Follow Us :              

Menyusuri Lorong Kampung Batik Laweyan Solo

  11 January 2019  |   13:00:00  |   dibaca : 3320 
Kategori :
Bagikan :


Menyusuri Lorong Kampung Batik Laweyan Solo

11 January 2019 | 13:00:00 | dibaca : 3320
Kategori :
Bagikan :

Foto : Suryo (Humas Jateng)

Daftarkan diri anda terlebih dahulu

Foto : Suryo (Humas Jateng)

SOLO - Lorong-lorong kampung tersebut tampak sempit. Namun juga terlihat begitu indah dengan aneka lukisan batik di kanan kiri jalannya. Itulah sekelumit gambaran Kampung Batik Laweyan, sentra pembuatan batik di Solo, Jawa Tengah (Jateng). Di kampung tersebut, mayoritas masyarakatnya menghabiskan hidup untuk melestarikan warisan budaya bangsa dengan membatik.

Di depan rumah-rumah warga, sering ditemui perempuan-perempuan paruh baya sedang nyanting, mewarnai kain batik menggunakan lilin panas. Di samping kanan kirinya, berjajar kain-kain batik aneka motif yang telah selesai dibuat. "Sehari-hari ya begini, membatik di rumah. Ini sudah menjadi pekerjaan saya sehari-hari," kata Ngatmi, 48, salah seorang pembatik di kampung tersebut.

Menurut Ketua Forum Pengembangan Kampung Batik Laweyan, Alpha Fabela Priyatmono, Laweyan merupakan sentra industri batik di Solo. Sejak tahun 2004 lalu, kawasan tersebut ditetapkan oleh pemerintah sebagai Kampung Batik. "Laweyan merupakan satu kampung yang dari dulu memproduksi batik. Sudah ratusan tahun lamanya kampung ini bergulat dengan batik," katanya, Jumat (11/1/2019).

Kampung Batik Laweyan, lanjut dia, memang erat kaitannya dengan batik Nusantara dan menjadi pusat perekonomian Bangsa Indonesia. Dahulu, di kampung tersebut berdiri Sarekat Dagang Islam (SDI) dengan batik sebagai komoditas utama.

Awalnya, ada ratusan perajin batik di kampung tersebut. Namun seiring berjalannya waktu, Kampung Batik Laweyan mengalami pasang surut, dan sempat hanya menyisakan 16 perajin batik saja.

"Sejak 2004, kawasan ini ditetapkan sebagai Kampung Batik, para perajin mulai bergairah. Sekarang lebih dari 80 perajin yang ada di lokasi ini, lengkap dengan sarana prasarana pendukung lain seperti ruang membatik, ruang pameran, ruang edukasi dan sebagainya," terangnya.

Dia menyebutkan, meski perkembangan zaman tidak dapat dielakkan, namun upaya melestarikan batik terus dilakukan di kampung itu. Tiga prinsip utama yang dijalankan adalah memproduksi, menjual dan mengedukasi masyarakat tentang batik selalu dijalankan.

"Kami sudah melibatkan anak-anak muda Laweyan ini untuk terlibat dalam upaya pelestarian batik. Meskipun kemajuan zaman terus terjadi dan batik-batik modern bermunculan, namun ketradisionalan batik tetap kami jaga di sini," bebernya.

Hal itu terlihat dengan masih banyaknya para pembatik tradisional di depan rumah-rumah warga. Tidak hanya kaum Hawa, kaum Adam di kampung itu pun banyak yang menekuni dunia batik. "Kami juga terus melakukan inovasi dalam hal batik. Selain melestarikan motif-motif tradisional, kami juga mengembangkan batik kontemporer. Seperti saya sekarang sedang membuat batik Alquran, batik Wayang Beber, batik Proklamasi dan batik-batik lainnya," tukasnya.

Selain melestarikan batik, lanjut dia, ditetapkannya Kampung Batik Laweyan sendiri juga berpengaruh dalam peningkatan ekonomi warganya. Miliaran rupiah berputar setiap bulannya di kampung tersebut. "Kami sangat bersyukur dengan kondisi ini dan akan terus berupaya melestarikan warisan tradisi ini sampai tua nanti," pungkasnya.
 


Bagikan :

SOLO - Lorong-lorong kampung tersebut tampak sempit. Namun juga terlihat begitu indah dengan aneka lukisan batik di kanan kiri jalannya. Itulah sekelumit gambaran Kampung Batik Laweyan, sentra pembuatan batik di Solo, Jawa Tengah (Jateng). Di kampung tersebut, mayoritas masyarakatnya menghabiskan hidup untuk melestarikan warisan budaya bangsa dengan membatik.

Di depan rumah-rumah warga, sering ditemui perempuan-perempuan paruh baya sedang nyanting, mewarnai kain batik menggunakan lilin panas. Di samping kanan kirinya, berjajar kain-kain batik aneka motif yang telah selesai dibuat. "Sehari-hari ya begini, membatik di rumah. Ini sudah menjadi pekerjaan saya sehari-hari," kata Ngatmi, 48, salah seorang pembatik di kampung tersebut.

Menurut Ketua Forum Pengembangan Kampung Batik Laweyan, Alpha Fabela Priyatmono, Laweyan merupakan sentra industri batik di Solo. Sejak tahun 2004 lalu, kawasan tersebut ditetapkan oleh pemerintah sebagai Kampung Batik. "Laweyan merupakan satu kampung yang dari dulu memproduksi batik. Sudah ratusan tahun lamanya kampung ini bergulat dengan batik," katanya, Jumat (11/1/2019).

Kampung Batik Laweyan, lanjut dia, memang erat kaitannya dengan batik Nusantara dan menjadi pusat perekonomian Bangsa Indonesia. Dahulu, di kampung tersebut berdiri Sarekat Dagang Islam (SDI) dengan batik sebagai komoditas utama.

Awalnya, ada ratusan perajin batik di kampung tersebut. Namun seiring berjalannya waktu, Kampung Batik Laweyan mengalami pasang surut, dan sempat hanya menyisakan 16 perajin batik saja.

"Sejak 2004, kawasan ini ditetapkan sebagai Kampung Batik, para perajin mulai bergairah. Sekarang lebih dari 80 perajin yang ada di lokasi ini, lengkap dengan sarana prasarana pendukung lain seperti ruang membatik, ruang pameran, ruang edukasi dan sebagainya," terangnya.

Dia menyebutkan, meski perkembangan zaman tidak dapat dielakkan, namun upaya melestarikan batik terus dilakukan di kampung itu. Tiga prinsip utama yang dijalankan adalah memproduksi, menjual dan mengedukasi masyarakat tentang batik selalu dijalankan.

"Kami sudah melibatkan anak-anak muda Laweyan ini untuk terlibat dalam upaya pelestarian batik. Meskipun kemajuan zaman terus terjadi dan batik-batik modern bermunculan, namun ketradisionalan batik tetap kami jaga di sini," bebernya.

Hal itu terlihat dengan masih banyaknya para pembatik tradisional di depan rumah-rumah warga. Tidak hanya kaum Hawa, kaum Adam di kampung itu pun banyak yang menekuni dunia batik. "Kami juga terus melakukan inovasi dalam hal batik. Selain melestarikan motif-motif tradisional, kami juga mengembangkan batik kontemporer. Seperti saya sekarang sedang membuat batik Alquran, batik Wayang Beber, batik Proklamasi dan batik-batik lainnya," tukasnya.

Selain melestarikan batik, lanjut dia, ditetapkannya Kampung Batik Laweyan sendiri juga berpengaruh dalam peningkatan ekonomi warganya. Miliaran rupiah berputar setiap bulannya di kampung tersebut. "Kami sangat bersyukur dengan kondisi ini dan akan terus berupaya melestarikan warisan tradisi ini sampai tua nanti," pungkasnya.
 


Bagikan :
Daftarkan diri anda terlebih dahulu