Follow Us :              

Nawal, Pemberdayaan Ekonomi dan Sosial Penting Untuk Lindungi Perempuan dari Pengaruh Paham Radikal

  08 April 2021  |   10:00:00  |   dibaca : 1175 
Kategori :
Bagikan :


Nawal, Pemberdayaan Ekonomi dan Sosial Penting Untuk Lindungi Perempuan dari Pengaruh Paham Radikal

08 April 2021 | 10:00:00 | dibaca : 1175
Kategori :
Bagikan :

Foto : Irfani (Humas Jateng)

Daftarkan diri anda terlebih dahulu

Foto : Irfani (Humas Jateng)

SEMARANG - Ketua Badan Kerja Sama Organisasi Wanita (BKOW) Provinsi Jawa Tengah, Nawal Arafah Taj Yasin, menjadi narasumber pada webinar "Ngobrol Perempuan dalam Pencegahan Terorisme dan Radikalisme" di Semarang, Kamis (8/4/2021). 

Nawal mengatakan, bahwa untuk mencegah kaum perempuan menjadi pelaku, maupun korban terorisme, membutuhkan berbagai upaya berbagai upaya dari semua pihak. Ia melanjutkan, penyebab keterlibatan perempuan dalam radikalisme, intoleransi maupun terorisme, bukan hanya mengenai agama atau ekonomi, namun juga berbagai faktor lain. 

"Seperti kemarin yang terjadi di Makassar, pelakunya adalah perempuan. Keterlibatan perempuan dalam aksi-aksi radikalisme dan terorisme bukan hanya sebagai pelaku, namun juga menjadi korban,"ujar Nawal. 

Menurut Nawal, kebanyakan penyebab keterlibatan perempuan dalam terorisme dan aksi-aksi kekerasan dilatar belakangi titik jenuh serta ketidakpuasan terhadap kesejahteraan diri dan pada keadilan. 

Selain itu, pemahaman agama yang sempit membuat mereka salah dalam memaknai jihad. Bagi mereka jihad diartikan keharusan berperang, konflik. Padahal, menurut Nawal, jihad yang sesungguhnya adalah bagaimana terus berusaha untuk mencapai sebuah tujuan untuk kebaikan bersama, termasuk berjihad melawan kemiskinan. 

Jihad melawan kemiskinan dilakukan dengan melawan kebodohan lewat pendidikan, serta peningkatan ekonomi lewat pemberdayaan. 

"Bersama-sama menggarap pemberdayaan ekonomi bagi orang miskin, itu juga merupakan salah satu jihad yang konkret," jelasnya. 

Pemberdayaan ekonomi perempuan sangat penting dilakukan dalam mencegah keterlibatan mereka dalam radikalisme. Hal ini karena agen teroris  kerap memanfaatkan kaum perempuan yang mengalami tekanan ekonomi dan kesulitan lainnya. Misalnya, seorang ibu yang kesulitan untuk menyekolahkan anak, bisa karena masalah ekonomi, maupun masalah lain, misalnya administratif. 

"(Karena kemiskinan) Sehingga tidak bisa memasukan (anaknya) ke sekolah tertentu (yang diinginkan), kemudian kondisi tersebut dimanfaatkan (perekrut paham radikal) untuk mendekat dan memasukan ke sekolah yang sesuai dengan paham mereka," katanya. 

Sisi lain yang perlu dilakukan selain pemberdayaan ekonomi, adalah pemberdayakan ketahanan keluarga. Ketahanan keluarga merupakan salah satu solusi untuk pencegahan keterlibatan perempuan dalam aksi-aksi terorisme. Maka bagaimana membuat ketahanan keluarga yang memahami agama dengan baik, harmonis dan toleran,  perempuan bisa sangat berperan. 

Ia menjelasakan perempuan dipilih menjadi pelaku tindakan radikalisme, intoleransi dan terorisme, diantaranya karena keadaan perempuan itu secara sosial, budaya, ekonomi, dan politik terdiskriminasi. Hal ini menjadikannya minim akses pengetahuan dan pendidikan. Budaya patriarki juga turut memperburuk keadaan. 

"Budaya patriarki yang mengharuskan perempuan berumah tangga taat pada perintah suami (tanpa boleh ditentang),  termasuk (mempermudah perempuan dilibatkan) dalam aksi radikalisme dan terorisme,  menjadi (bentuk) jihad," imbuhnya.


Bagikan :

SEMARANG - Ketua Badan Kerja Sama Organisasi Wanita (BKOW) Provinsi Jawa Tengah, Nawal Arafah Taj Yasin, menjadi narasumber pada webinar "Ngobrol Perempuan dalam Pencegahan Terorisme dan Radikalisme" di Semarang, Kamis (8/4/2021). 

Nawal mengatakan, bahwa untuk mencegah kaum perempuan menjadi pelaku, maupun korban terorisme, membutuhkan berbagai upaya berbagai upaya dari semua pihak. Ia melanjutkan, penyebab keterlibatan perempuan dalam radikalisme, intoleransi maupun terorisme, bukan hanya mengenai agama atau ekonomi, namun juga berbagai faktor lain. 

"Seperti kemarin yang terjadi di Makassar, pelakunya adalah perempuan. Keterlibatan perempuan dalam aksi-aksi radikalisme dan terorisme bukan hanya sebagai pelaku, namun juga menjadi korban,"ujar Nawal. 

Menurut Nawal, kebanyakan penyebab keterlibatan perempuan dalam terorisme dan aksi-aksi kekerasan dilatar belakangi titik jenuh serta ketidakpuasan terhadap kesejahteraan diri dan pada keadilan. 

Selain itu, pemahaman agama yang sempit membuat mereka salah dalam memaknai jihad. Bagi mereka jihad diartikan keharusan berperang, konflik. Padahal, menurut Nawal, jihad yang sesungguhnya adalah bagaimana terus berusaha untuk mencapai sebuah tujuan untuk kebaikan bersama, termasuk berjihad melawan kemiskinan. 

Jihad melawan kemiskinan dilakukan dengan melawan kebodohan lewat pendidikan, serta peningkatan ekonomi lewat pemberdayaan. 

"Bersama-sama menggarap pemberdayaan ekonomi bagi orang miskin, itu juga merupakan salah satu jihad yang konkret," jelasnya. 

Pemberdayaan ekonomi perempuan sangat penting dilakukan dalam mencegah keterlibatan mereka dalam radikalisme. Hal ini karena agen teroris  kerap memanfaatkan kaum perempuan yang mengalami tekanan ekonomi dan kesulitan lainnya. Misalnya, seorang ibu yang kesulitan untuk menyekolahkan anak, bisa karena masalah ekonomi, maupun masalah lain, misalnya administratif. 

"(Karena kemiskinan) Sehingga tidak bisa memasukan (anaknya) ke sekolah tertentu (yang diinginkan), kemudian kondisi tersebut dimanfaatkan (perekrut paham radikal) untuk mendekat dan memasukan ke sekolah yang sesuai dengan paham mereka," katanya. 

Sisi lain yang perlu dilakukan selain pemberdayaan ekonomi, adalah pemberdayakan ketahanan keluarga. Ketahanan keluarga merupakan salah satu solusi untuk pencegahan keterlibatan perempuan dalam aksi-aksi terorisme. Maka bagaimana membuat ketahanan keluarga yang memahami agama dengan baik, harmonis dan toleran,  perempuan bisa sangat berperan. 

Ia menjelasakan perempuan dipilih menjadi pelaku tindakan radikalisme, intoleransi dan terorisme, diantaranya karena keadaan perempuan itu secara sosial, budaya, ekonomi, dan politik terdiskriminasi. Hal ini menjadikannya minim akses pengetahuan dan pendidikan. Budaya patriarki juga turut memperburuk keadaan. 

"Budaya patriarki yang mengharuskan perempuan berumah tangga taat pada perintah suami (tanpa boleh ditentang),  termasuk (mempermudah perempuan dilibatkan) dalam aksi radikalisme dan terorisme,  menjadi (bentuk) jihad," imbuhnya.


Bagikan :
Daftarkan diri anda terlebih dahulu