Follow Us :              

Ganjar bersama Petani Tembakau 10 Provinsi Bahas Kenaikan Cukai Rokok

  11 November 2019  |   19:00:00  |   dibaca : 1089 
Kategori :
Bagikan :


Ganjar bersama Petani Tembakau 10 Provinsi Bahas Kenaikan Cukai Rokok

11 November 2019 | 19:00:00 | dibaca : 1089
Kategori :
Bagikan :

Foto : Slam (Humas Jateng)

Daftarkan diri anda terlebih dahulu

Foto : Slam (Humas Jateng)

MAGELANG  - Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) tak begitu saja menerima rencana pemerintah yang akan menaikkan cukai tembakau dan harga jual eceran (HJE) rokok pada 1 Januari 2020. APTI pun memberikan catatan khusus.

Ketua APTI Jateng Wisnu Brata di sela-sela Musyawarah Pimpinan Nasional APTI yang dihadiri petani tembakau dari Aceh, Sumatera Utara, Jawa Barat, Jateng, Jawa Timur, NTB, Bali, Lampung, Sulawesi dan DIY di Hotel Trio Magelang Senin (11/11/2019) mengatakan, kenaikan cukai harus diikuti dengan pembatasan impor tembakau. Karena, jika ada pembiaran impor tanpa regulasi, kenaikan cukai tembakau akan memiliki dampak kerugian yang luar biasa. 

"Rekomendasi teknis dari Kementerian Pertanian harus segera dilaksanakan, kalau tidak ya jadi proyek kematian. Kenaikan bagi kami tidak masalah, tapi HET rokok jangan sampai pula diatas harga psikologis konsumen. Nanti juga akan jadi petaka, industri ditinggal konsumen," jelas Wisnu.

Petani tembakau pun kata Wisnu, meminta kenaikan cukai yang proporsional dengan memperhatikan semua aspek. Mulai aspek pertumbuhan ekonomi, inflasi, kondisi IHT. Ia juga meminta Pemerintah menjalankan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 156/PMK 010/2018 (PMK 156/2018) tentang Perubahan Atas PMK Nomor 146/PMK 010/2017 (PMK 146/2017) tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.

Gubernur Jateng Ganjar Pranowo yang hadir dalam musyawarah APTI se-Indonesia itu menegaskan, kenaikan cukai khususnya tembakau kretek besarannya tidak bisa terlalu tinggi. Karena, kretek banyak menekan harga di tingkat petani. 

"Petani ini sebenarnya minta kejelasan tata niaganya. Maka, rekomendasi teknis harus ditindaklanjuti. Setiap impor satu ton tembakau luar negeri, tembakau kita harus dibeli dua ton, dan tembakau kita dulu yang dibeli," katanya.

Ganjar mengakui, kebutuhan tembakau di Indonesia memang kurang. Pemerintah pun dipersilakan impor untuk memenuhi kebutuhan, asalkan tembakau dalam negeri harus dibeli terlebih dahulu, sehingga ada perimbangan dan tidak ada yang merugi.


Bagikan :

MAGELANG  - Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) tak begitu saja menerima rencana pemerintah yang akan menaikkan cukai tembakau dan harga jual eceran (HJE) rokok pada 1 Januari 2020. APTI pun memberikan catatan khusus.

Ketua APTI Jateng Wisnu Brata di sela-sela Musyawarah Pimpinan Nasional APTI yang dihadiri petani tembakau dari Aceh, Sumatera Utara, Jawa Barat, Jateng, Jawa Timur, NTB, Bali, Lampung, Sulawesi dan DIY di Hotel Trio Magelang Senin (11/11/2019) mengatakan, kenaikan cukai harus diikuti dengan pembatasan impor tembakau. Karena, jika ada pembiaran impor tanpa regulasi, kenaikan cukai tembakau akan memiliki dampak kerugian yang luar biasa. 

"Rekomendasi teknis dari Kementerian Pertanian harus segera dilaksanakan, kalau tidak ya jadi proyek kematian. Kenaikan bagi kami tidak masalah, tapi HET rokok jangan sampai pula diatas harga psikologis konsumen. Nanti juga akan jadi petaka, industri ditinggal konsumen," jelas Wisnu.

Petani tembakau pun kata Wisnu, meminta kenaikan cukai yang proporsional dengan memperhatikan semua aspek. Mulai aspek pertumbuhan ekonomi, inflasi, kondisi IHT. Ia juga meminta Pemerintah menjalankan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 156/PMK 010/2018 (PMK 156/2018) tentang Perubahan Atas PMK Nomor 146/PMK 010/2017 (PMK 146/2017) tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.

Gubernur Jateng Ganjar Pranowo yang hadir dalam musyawarah APTI se-Indonesia itu menegaskan, kenaikan cukai khususnya tembakau kretek besarannya tidak bisa terlalu tinggi. Karena, kretek banyak menekan harga di tingkat petani. 

"Petani ini sebenarnya minta kejelasan tata niaganya. Maka, rekomendasi teknis harus ditindaklanjuti. Setiap impor satu ton tembakau luar negeri, tembakau kita harus dibeli dua ton, dan tembakau kita dulu yang dibeli," katanya.

Ganjar mengakui, kebutuhan tembakau di Indonesia memang kurang. Pemerintah pun dipersilakan impor untuk memenuhi kebutuhan, asalkan tembakau dalam negeri harus dibeli terlebih dahulu, sehingga ada perimbangan dan tidak ada yang merugi.


Bagikan :
Daftarkan diri anda terlebih dahulu