Foto : Sigit (Humas Jateng)
Foto : Sigit (Humas Jateng)
SEMARANG – Gubernur Jawa Tengah, Komjen Pol (P) Drs. Ahmad Luthfi, S.H., S.St.M.K., meminta pengawasan program Makan Bergizi Gratis (MBG) semakin diperketat, guna memastikan keamanan pangan di wilayahnya.
Ia menegaskan, keamanan pangan tidak boleh ditawar. Maka dari itu, ia meminta seluruh dapur penyedia MBG memperketat proses pengolahan, kebersihan, dan pengawasan makanan, agar kualitas makanan terjamin dengan baik.
“Harapannya, kejadian-kejadian (keracunan) kemarin tidak terulang kembali, karena ini program struktural, maka harus kita laksanakan,” tegas Gubernur dalam Rapat Koordinasi Bersama Badan Gizi Nasional (BGN) mengenai MBG dan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di GOR Jatidiri, Kota Semarang pada Senin, 6 Oktober 2025.
Rapat tersebut dihadiri sekitar 4.000 peserta, terdiri dari mitra SPPG, ahli gizi, bupati, wali kota, dan instansi terkait di lingkungan Provinsi Jateng.
Gubernur menyampaikan, seluruh kepala daerah memiliki tanggung jawab untuk memastikan program MBG berjalan dengan aman, higienis, dan berkelanjutan.
“Jangan ada kepala daerah yang apatis. SPPG yang sudah ada harus terbuka untuk dicek, minimal bupati/wali kotanya atau ibu-ibu PKK meninjau langsung. Harus ada keterbukaan dan koordinasi dengan Satgas MBG,” ujarnya.
Saat ini, sebanyak 1.596 SPPG sudah beroperasi di Jateng dan ditargetkan jumlahnya terus bertambah hingga akhir tahun. Gubernur menegaskan, pengawasan harus dilakukan secara menyeluruh, mulai dari dapur, distribusi makanan, hingga pengelolaan limbah.
“SPPG tidak boleh eksklusif. Harus siap diperiksa kapan pun, termasuk kalau ada kasus, harus ada quick response (respon cepat), agar tidak menimbulkan kepanikan di masyarakat,” katanya.
Ia juga meminta Dinas Kesehatan memperketat verifikasi lapangan dan memastikan setiap dapur memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS).
“Ini bukan sekadar formalitas. Surat itu harus diiringi dengan inspeksi nyata di lapangan. Kalau perlu buat posko 24 jam untuk pengawasan distribusi MBG,” ujarnya.
Gubernur menilai, program MBG memiliki dampak yang luar biasa, tidak hanya menyehatkan anak-anak, tetapi juga menggerakkan ekonomi daerah.
“Program ini multiefek. Bisa menumbuhkan ekonomi lokal, karena bahan bakunya dari kelompok tani, BUMDes (Badan Usaha Milik Desa), dan UMKM daerah,” katanya.
Kepala Badan Gizi Nasional RI, Dadan Hindayana, menyampaikan, secara nasional sudah ada lebih dari 10.000 SPPG di 38 Provinsi di Indonesia. Provinsi Jawa Tengah menjadi salah satu daerah dengan capaian SPPG tertinggi, yakni 1.596 unit SPPG atau sekitar 50% dari standar nasional.
“Ini menunjukkan Jawa Tengah sudah jauh di depan,” katanya.
Dadan juga menyoroti peran besar ekonomi daerah dari program MBG. Nilai investasi dari BGN yang turun ke Jateng mencapai sekitar Rp32 triliun per tahun.
“Ini menjadi dorongan luar biasa bagi industri pangan lokal, dari pemasok bahan, produsen food tray (nampan makanan), hingga penghasil susu,” jelasnya.
Ia menyatakan, BGN akan memperketat standar operasional melalui inspeksi rutin dan verifikasi dapur. Ia juga meminta seluruh pengelola SPPG menyiapkan alat rapid test pangan, memastikan penggunaan air bersertifikat, serta menyediakan rekaman CCTV dapur untuk pengawasan pusat.
“Setiap SPPG harus bisa menjamin makanan yang sehat, bergizi, seimbang, dan aman dikonsumsi. Itu inti dari program ini,” ujarnya.
Ia juga menegaskan, BGN bersama lintas kementerian, seperti Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Kementerian Lingkungan Hidup, dan Kementerian Dalam Negeri akan terus bersinergi melakukan pengawasan secara terpadu.
SEMARANG – Gubernur Jawa Tengah, Komjen Pol (P) Drs. Ahmad Luthfi, S.H., S.St.M.K., meminta pengawasan program Makan Bergizi Gratis (MBG) semakin diperketat, guna memastikan keamanan pangan di wilayahnya.
Ia menegaskan, keamanan pangan tidak boleh ditawar. Maka dari itu, ia meminta seluruh dapur penyedia MBG memperketat proses pengolahan, kebersihan, dan pengawasan makanan, agar kualitas makanan terjamin dengan baik.
“Harapannya, kejadian-kejadian (keracunan) kemarin tidak terulang kembali, karena ini program struktural, maka harus kita laksanakan,” tegas Gubernur dalam Rapat Koordinasi Bersama Badan Gizi Nasional (BGN) mengenai MBG dan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di GOR Jatidiri, Kota Semarang pada Senin, 6 Oktober 2025.
Rapat tersebut dihadiri sekitar 4.000 peserta, terdiri dari mitra SPPG, ahli gizi, bupati, wali kota, dan instansi terkait di lingkungan Provinsi Jateng.
Gubernur menyampaikan, seluruh kepala daerah memiliki tanggung jawab untuk memastikan program MBG berjalan dengan aman, higienis, dan berkelanjutan.
“Jangan ada kepala daerah yang apatis. SPPG yang sudah ada harus terbuka untuk dicek, minimal bupati/wali kotanya atau ibu-ibu PKK meninjau langsung. Harus ada keterbukaan dan koordinasi dengan Satgas MBG,” ujarnya.
Saat ini, sebanyak 1.596 SPPG sudah beroperasi di Jateng dan ditargetkan jumlahnya terus bertambah hingga akhir tahun. Gubernur menegaskan, pengawasan harus dilakukan secara menyeluruh, mulai dari dapur, distribusi makanan, hingga pengelolaan limbah.
“SPPG tidak boleh eksklusif. Harus siap diperiksa kapan pun, termasuk kalau ada kasus, harus ada quick response (respon cepat), agar tidak menimbulkan kepanikan di masyarakat,” katanya.
Ia juga meminta Dinas Kesehatan memperketat verifikasi lapangan dan memastikan setiap dapur memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS).
“Ini bukan sekadar formalitas. Surat itu harus diiringi dengan inspeksi nyata di lapangan. Kalau perlu buat posko 24 jam untuk pengawasan distribusi MBG,” ujarnya.
Gubernur menilai, program MBG memiliki dampak yang luar biasa, tidak hanya menyehatkan anak-anak, tetapi juga menggerakkan ekonomi daerah.
“Program ini multiefek. Bisa menumbuhkan ekonomi lokal, karena bahan bakunya dari kelompok tani, BUMDes (Badan Usaha Milik Desa), dan UMKM daerah,” katanya.
Kepala Badan Gizi Nasional RI, Dadan Hindayana, menyampaikan, secara nasional sudah ada lebih dari 10.000 SPPG di 38 Provinsi di Indonesia. Provinsi Jawa Tengah menjadi salah satu daerah dengan capaian SPPG tertinggi, yakni 1.596 unit SPPG atau sekitar 50% dari standar nasional.
“Ini menunjukkan Jawa Tengah sudah jauh di depan,” katanya.
Dadan juga menyoroti peran besar ekonomi daerah dari program MBG. Nilai investasi dari BGN yang turun ke Jateng mencapai sekitar Rp32 triliun per tahun.
“Ini menjadi dorongan luar biasa bagi industri pangan lokal, dari pemasok bahan, produsen food tray (nampan makanan), hingga penghasil susu,” jelasnya.
Ia menyatakan, BGN akan memperketat standar operasional melalui inspeksi rutin dan verifikasi dapur. Ia juga meminta seluruh pengelola SPPG menyiapkan alat rapid test pangan, memastikan penggunaan air bersertifikat, serta menyediakan rekaman CCTV dapur untuk pengawasan pusat.
“Setiap SPPG harus bisa menjamin makanan yang sehat, bergizi, seimbang, dan aman dikonsumsi. Itu inti dari program ini,” ujarnya.
Ia juga menegaskan, BGN bersama lintas kementerian, seperti Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Kementerian Lingkungan Hidup, dan Kementerian Dalam Negeri akan terus bersinergi melakukan pengawasan secara terpadu.
Berita Terbaru