merupakan kali terakhir bagi tokoh penting Nahdlatul Ulama ini.

"Saya sempat ndereke beliau sampai Bandara Ahmad saat akan berangkat ke Mekkah. Meskipun tubuh beliau sepuh namun tetap tampak segar dan bugar. Rupanya pertemuan itu menandai pertemuan terakhir saya dengan Mbah Moen," bebernya. 

Wafatnya Mbah Moen, lanjut dia, merupakan takdir dari Allah. Semua percaya sekaligus legawa karena semua kehendak Yang Maha Kuasa, meskipun kesedihan tidak bisa ditutupi oleh umat muslim di penjuru negeri. Mantan anggota MPR utusan Jawa Tengah tersebut bukan hanya pengasuh pondok pesantren, tetapi secara lahir batin adalah seperti orangtua sendiri.

"Mbah Moen mampu ngemong kami sebagai santri-santri muda, beliau sangat mencintai kami. Kami bersyukur kepada Allah atas takdir dipertemukan, mengaji tentang kehidupan, cara beragama dengan baik, dan bernegara dengan penuh dedikasi," terangnya.

Senada disampaikan Wagub Jateng H Taj Yasin Maimoen, mengatakan, Mbah Moen yang meninggal dunia 40 hari silam telah menorehkan banyak pelajaran berharga bagi banyak umat dari berbagai kalangan, baik umat Islam maupun nonmuslim.

Putra almarhum KH Maimoen Zubair itu mengatakan, ayahandanya senantiasa memberikan kedamaian dan ketenangan melalui ceramah-ceramahnya. Termasuk saat kondisi negeri sedang diterpa berbagai persoalan, mantan anggota DPRD Rembang tersebut selalu hadir di tengah-tengah rakyat untuk mengurai masalah yang sedang bergejolak.

"Kita semua kehilangan almarhum Mbah Moen. Beliau bukan saja kiai panutan umat Islam, namun sosok yang disegani semua elemen masyarakat karena beliau aktif di banyak komunitas dan berbagai bidang kegiatan. Sehingga tidak mengherankan jika semua elemen masyarakat kehilangan sosok Mbah Maimoen," bebernya.

Selain sebagai tokoh NU, menurut Wagub, Mbah Maimoen merupakan politikus yang pernah duduk di kursi DPRD Rembang dan kursi MPR. Bahkan menjadi Ketua Tempat Pelelangan Ikan di daerah pantura timur Jateng, aktif di organisasi pedagang pasar, petani, dan organisasi masyarakat maupun profesi lainnya. Bahkan pernah mengangkat senjata mengusir penjajah dari bumi Indonesia.

"Sebelum dan sesudah kemerdekaan, beliau ikut mengangkat senjata menjadi Laskar Hisbullah atau gerilyawan. Bergerilya di daerah Bojonegoro, Lasem dan sekitarnya. Kemudian setelah penjajah dapat diusir dari Tanah Air, Mbah Maimoen dan ayahandanya yaitu Mbah Zubair bersama rekan-rekan seperjuangan menyerahkan senjata kepada TNI," paparnya.


Bagikan :

KABUPATEN SEMARANG - Lantunan tahlil dan ayat suci Alquran mengalun syahdu di halaman Pondok Pesantren Wali Desa Candirejo, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang, Jumat (20/9/2019) malam. Ribuan warga pun tampak khusuk mengikuti tahlil akbar dalam rangka 40 hari meninggalnya pengasuh Ponpes Al-Anwar, Sarang Rembang KH Maimoen Zubair.

Ketua Forum Silaturahim Kiai Muda Pengasuh Pondok Pesantren se-Jateng KH Akomadien Shofa dalam sambutannya mengatakan, Mbah Moen yang wafat pada Selasa, 6 Agustus 2019 dalam usia 91 tahun meninggalkan banyak cerita dan kenangan yang tidak bisa dirangkai dengan kata.

Mbah Moen meninggal saat melaksanakan ibadah suci di Mekkah. Ulama kharismatik asal Rembang tersebut hampir setiap tahun melaksanakan rukun Islam kelima, namun ibadah haji yang ditunaikan pada 2019 merupakan kali terakhir bagi tokoh penting Nahdlatul Ulama ini.

"Saya sempat ndereke beliau sampai Bandara Ahmad saat akan berangkat ke Mekkah. Meskipun tubuh beliau sepuh namun tetap tampak segar dan bugar. Rupanya pertemuan itu menandai pertemuan terakhir saya dengan Mbah Moen," bebernya. 

Wafatnya Mbah Moen, lanjut dia, merupakan takdir dari Allah. Semua percaya sekaligus legawa karena semua kehendak Yang Maha Kuasa, meskipun kesedihan tidak bisa ditutupi oleh umat muslim di penjuru negeri. Mantan anggota MPR utusan Jawa Tengah tersebut bukan hanya pengasuh pondok pesantren, tetapi secara lahir batin adalah seperti orangtua sendiri.

"Mbah Moen mampu ngemong kami sebagai santri-santri muda, beliau sangat mencintai kami. Kami bersyukur kepada Allah atas takdir dipertemukan, mengaji tentang kehidupan, cara beragama dengan baik, dan bernegara dengan penuh dedikasi," terangnya.

Senada disampaikan Wagub Jateng H Taj Yasin Maimoen, mengatakan, Mbah Moen yang meninggal dunia 40 hari silam telah menorehkan banyak pelajaran berharga bagi banyak umat dari berbagai kalangan, baik umat Islam maupun nonmuslim.

Putra almarhum KH Maimoen Zubair itu mengatakan, ayahandanya senantiasa memberikan kedamaian dan ketenangan melalui ceramah-ceramahnya. Termasuk saat kondisi negeri sedang diterpa berbagai persoalan, mantan anggota DPRD Rembang tersebut selalu hadir di tengah-tengah rakyat untuk mengurai masalah yang sedang bergejolak.

"Kita semua kehilangan almarhum Mbah Moen. Beliau bukan saja kiai panutan umat Islam, namun sosok yang disegani semua elemen masyarakat karena beliau aktif di banyak komunitas dan berbagai bidang kegiatan. Sehingga tidak mengherankan jika semua elemen masyarakat kehilangan sosok Mbah Maimoen," bebernya.

Selain sebagai tokoh NU, menurut Wagub, Mbah Maimoen merupakan politikus yang pernah duduk di kursi DPRD Rembang dan kursi MPR. Bahkan menjadi Ketua Tempat Pelelangan Ikan di daerah pantura timur Jateng, aktif di organisasi pedagang pasar, petani, dan organisasi masyarakat maupun profesi lainnya. Bahkan pernah mengangkat senjata mengusir penjajah dari bumi Indonesia.

"Sebelum dan sesudah kemerdekaan, beliau ikut mengangkat senjata menjadi Laskar Hisbullah atau gerilyawan. Bergerilya di daerah Bojonegoro, Lasem dan sekitarnya. Kemudian setelah penjajah dapat diusir dari Tanah Air, Mbah Maimoen dan ayahandanya yaitu Mbah Zubair bersama rekan-rekan seperjuangan menyerahkan senjata kepada TNI," paparnya.


Bagikan :
Daftarkan diri anda terlebih dahulu