Follow Us :              

Selesaikan Badlock Perumahan, Plh Sekda: Validkan Data dan Jangan Buat Program Never Ending

  19 February 2020  |   10:00:00  |   dibaca : 1676 
Kategori :
Bagikan :


Selesaikan Badlock Perumahan, Plh Sekda: Validkan Data dan Jangan Buat Program Never Ending

19 February 2020 | 10:00:00 | dibaca : 1676
Kategori :
Bagikan :

Foto : Rinto (Humas Jateng)

Daftarkan diri anda terlebih dahulu

Foto : Rinto (Humas Jateng)

SALATIGA - Validasi data dan perencanaan program yang sesuai menjadi salah satu penyelesaian terkait badlock atau kesenjangan ketersediaan perumahan. Dua hal itu juga sekaligus untuk menuntaskan permasalahan kawasan kumuh yang sering muncul di beberapa wilayah.

Hal itu disampaikan oleh Plh Sekda Jawa Tengah Herru Setiadhie saat menghadiri acara Workshop dan Sosialisasi Kebijakan Perumahan Tahun 2020 di Grand Wahid Hotel, Salatiga, Rabu (19/2/2020). 

Menurut Herru, badlock perumahan hingga tahun 2020 ini masih tinggi. Belum lagi ada perbedaan data yang ada. Data di Disperakim menyebutkan jumlah badlock perumahan di Jawa Tengah mencapai 752.848 unit sedangkan badlock hunian sekitar 503.703 unit. Sementara data di Dinas Sosial per Januari 2020 hanya 51.281 unit.

"Maka dari itu harus ada validasi data. Keterbatasan akses masyarakat terhadap rumah layak huni dan masyarakat yang belum sejahtera, itu akan berhubungan dengan badlock ini. Jangan sampai membuat program never ending karena di situ ada tiga kegagalan yaitu perencanaan jelek, program tidak tercapai, kita akan salah karena waktu dan dana habis tidak ada manfaatnya," katanya di depan peserta workshop dan sosialisasi kebijakan perumahan tahun 2020.

Herru menjelaskan begitu data valid maka akan ada akses, ada slot, dan ada program. Saat ini masih ada gradasi warga yang sudah mapan, warga menengah, dan warga yang masih kurang atau dalam kategori miskin. Semua itu dapat diselesaikan secara paralel tidak bisa hanya dilakukan oleh Pemprov saja.

"Bagi warga dalam kategori kurang tersebut ada program RTLH agar mendapatkan rumah layak huni. Itu juga tidak bisa sendiri, ada dari pusat, provinsi dan kabupaten ada programnya. Andaikata daerah belum ada program maka ikut mengawal yang sudah ada," jelasnya.

Hal berikutnya adalah masalah perumahan atau pemukiman kumuh. Menurut Herru, kawasan kumuh itu muncul karena ada satu hamparan lahan tetapi tidak ada yang mengkonsolidasikan, tidak ada yang mengatur, dan mengkomando. Kalau lahan itu diatur oleh dinas atau instansi yang membidangi pasti tidak akan menjadi kumuh.

"Kalau itu bisa diatur sejak awal maka tidak akan kumuh. Ada ketentuan untuk transportasi, ruang fasilitas umum, ruang fasilitas sosial, dan ruang fasilitas lingkungan. Kalau lahan terbatas, ya buatlah rumah vertikal, kalau semua horisontal maka tidak ada ruang untuk membuang sampah dan saluran air sehingga akhirnya kumuh," ungkapnya.

Penyelesaian masalah kumuh tersebut harus dilakukan sejak awal dengan mulai memetakan dan melihat data. Misal ada lahan kosong maka lihat lagi data yang ada, kata Herru, ternyata masih ada yang butuh hunian, ternyata masih ada badlock.

"Ini yang dinamakan kerja komprehensif. Wilayah yang kumuh kita perbaiki, yang belum supaya dipetakan dan diperhatikan dengan benar," katanya.

Herru menambahkan jika lahan tersebut dimiliki oleh pemerintah, baik kabupaten maupun kota, maka harus memberikan pelayanan yang baik bagi masyarakat. Seperti memberikan legalitas hak guna bangunan dengan hak kepemilikan lahan masih menjadi milik pemerintah.

"Jadi yang menghuni merasa ada hak dan kepastian hukum dengan adanya HGB, pemerintah tidak kehilangan aset dengan adanya HPL. Perpaduan hal itu di mata publik adalah pemerintah bisa memberikan pelayanan. Semua itu ujungnya ada rembug dan komitmen bersama," pungkasnya.


Bagikan :

SALATIGA - Validasi data dan perencanaan program yang sesuai menjadi salah satu penyelesaian terkait badlock atau kesenjangan ketersediaan perumahan. Dua hal itu juga sekaligus untuk menuntaskan permasalahan kawasan kumuh yang sering muncul di beberapa wilayah.

Hal itu disampaikan oleh Plh Sekda Jawa Tengah Herru Setiadhie saat menghadiri acara Workshop dan Sosialisasi Kebijakan Perumahan Tahun 2020 di Grand Wahid Hotel, Salatiga, Rabu (19/2/2020). 

Menurut Herru, badlock perumahan hingga tahun 2020 ini masih tinggi. Belum lagi ada perbedaan data yang ada. Data di Disperakim menyebutkan jumlah badlock perumahan di Jawa Tengah mencapai 752.848 unit sedangkan badlock hunian sekitar 503.703 unit. Sementara data di Dinas Sosial per Januari 2020 hanya 51.281 unit.

"Maka dari itu harus ada validasi data. Keterbatasan akses masyarakat terhadap rumah layak huni dan masyarakat yang belum sejahtera, itu akan berhubungan dengan badlock ini. Jangan sampai membuat program never ending karena di situ ada tiga kegagalan yaitu perencanaan jelek, program tidak tercapai, kita akan salah karena waktu dan dana habis tidak ada manfaatnya," katanya di depan peserta workshop dan sosialisasi kebijakan perumahan tahun 2020.

Herru menjelaskan begitu data valid maka akan ada akses, ada slot, dan ada program. Saat ini masih ada gradasi warga yang sudah mapan, warga menengah, dan warga yang masih kurang atau dalam kategori miskin. Semua itu dapat diselesaikan secara paralel tidak bisa hanya dilakukan oleh Pemprov saja.

"Bagi warga dalam kategori kurang tersebut ada program RTLH agar mendapatkan rumah layak huni. Itu juga tidak bisa sendiri, ada dari pusat, provinsi dan kabupaten ada programnya. Andaikata daerah belum ada program maka ikut mengawal yang sudah ada," jelasnya.

Hal berikutnya adalah masalah perumahan atau pemukiman kumuh. Menurut Herru, kawasan kumuh itu muncul karena ada satu hamparan lahan tetapi tidak ada yang mengkonsolidasikan, tidak ada yang mengatur, dan mengkomando. Kalau lahan itu diatur oleh dinas atau instansi yang membidangi pasti tidak akan menjadi kumuh.

"Kalau itu bisa diatur sejak awal maka tidak akan kumuh. Ada ketentuan untuk transportasi, ruang fasilitas umum, ruang fasilitas sosial, dan ruang fasilitas lingkungan. Kalau lahan terbatas, ya buatlah rumah vertikal, kalau semua horisontal maka tidak ada ruang untuk membuang sampah dan saluran air sehingga akhirnya kumuh," ungkapnya.

Penyelesaian masalah kumuh tersebut harus dilakukan sejak awal dengan mulai memetakan dan melihat data. Misal ada lahan kosong maka lihat lagi data yang ada, kata Herru, ternyata masih ada yang butuh hunian, ternyata masih ada badlock.

"Ini yang dinamakan kerja komprehensif. Wilayah yang kumuh kita perbaiki, yang belum supaya dipetakan dan diperhatikan dengan benar," katanya.

Herru menambahkan jika lahan tersebut dimiliki oleh pemerintah, baik kabupaten maupun kota, maka harus memberikan pelayanan yang baik bagi masyarakat. Seperti memberikan legalitas hak guna bangunan dengan hak kepemilikan lahan masih menjadi milik pemerintah.

"Jadi yang menghuni merasa ada hak dan kepastian hukum dengan adanya HGB, pemerintah tidak kehilangan aset dengan adanya HPL. Perpaduan hal itu di mata publik adalah pemerintah bisa memberikan pelayanan. Semua itu ujungnya ada rembug dan komitmen bersama," pungkasnya.


Bagikan :
Daftarkan diri anda terlebih dahulu