Follow Us :              

Ganjar: Carilah Kesamaan Bahwa Kita Putra-Putri Indonesia

  12 September 2018  |   14:00:00  |   dibaca : 447 
Kategori :
Bagikan :


Ganjar: Carilah Kesamaan Bahwa Kita Putra-Putri Indonesia

12 September 2018 | 14:00:00 | dibaca : 447
Kategori :
Bagikan :

Foto : (Humas Jateng)

Daftarkan diri anda terlebih dahulu

Foto : (Humas Jateng)

SEMARANG - Isu radikalisme hingga kini masih memperoleh sorotan tajam publik. Tidak hanya orang tua, para akademisi pun berupaya membentengi siswa-siswinya agar tidak terjebak paham yang mampu mengancam keutuhan NKRI tersebut. Kepedulian itu juga ditunjukkan oleh Mujiati, salah seorang mahasiswi PG-PAUD IKIP Veteran, yang saat ini mengabdi sebagai guru taman kanak-kanak (TK).

"Bagaimana cara kita menanamkan anti-radikalisme kepada anak usia dini, Pak?", tanya wanita asal Sragen itu kepada Gubernur Jawa Tengah H. Ganjar Pranowo, SH MIP saat menjadi pembicara "Kuliah Umum Penguatan Kebangsaan untuk Generasi Muda dalam Mencegah Radikalisme dan Narkoba di Lingkungan Kampus" di Auditorium IKIP Veteran, Rabu (12/9/2018).

Pertanyaan itu diacungi jempol oleh Gubernur Ganjar Pranowo. Orang nomor satu di Jawa Tengah itu berpendapat, sebelum anak-anak mampu menginternalisasikan nilai-nilai anti-radikalisme, maka orang tua dan guru perlu memenangkan hati dan pikiran mereka dengan cara menceritakan hal-hal menyenangkan. Yakni cerita tentang kasih sayang dan tolong-menolong kepada sesama. Tujuannya, mengasah hati dan pikiran anak-anak untuk peduli terhadap sesama dan mampu menghargai perbedaan.

"Winning their heart, winning their mind. Berikanlah dia (anak-anak) cerita menyenangkan. Cerita tentang kasih sayang, cinta, dan tolong menolong," terang alumnus UGM itu.

Ganjar menjelaskan, pada dasarnya manusia mudah mempelajari hal-hal baru apabila berkaitan dengan pengalamannya. Oleh sebab itu, orang tua dan guru perlu menghadirkan pengalaman positif bagi anak-anak agar mereka berinteraksi secara positif dengan orang-orang di sekelilingnya.

"Saya bukan guru yang baik, tapi saya senang mengajar. Sebenarnya hampir semua orang diajarkan berasal dari pengalaman karena pengalaman mudah terinternalisasi. Maka asah hatinya dulu, misalnya ajak mereka untuk menolong sesama dan mengasihi yatim piatu."

Senada dengan Ganjar, Nafita--mahasiswi PG-PAUD IKIP Veteran menilai, salah satu cara menangkal radikalisme di institusi pendidikan adalah dengan menumbuhkan sikap toleran dan menerima perbedaan pada diri siswa. Nafita tidak menampik jika dirinya juga merasa was-was terhadap isu radikalisme. Perempuan berhijab itu khawatir apabila radikalisme justru dihembuskan oleh oknum guru saat anak belajar di sekolah.

"Bagaimana kalau yang mengajarkan radikalisme itu justru guru yang ada di sekolah tersebut, Pak? Seperti di daerah saya ada satu kelompok belajar di mana gurunya melarang murid menyanyikan lagu Indonesia Raya karena (menurutnya) menyanyi hukumnya haram. Hormat bendera juga nggak boleh," tanya Nafita.

Menanggapi pertanyaan Nafita, Gubernur Ganjar Pranowo menjelaskan, langkah tegas yang harus diambil adalah menyelamatkan anak-anak dan segera melapor kepada pemerintah untuk ditindaklanjuti. "Itu ceritanya benar, riil. Tindakan pertama adalah selamatkan anaknya dulu. Anaknya tidak boleh di situ. Kedua, segera laporkan hal seperti itu agar pemerintah segera ambil tindakan. Kita memang harus membina yang seperti itu," tegasnya.

Ganjar menambahkan, memberi hormat kepada bendera bukan berarti menyembah atau mengkultuskannya, tetapi bagian dari kebanggaan terhadap NKRI. Pihaknya mengatakan, semua agama mengajarkan tentang kebaikan dan menjunjung cinta damai. Oleh sebab itu, setiap umat beragama hendaknya dapat hidup bermasyarakat secara harmonis dengan menghormati perbedaan tersebut. Perbedaan bukanlah jurang pemisah, melainkan anugerah yang semakin mewarnai negeri ini.

"Kalau kamu mencari bedanya, kamu akan ketemu masalah terus-menerus. Tapi carilah kesamaannya bahwa kita sama-sama putra-putri Indonesia. Pancasila perekat kita semua agar menjadi bangsa yang utuh," tegasnya.
(Arifa/Puji/Humas Jateng)

 

Baca juga : Ambil Satu Peran Saja


Bagikan :

SEMARANG - Isu radikalisme hingga kini masih memperoleh sorotan tajam publik. Tidak hanya orang tua, para akademisi pun berupaya membentengi siswa-siswinya agar tidak terjebak paham yang mampu mengancam keutuhan NKRI tersebut. Kepedulian itu juga ditunjukkan oleh Mujiati, salah seorang mahasiswi PG-PAUD IKIP Veteran, yang saat ini mengabdi sebagai guru taman kanak-kanak (TK).

"Bagaimana cara kita menanamkan anti-radikalisme kepada anak usia dini, Pak?", tanya wanita asal Sragen itu kepada Gubernur Jawa Tengah H. Ganjar Pranowo, SH MIP saat menjadi pembicara "Kuliah Umum Penguatan Kebangsaan untuk Generasi Muda dalam Mencegah Radikalisme dan Narkoba di Lingkungan Kampus" di Auditorium IKIP Veteran, Rabu (12/9/2018).

Pertanyaan itu diacungi jempol oleh Gubernur Ganjar Pranowo. Orang nomor satu di Jawa Tengah itu berpendapat, sebelum anak-anak mampu menginternalisasikan nilai-nilai anti-radikalisme, maka orang tua dan guru perlu memenangkan hati dan pikiran mereka dengan cara menceritakan hal-hal menyenangkan. Yakni cerita tentang kasih sayang dan tolong-menolong kepada sesama. Tujuannya, mengasah hati dan pikiran anak-anak untuk peduli terhadap sesama dan mampu menghargai perbedaan.

"Winning their heart, winning their mind. Berikanlah dia (anak-anak) cerita menyenangkan. Cerita tentang kasih sayang, cinta, dan tolong menolong," terang alumnus UGM itu.

Ganjar menjelaskan, pada dasarnya manusia mudah mempelajari hal-hal baru apabila berkaitan dengan pengalamannya. Oleh sebab itu, orang tua dan guru perlu menghadirkan pengalaman positif bagi anak-anak agar mereka berinteraksi secara positif dengan orang-orang di sekelilingnya.

"Saya bukan guru yang baik, tapi saya senang mengajar. Sebenarnya hampir semua orang diajarkan berasal dari pengalaman karena pengalaman mudah terinternalisasi. Maka asah hatinya dulu, misalnya ajak mereka untuk menolong sesama dan mengasihi yatim piatu."

Senada dengan Ganjar, Nafita--mahasiswi PG-PAUD IKIP Veteran menilai, salah satu cara menangkal radikalisme di institusi pendidikan adalah dengan menumbuhkan sikap toleran dan menerima perbedaan pada diri siswa. Nafita tidak menampik jika dirinya juga merasa was-was terhadap isu radikalisme. Perempuan berhijab itu khawatir apabila radikalisme justru dihembuskan oleh oknum guru saat anak belajar di sekolah.

"Bagaimana kalau yang mengajarkan radikalisme itu justru guru yang ada di sekolah tersebut, Pak? Seperti di daerah saya ada satu kelompok belajar di mana gurunya melarang murid menyanyikan lagu Indonesia Raya karena (menurutnya) menyanyi hukumnya haram. Hormat bendera juga nggak boleh," tanya Nafita.

Menanggapi pertanyaan Nafita, Gubernur Ganjar Pranowo menjelaskan, langkah tegas yang harus diambil adalah menyelamatkan anak-anak dan segera melapor kepada pemerintah untuk ditindaklanjuti. "Itu ceritanya benar, riil. Tindakan pertama adalah selamatkan anaknya dulu. Anaknya tidak boleh di situ. Kedua, segera laporkan hal seperti itu agar pemerintah segera ambil tindakan. Kita memang harus membina yang seperti itu," tegasnya.

Ganjar menambahkan, memberi hormat kepada bendera bukan berarti menyembah atau mengkultuskannya, tetapi bagian dari kebanggaan terhadap NKRI. Pihaknya mengatakan, semua agama mengajarkan tentang kebaikan dan menjunjung cinta damai. Oleh sebab itu, setiap umat beragama hendaknya dapat hidup bermasyarakat secara harmonis dengan menghormati perbedaan tersebut. Perbedaan bukanlah jurang pemisah, melainkan anugerah yang semakin mewarnai negeri ini.

"Kalau kamu mencari bedanya, kamu akan ketemu masalah terus-menerus. Tapi carilah kesamaannya bahwa kita sama-sama putra-putri Indonesia. Pancasila perekat kita semua agar menjadi bangsa yang utuh," tegasnya.
(Arifa/Puji/Humas Jateng)

 

Baca juga : Ambil Satu Peran Saja


Bagikan :
Daftarkan diri anda terlebih dahulu