Follow Us :              

Mayoritas Sarjana Masih Jadi ‘Job Seeker’

  31 July 2018  |   17:00:00  |   dibaca : 1613 
Kategori :
Bagikan :


Mayoritas Sarjana Masih Jadi ‘Job Seeker’

31 July 2018 | 17:00:00 | dibaca : 1613
Kategori :
Bagikan :

Foto : (Humas Jateng)

Daftarkan diri anda terlebih dahulu

Foto : (Humas Jateng)

KABUPATEN SEMARANG - Para sarjana lulusan perguruan tinggi diharap tidak hanya puas dengan ijazah S2 atau S3 saja, namun harus memiliki keterampilan dan keahlian yang dapat meningkatkan kompetensi untuk bersaing di dunia kerja.

Menurut data Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) jumlah sarjana yang menganggur di Indonesia mencapai 8,8 persen dari total 7 juta pengangguran atau sekitar 630.000 orang. Banyaknya sarjana pengangguran ini karena mayoritas mereka adalah job seeker bukannya menjadi job creator, sehingga mereka hanya mengandalkan pekerjaan sesuai dengan bidang keilmuan mereka dan tidak mencoba berkreasi maupun berinovasi membuat pekerjaan baru.

“Mayoritas lulusan kita ini adalah job seeker bukan job creator, jadi seolah-olah setelah lulus kuliah bukan kreatif menciptakan pekerjaan tapi jagake pekerjaan. Makanya sekarang menumpuk banyak, terlebih lagi setelah moratorium 3-4 tahun ini,” kata Sekda Jawa Tengah Dr Ir Sri Puryono KS MP saat menjadi narasumber dalam Workshop Finalisasi Rencana Pembelajaran Semester (RPS) Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Universitas Diponegoro di Hotel Griya Persada Bandungan, Kabupaten Semarang, Selasa (31/7/2018) Sore.

Oleh karenanya, selain memiliki hard skill di bidang akademi seorang sarjana harus memiliki soft skill atau keterampilan. Sehingga mereka bisa menjadi sarjana yang mumpuni tidak hanya memiliki pengetahuan tapi juga keahlian dan mampu berkreasi serta berinovasi.

“Jadi sarjana itu jangan puas dengan S2 atau S3 tapi harus plus-plus. Artinya keterampilan itu adalah plus-plusnya seperti penguasaan bahasa asing, keterampilan di bidang IT atau keterampilan di bidang lainnya,” tuturnya.

Untuk mendapatkan keahlian dan keterampilan tersebut, imbuh Puryono, mahasiswa harus lebih aktif tidak hanya di dalam kampus namun juga di luar kampus dengan cara berorganisasi ataupun bersosialisasi dan berkomunikasi dengan dunia luar untuk menambah ilmu pengetahuan, keterampilan, dan wawasan.

Tugas Perguruan Tinggi yang berperan dalam menyiapkan lulusan pencetak lapangan kerja adalah memberikan dukungan, dorongan dan memfasilitasi mahasiswa agar menguasai soft skill sesuai dengan bidang ilmu yang ditekuni. Salah satu bentuk fasilitas yang bisa diberikan yakni dengan merumuskan soft skill yang akan diberikan kepada mahasiswa agar nantinya mereka bisa menjadi sarjana yang betul-betul mumpuni.
“Kalau dulu kan ada namanya diskusi kelompok waktu kita di SMA dulu. Nah di perguruan tinggi bisa diangkat kembali, kemudian juga bisa memberikan satu tugas agar mereka bisa belajar berkomunikasi dengan dunia luar,” ujarnya.

Menurut Puryono metode pembelajaran yang harus segera diterapkan dengan berorientasi kepada mahasiswa atau student center learning dengan lebih banyak mendiskusikan mata kuliah kepada mahasiswa, sehingga mereka bisa terpacu untuk lebih aktif. Selain itu, perkuliahan juga jangan hanya di dalam kampus namun juga di luar kampus agar mahasiswa bisa memperkaya pengetahuan dan pengalaman.

“Mahasiswa sangat senang dan tertarik ketika kuliah itu mendiskusikan materi kuliah yang diberikan. Itu juga mengharuskan mereka untuk membaca,” pungkasnya.
(Kukuh/Puji/Humas Jateng)

 

Baca juga : Berlomba-lomba Lahirkan SDM Berkualitas dan Peduli Lingkungan


Bagikan :

KABUPATEN SEMARANG - Para sarjana lulusan perguruan tinggi diharap tidak hanya puas dengan ijazah S2 atau S3 saja, namun harus memiliki keterampilan dan keahlian yang dapat meningkatkan kompetensi untuk bersaing di dunia kerja.

Menurut data Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) jumlah sarjana yang menganggur di Indonesia mencapai 8,8 persen dari total 7 juta pengangguran atau sekitar 630.000 orang. Banyaknya sarjana pengangguran ini karena mayoritas mereka adalah job seeker bukannya menjadi job creator, sehingga mereka hanya mengandalkan pekerjaan sesuai dengan bidang keilmuan mereka dan tidak mencoba berkreasi maupun berinovasi membuat pekerjaan baru.

“Mayoritas lulusan kita ini adalah job seeker bukan job creator, jadi seolah-olah setelah lulus kuliah bukan kreatif menciptakan pekerjaan tapi jagake pekerjaan. Makanya sekarang menumpuk banyak, terlebih lagi setelah moratorium 3-4 tahun ini,” kata Sekda Jawa Tengah Dr Ir Sri Puryono KS MP saat menjadi narasumber dalam Workshop Finalisasi Rencana Pembelajaran Semester (RPS) Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Universitas Diponegoro di Hotel Griya Persada Bandungan, Kabupaten Semarang, Selasa (31/7/2018) Sore.

Oleh karenanya, selain memiliki hard skill di bidang akademi seorang sarjana harus memiliki soft skill atau keterampilan. Sehingga mereka bisa menjadi sarjana yang mumpuni tidak hanya memiliki pengetahuan tapi juga keahlian dan mampu berkreasi serta berinovasi.

“Jadi sarjana itu jangan puas dengan S2 atau S3 tapi harus plus-plus. Artinya keterampilan itu adalah plus-plusnya seperti penguasaan bahasa asing, keterampilan di bidang IT atau keterampilan di bidang lainnya,” tuturnya.

Untuk mendapatkan keahlian dan keterampilan tersebut, imbuh Puryono, mahasiswa harus lebih aktif tidak hanya di dalam kampus namun juga di luar kampus dengan cara berorganisasi ataupun bersosialisasi dan berkomunikasi dengan dunia luar untuk menambah ilmu pengetahuan, keterampilan, dan wawasan.

Tugas Perguruan Tinggi yang berperan dalam menyiapkan lulusan pencetak lapangan kerja adalah memberikan dukungan, dorongan dan memfasilitasi mahasiswa agar menguasai soft skill sesuai dengan bidang ilmu yang ditekuni. Salah satu bentuk fasilitas yang bisa diberikan yakni dengan merumuskan soft skill yang akan diberikan kepada mahasiswa agar nantinya mereka bisa menjadi sarjana yang betul-betul mumpuni.
“Kalau dulu kan ada namanya diskusi kelompok waktu kita di SMA dulu. Nah di perguruan tinggi bisa diangkat kembali, kemudian juga bisa memberikan satu tugas agar mereka bisa belajar berkomunikasi dengan dunia luar,” ujarnya.

Menurut Puryono metode pembelajaran yang harus segera diterapkan dengan berorientasi kepada mahasiswa atau student center learning dengan lebih banyak mendiskusikan mata kuliah kepada mahasiswa, sehingga mereka bisa terpacu untuk lebih aktif. Selain itu, perkuliahan juga jangan hanya di dalam kampus namun juga di luar kampus agar mahasiswa bisa memperkaya pengetahuan dan pengalaman.

“Mahasiswa sangat senang dan tertarik ketika kuliah itu mendiskusikan materi kuliah yang diberikan. Itu juga mengharuskan mereka untuk membaca,” pungkasnya.
(Kukuh/Puji/Humas Jateng)

 

Baca juga : Berlomba-lomba Lahirkan SDM Berkualitas dan Peduli Lingkungan


Bagikan :
Daftarkan diri anda terlebih dahulu