Follow Us :              

Warga Grobogan Ini, Produksi Mi Tempe untuk Turunkan Stunting

  11 March 2020  |   09:00:00  |   dibaca : 1379 
Kategori :
Bagikan :


Warga Grobogan Ini, Produksi Mi Tempe untuk Turunkan Stunting

11 March 2020 | 09:00:00 | dibaca : 1379
Kategori :
Bagikan :

Foto : Irfani (Humas Jateng)

Daftarkan diri anda terlebih dahulu

Foto : Irfani (Humas Jateng)

SEMARANG - Angka prevalensi stunting di Indonesia masih berada di angka 27,67 persen atau di atas angka prevalensi WHO yang hanya 20 persen. Sementara di Jateng, pada triwulan ketiga 2019 angka prevalensinya lebih tinggi lagi, yakni mencapai 34,3 persen dari jumlah anak balita sebanyak 2,5 juta.

Masalah ini ternyata menjadi keprihatinan warga Grobogan bernama Tri 'Ulya Qodriyati, sehingga lulusan Magister Pendidikan Luar Sekolah (Pascasarjana Unnes) itu menciptakan inovasi mi tempe instant.

"Ide inovasi ini dari prevalensi angka stunting di Indonesia yang masih lebih tinggi dari organisasi kesehatan dunia. Maka kita bikin inovasi produk mi tempe yang kadar proteinnya tinggi. Harapannya, bisa membantu mengintervensi penurunan angka stunting," tuturnya dalam Pameran Musyarawarah Rencana Pembangunan Wilayah Kedungsepur, Rabu (11/03/2020) di Kawasan Kota Lama Semarang

Sebelum membuat mi tempe, ia sudah melakukan riset hingga lima kali. Awalnya, ia ingin membuat produk mi tempe yang free gluten, agar dapat dikonsumsi pula bagi penderita autis dan diabetes. Namun, setelah diujicoba, tidak berhasil.

"Awalnya kita mau benar-benar bikin 100 persen free gluten, menggunakan bahan baku mocaf dan tepung tempe saja. Tapi hasilnya remuk, putus-putus. Jadi akhirnya kita membikin dengan campuran terigu," bebernya.

Dijelaskan Lia, bahan baku kedelai untuk mi tempe ini dipasok dari petani lokal Grobogan. Dari kedelai asli Grobogan yang non Genetically Modified Organisms (non GMS) ini, diproses menjadi tempe higienis, kemudian dijadikan tepung tempe di Technopark Grogoban.

"Tepung tersebut kita jadikan formula dari mi tempe. Hasil uji lab menunjukkan, dalam satu cup mi tempe mengandung 20 persen protein," tuturnya.

Saat ini, dia belum memproduksi mi tempe dalam jumlah banyak, karena inovasinya masih sangat baru. Dalam sebulan, hanya memproduksi dua kali dan sekali produksi sebanyak 200 cup. Untuk pemasaran, baru lewat pameran. Lia juga menyadari, produk mi tempe ini dari segi harga termasuk mahal. Per cup ia jual Rp 15.000

"Ini masih baru, sehingga permintaan pasarnya belum banyak dan harganya lumayan mahal. Per cup Rp 15.000. Tapi tujuan kita adalah memasyarakatkan mengkonsumsi makanan sehat karena belum banyak yang teredukasi," ungkapnya. 

Lia menambahkan, mi tempe ini sebenarnya turunan dari produk mi tek-tek yang sudah lebih dulu dibuatnya pada 2017. Mi tek-tek yang dibuatnya terdiri dari dua varian, yakni 100 persen mocaf dan campuran terigu dengan mocaf. Untuk produk mi tek-tek ini, pemasaran offlinenya sudah dilakukan di beberapa daerah. Antara lain di toko oleh-oleh Kampung Semarang, Swalayan Luwes Purwodadi dan Blora, serta Aneka Jaya Yogyakarta.

"Untuk varian 100 persen gluten free, bahannya dari tepung mocaf. Karena gluten free, maka aman dikonsumsi penderita autis dan diabetes," jelasnya.

Atas inovasi itu, Pj Sekda Jateng Herru Setiadhie mengatakan Pemprov akan selalu mendukung inovasi dan kreativitas anak bangsa, terutama yang mendayagunakan potensi lokal. Salah satu contohnya mi tempe instan dari Grobogan itu.

"Saya melihat di pameran musrenbang tadi, yang pasti sangat mengapresiasi dan kita dari provinsi mendukung, setidaknya dalam dua konteks, upaya pengembangan inovasi lokal, dan penggunaan sumber potensi bahan baku lokal," katanya.  

Herru meyakini, dengan menggunakan potensi lokal, pasti akan ada perputaran ekonomi di wilayah tersebut. Di sisi lain juga sejalan dengan cita-cita untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. "Kalau sejahtera berarti juga mengurangi masyarakat yang tadinya belum sejahtera," tandasnya.


Bagikan :

SEMARANG - Angka prevalensi stunting di Indonesia masih berada di angka 27,67 persen atau di atas angka prevalensi WHO yang hanya 20 persen. Sementara di Jateng, pada triwulan ketiga 2019 angka prevalensinya lebih tinggi lagi, yakni mencapai 34,3 persen dari jumlah anak balita sebanyak 2,5 juta.

Masalah ini ternyata menjadi keprihatinan warga Grobogan bernama Tri 'Ulya Qodriyati, sehingga lulusan Magister Pendidikan Luar Sekolah (Pascasarjana Unnes) itu menciptakan inovasi mi tempe instant.

"Ide inovasi ini dari prevalensi angka stunting di Indonesia yang masih lebih tinggi dari organisasi kesehatan dunia. Maka kita bikin inovasi produk mi tempe yang kadar proteinnya tinggi. Harapannya, bisa membantu mengintervensi penurunan angka stunting," tuturnya dalam Pameran Musyarawarah Rencana Pembangunan Wilayah Kedungsepur, Rabu (11/03/2020) di Kawasan Kota Lama Semarang

Sebelum membuat mi tempe, ia sudah melakukan riset hingga lima kali. Awalnya, ia ingin membuat produk mi tempe yang free gluten, agar dapat dikonsumsi pula bagi penderita autis dan diabetes. Namun, setelah diujicoba, tidak berhasil.

"Awalnya kita mau benar-benar bikin 100 persen free gluten, menggunakan bahan baku mocaf dan tepung tempe saja. Tapi hasilnya remuk, putus-putus. Jadi akhirnya kita membikin dengan campuran terigu," bebernya.

Dijelaskan Lia, bahan baku kedelai untuk mi tempe ini dipasok dari petani lokal Grobogan. Dari kedelai asli Grobogan yang non Genetically Modified Organisms (non GMS) ini, diproses menjadi tempe higienis, kemudian dijadikan tepung tempe di Technopark Grogoban.

"Tepung tersebut kita jadikan formula dari mi tempe. Hasil uji lab menunjukkan, dalam satu cup mi tempe mengandung 20 persen protein," tuturnya.

Saat ini, dia belum memproduksi mi tempe dalam jumlah banyak, karena inovasinya masih sangat baru. Dalam sebulan, hanya memproduksi dua kali dan sekali produksi sebanyak 200 cup. Untuk pemasaran, baru lewat pameran. Lia juga menyadari, produk mi tempe ini dari segi harga termasuk mahal. Per cup ia jual Rp 15.000

"Ini masih baru, sehingga permintaan pasarnya belum banyak dan harganya lumayan mahal. Per cup Rp 15.000. Tapi tujuan kita adalah memasyarakatkan mengkonsumsi makanan sehat karena belum banyak yang teredukasi," ungkapnya. 

Lia menambahkan, mi tempe ini sebenarnya turunan dari produk mi tek-tek yang sudah lebih dulu dibuatnya pada 2017. Mi tek-tek yang dibuatnya terdiri dari dua varian, yakni 100 persen mocaf dan campuran terigu dengan mocaf. Untuk produk mi tek-tek ini, pemasaran offlinenya sudah dilakukan di beberapa daerah. Antara lain di toko oleh-oleh Kampung Semarang, Swalayan Luwes Purwodadi dan Blora, serta Aneka Jaya Yogyakarta.

"Untuk varian 100 persen gluten free, bahannya dari tepung mocaf. Karena gluten free, maka aman dikonsumsi penderita autis dan diabetes," jelasnya.

Atas inovasi itu, Pj Sekda Jateng Herru Setiadhie mengatakan Pemprov akan selalu mendukung inovasi dan kreativitas anak bangsa, terutama yang mendayagunakan potensi lokal. Salah satu contohnya mi tempe instan dari Grobogan itu.

"Saya melihat di pameran musrenbang tadi, yang pasti sangat mengapresiasi dan kita dari provinsi mendukung, setidaknya dalam dua konteks, upaya pengembangan inovasi lokal, dan penggunaan sumber potensi bahan baku lokal," katanya.  

Herru meyakini, dengan menggunakan potensi lokal, pasti akan ada perputaran ekonomi di wilayah tersebut. Di sisi lain juga sejalan dengan cita-cita untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. "Kalau sejahtera berarti juga mengurangi masyarakat yang tadinya belum sejahtera," tandasnya.


Bagikan :
Daftarkan diri anda terlebih dahulu