Foto : Gholib (Humas Jateng)
Foto : Gholib (Humas Jateng)
SEMARANG - Pemerintah Provinsi Jawa Tengah bekerja sama dengan Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta dan Bank Jateng, untuk memberdayakan warga sekitar Rawa Pening, Kabupaten Semarang, dalam mengolah eceng gondok menjadi biobriket dan paving block.
Sebagai informasi, paving block adalah material bangunan yang sering digunakan untuk membuat permukaan jalan, trotoar, atau halaman rumah, yang terbuat dari campuran semen, pasir, air, dan bahan-bahan lain. Sedangkan bio briket adalah bahan bakar alternatif yang berasal dari limbah organik, seperti eceng gondok, serbuk gergaji, sekam padi, dan lain sebagainya.
Pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan pelatihan dan pemberian bantuan alat pengolahan eceng gondok menjadi biobriket dan paving block. Bantuan diserahkan secara langsung oleh Gubernur Jawa Tengah, Komjen Pol (P) Drs. Ahmad Luthfi, S.H., S.St.M.K., di Bukit Cinta, Kawasan Rawa Pening, Banyubiru, Kabupaten Semarang pada Senin, 26 Mei 2025.
"Selamat kepada warga di sekitar Rawa Pening. Harus kita bantu. Ini bentuk upaya memberdayakan masyarakat," ucapnya saat penyerahan bantuan.
Pernyataan Gubernur itu didasarkan pada data bahwa Rawa Pening menghadapi beberapa masalah. Salah satunya adalah pertumbuhan eceng gondok yang sangat cepat. Penelitian yang dilakukan pada tahun 2021 menemukan bahwa pertumbuhan eceng gondok mencapai 1 m2 dalam jangka waktu 21-28 hari.
Upaya pembersihan pun sudah dilakukan sejak tahun 2020 oleh Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali-Juana dan TNI. Pada tahun 2020 dilakukan pembersihan eceng gondok seluas 550 hektare, tahun 2021 seluas 450 hektare, tahun 2022 seluas 200 hektare, tahun 2023 seluas 130 hektare, dan tahun 2024 seluas 263,5 hektare.
Masyarakat sekitar selama ini juga sudah memanfaatkan eceng gondok untuk dibuat menjadi kerajinan, seperti tas, tempat tisu, meja, kursi, dan lainnya, bahkan beberapa kerajinan sudah masuk pasar ekspor. Akan tetapi, pertumbuhan eceng gondok yang begitu cepat, tetap meninggalkan permasalahan sehingga butuh inovasi baru terkait dengan pemanfaatannya.
"Adanya paving block dan biobriket dari eceng gondok ini suatu kreativitas yang patut disyukuri. Saya harap kalau bisa lebih banyak (menggunakan material eceng gondok) itu akan lebih bagus," kata Gubernur.
Menurutnya, keterlibatan Fakultas Teknik UNS dan Bank Jateng dalam memberikan pelatihan pembuatan biobriket dan paving block itu sangat bagus. Hal ini menjadi salah satu upaya kerja sama yang dijalin oleh Pemprov Jateng dengan UNS.
Wakil Rektor Bidang Perencanaan, Kerja Sama, Internasionalisasi, dan Informasi UNS, Irwan Trinugroho, mengatakan, program tersebut merupakan salah satu turunan dari Memorandum of Understanding (MoU) yang sudah ditandatangani oleh Rektor UNS dan Pemprov Jateng.
"MoU dengan Pemprov Jateng secara general (umum), kemudian dari situ diturunkan menjadi beberapa perjanjian kerja sama, salah satunya adalah ini (pembuatan paving block dan biobriket). Sinergi untuk pemberdayaan Rawa Pening. Programnya pemberian pelatihan (mengolah) dari eceng gondok menjadi biobriket dan paving block," katanya.
Irwan menjelaskan, eceng gondok di Rawa Pening berpotensi sangat besar untuk diolah menjadi barang serbaguna. Biobriket sendiri bisa menjadi bahan bakar alternatif yang dapat dikomersialkan untuk pemberdayaan masyarakat. Apalagi bahan baku eceng gondok di Rawa Pening jumlahnya melimpah, sehingga masyarakat bisa mengambilnya tanpa biaya.
"Kalau kemudian bisa diproduksi secara massal, bisa diproduksi menjadi sumber pendapatan masyarakat di sekitar Rawa Pening," jelasnya.
Saat ini sudah ada bantuan alat pengolahan eceng gondok menjadi biobriket dan paving block masing-masing satu unit. Alat tersebut diberikan kepada masyarakat atas dukungan dari Bank Jateng. Diketahui, pembuatan satu kotak biobriket seberat 1 kg membutuhkan sekitar 100 gr eceng gondok.
"Biobriket yang dihasilkan saat ini masih skala rumah tangga. Kalau nanti sudah bisa diproduksi secara massal, maka harganya bisa jauh lebih rendah dibandingkan bahan baku biobriket lainnya, karena bahan baku tidak berbayar, tinggal ambil, dan menguntungkan untuk Rawa Pening sendiri (guna mengurangi tingginya populasi eceng gondok)," ujarnya.
SEMARANG - Pemerintah Provinsi Jawa Tengah bekerja sama dengan Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta dan Bank Jateng, untuk memberdayakan warga sekitar Rawa Pening, Kabupaten Semarang, dalam mengolah eceng gondok menjadi biobriket dan paving block.
Sebagai informasi, paving block adalah material bangunan yang sering digunakan untuk membuat permukaan jalan, trotoar, atau halaman rumah, yang terbuat dari campuran semen, pasir, air, dan bahan-bahan lain. Sedangkan bio briket adalah bahan bakar alternatif yang berasal dari limbah organik, seperti eceng gondok, serbuk gergaji, sekam padi, dan lain sebagainya.
Pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan pelatihan dan pemberian bantuan alat pengolahan eceng gondok menjadi biobriket dan paving block. Bantuan diserahkan secara langsung oleh Gubernur Jawa Tengah, Komjen Pol (P) Drs. Ahmad Luthfi, S.H., S.St.M.K., di Bukit Cinta, Kawasan Rawa Pening, Banyubiru, Kabupaten Semarang pada Senin, 26 Mei 2025.
"Selamat kepada warga di sekitar Rawa Pening. Harus kita bantu. Ini bentuk upaya memberdayakan masyarakat," ucapnya saat penyerahan bantuan.
Pernyataan Gubernur itu didasarkan pada data bahwa Rawa Pening menghadapi beberapa masalah. Salah satunya adalah pertumbuhan eceng gondok yang sangat cepat. Penelitian yang dilakukan pada tahun 2021 menemukan bahwa pertumbuhan eceng gondok mencapai 1 m2 dalam jangka waktu 21-28 hari.
Upaya pembersihan pun sudah dilakukan sejak tahun 2020 oleh Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali-Juana dan TNI. Pada tahun 2020 dilakukan pembersihan eceng gondok seluas 550 hektare, tahun 2021 seluas 450 hektare, tahun 2022 seluas 200 hektare, tahun 2023 seluas 130 hektare, dan tahun 2024 seluas 263,5 hektare.
Masyarakat sekitar selama ini juga sudah memanfaatkan eceng gondok untuk dibuat menjadi kerajinan, seperti tas, tempat tisu, meja, kursi, dan lainnya, bahkan beberapa kerajinan sudah masuk pasar ekspor. Akan tetapi, pertumbuhan eceng gondok yang begitu cepat, tetap meninggalkan permasalahan sehingga butuh inovasi baru terkait dengan pemanfaatannya.
"Adanya paving block dan biobriket dari eceng gondok ini suatu kreativitas yang patut disyukuri. Saya harap kalau bisa lebih banyak (menggunakan material eceng gondok) itu akan lebih bagus," kata Gubernur.
Menurutnya, keterlibatan Fakultas Teknik UNS dan Bank Jateng dalam memberikan pelatihan pembuatan biobriket dan paving block itu sangat bagus. Hal ini menjadi salah satu upaya kerja sama yang dijalin oleh Pemprov Jateng dengan UNS.
Wakil Rektor Bidang Perencanaan, Kerja Sama, Internasionalisasi, dan Informasi UNS, Irwan Trinugroho, mengatakan, program tersebut merupakan salah satu turunan dari Memorandum of Understanding (MoU) yang sudah ditandatangani oleh Rektor UNS dan Pemprov Jateng.
"MoU dengan Pemprov Jateng secara general (umum), kemudian dari situ diturunkan menjadi beberapa perjanjian kerja sama, salah satunya adalah ini (pembuatan paving block dan biobriket). Sinergi untuk pemberdayaan Rawa Pening. Programnya pemberian pelatihan (mengolah) dari eceng gondok menjadi biobriket dan paving block," katanya.
Irwan menjelaskan, eceng gondok di Rawa Pening berpotensi sangat besar untuk diolah menjadi barang serbaguna. Biobriket sendiri bisa menjadi bahan bakar alternatif yang dapat dikomersialkan untuk pemberdayaan masyarakat. Apalagi bahan baku eceng gondok di Rawa Pening jumlahnya melimpah, sehingga masyarakat bisa mengambilnya tanpa biaya.
"Kalau kemudian bisa diproduksi secara massal, bisa diproduksi menjadi sumber pendapatan masyarakat di sekitar Rawa Pening," jelasnya.
Saat ini sudah ada bantuan alat pengolahan eceng gondok menjadi biobriket dan paving block masing-masing satu unit. Alat tersebut diberikan kepada masyarakat atas dukungan dari Bank Jateng. Diketahui, pembuatan satu kotak biobriket seberat 1 kg membutuhkan sekitar 100 gr eceng gondok.
"Biobriket yang dihasilkan saat ini masih skala rumah tangga. Kalau nanti sudah bisa diproduksi secara massal, maka harganya bisa jauh lebih rendah dibandingkan bahan baku biobriket lainnya, karena bahan baku tidak berbayar, tinggal ambil, dan menguntungkan untuk Rawa Pening sendiri (guna mengurangi tingginya populasi eceng gondok)," ujarnya.
Berita Terbaru