Follow Us :              

Bencana di Jateng Masih Tinggi, Gubernur Tekankan Upaya Pencegahan 

  26 June 2025  |   12:30:00  |   dibaca : 43 
Kategori :
Bagikan :


Bencana di Jateng Masih Tinggi, Gubernur Tekankan Upaya Pencegahan 

26 June 2025 | 12:30:00 | dibaca : 43
Kategori :
Bagikan :

Foto : Gholib (Humas Jateng)

Daftarkan diri anda terlebih dahulu

Foto : Gholib (Humas Jateng)

KARANGANYAR - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Suharyanto, mengatakan, ada sebanyak 1.713 kejadian bencana yang terjadi di Indonesia, pada periode Januari sampai 23 Juni 2025. 

"Untuk Jawa Tengah, saya masih ingat, dari 1 Januari sampai Juni ini banyak bencana di Kudus, Sayung Demak, tetapi Pemerintahan Provinsi Jawa Tengah belum teriak ke BNPB. Gubernur bisa mengatasi sendiri," ucap Suharyanto dalam acara Jambore Nasional ke-3 Relawan Muhammadiyah Aisyiyah di Wonder Park, Tawangmangu, Karanganyar pada Kamis, 26 Juni 2025.

Adapun sebanyak 1.713 kejadian bencana itu, terdiri dari bencana hidrometeorologi (bencana yang disebabkan faktor cuaca dan air) basah sebanyak 92%, hidrometeorologi kering sebanyak 7%, dan geologi vulkanologi (aktivitas gunung berapi) sebanyak 1%. 

"Terkait bencana ini, kita semua tidak boleh lengah. Jumlah bencana juga sangat besar, 4 tahun terakhir jumlah bencana fluktuatif, tetapi tidak pernah kurang dari 3.500 bencana. Rata-rata ada 20-25 bencana per hari," ujarnya.

Pada kesempatan itu, Gubernur Jawa Tengah, Komjen Pol (P) Drs. Ahmad Luthfi, S.H., S.St.M.K., pihaknya tidak menyangkal bahwa ada banyak bencana yang terjadi di wilayahnya. 

Berdasarkan data dari Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana BPBD Provinsi Jateng pada periode 1 Januari-31 Mei 2025, tercatat ada sebanyak 152 kejadian bencana yang terjadi. Rinciannya, bencana banjir sebanyak 86 kejadian, tanah longsor 17 kejadian, cuaca ekstrem 42 kejadian, kebakaran hutan dan lahan (karhutla) 1 kejadian, serta kebakaran 6 kejadian. 

Adapun potensi bencana yang harus diwaspadai ke depan, selama bulan Juni-Desember 2025, antara lain adanya kekeringan, karhutla, banjir rob dan gelombang tinggi, angin kencang/puting beliung, gempa bumi, serta tsunami.

Tingginya angka bencana di provinsi ini merujuk pada kondisi geologi Jateng yang terbagi menjadi 7 zona fisiografi atau pembagian wilayah berdasarkan segi fisiknya, seperti garis lintang-bujur, batuan, relief permukaan bumi, dan hal-hal lain. Zona-zona tersebut, yakni Perbukitan Rembang, Zona Randublatung, Pegunungan Kendeng, Pegunungan Selatan Jawa Tengah bagian Timur, Pegunungan Serayu Utara, Pegunungan Serayu Selatan, dan Pegunungan Progo Barat. 

Sementara kondisi topografi (bentuk permukaan bumi) di Jateng, meliputi daerah pegunungan dan dataran tinggi yang letaknya memanjang di tengah Pulau Jawa, dataran rendah yang tersebar di sekelilingnya, dan daerah pantai di bagian utara dan selatan. Sementara itu, Jawa Tengah memiliki iklim tropis dengan curah hujan yang cukup beragam.

Menurut pengukuran Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI) tahun 2024, Provinsi Jawa Tengah termasuk dalam kategori risiko sedang dengan nilai 99,61.

Gubernur menjelaskan, upaya pencegahan bencana menjadi salah satu langkah antisipasi yang dapat dilakukan. Misalnya terkait banjir, rob, dan pendangkalan muara, hal ini bisa dicegah dengan melakukan normalisasi sungai dan mageri segoro atau memagari laut dengan menanam mangrove sebanyak-banyaknya.

Tak hanya itu, upaya untuk mengurangi penggunaan air tanah yang menyebabkan turunnya permukaan tanah dan abrasi/pengikisan juga perlu dilakukan. Dalam hal ini, edukasi kepada masyarakat harus terus dimasifkan.

"Kita edukasi untuk tidak menggunakan air tanah, sehingga kita ganti dengan SPAM (sistem penyediaan air minum). Kalau tidak (ada) SPAM, Provinsi Jawa Tengah juga menggunakan desalinasi (teknologi yang dapat mengolah air tawar menjadi air layak minum). Upaya pencegahan ini yang ke depan harus kita lakukan," jelasnya.

Gubernur menambahkan, edukasi tanggap bencana kepada masyarakat juga diperlukan, mulai dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten/kota, sampai provinsi. Selain itu, keberadaan relawan tanggap bencana juga menjadi unsur penting dalam rangka merespons cepat adanya bencana.


Bagikan :

KARANGANYAR - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Suharyanto, mengatakan, ada sebanyak 1.713 kejadian bencana yang terjadi di Indonesia, pada periode Januari sampai 23 Juni 2025. 

"Untuk Jawa Tengah, saya masih ingat, dari 1 Januari sampai Juni ini banyak bencana di Kudus, Sayung Demak, tetapi Pemerintahan Provinsi Jawa Tengah belum teriak ke BNPB. Gubernur bisa mengatasi sendiri," ucap Suharyanto dalam acara Jambore Nasional ke-3 Relawan Muhammadiyah Aisyiyah di Wonder Park, Tawangmangu, Karanganyar pada Kamis, 26 Juni 2025.

Adapun sebanyak 1.713 kejadian bencana itu, terdiri dari bencana hidrometeorologi (bencana yang disebabkan faktor cuaca dan air) basah sebanyak 92%, hidrometeorologi kering sebanyak 7%, dan geologi vulkanologi (aktivitas gunung berapi) sebanyak 1%. 

"Terkait bencana ini, kita semua tidak boleh lengah. Jumlah bencana juga sangat besar, 4 tahun terakhir jumlah bencana fluktuatif, tetapi tidak pernah kurang dari 3.500 bencana. Rata-rata ada 20-25 bencana per hari," ujarnya.

Pada kesempatan itu, Gubernur Jawa Tengah, Komjen Pol (P) Drs. Ahmad Luthfi, S.H., S.St.M.K., pihaknya tidak menyangkal bahwa ada banyak bencana yang terjadi di wilayahnya. 

Berdasarkan data dari Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana BPBD Provinsi Jateng pada periode 1 Januari-31 Mei 2025, tercatat ada sebanyak 152 kejadian bencana yang terjadi. Rinciannya, bencana banjir sebanyak 86 kejadian, tanah longsor 17 kejadian, cuaca ekstrem 42 kejadian, kebakaran hutan dan lahan (karhutla) 1 kejadian, serta kebakaran 6 kejadian. 

Adapun potensi bencana yang harus diwaspadai ke depan, selama bulan Juni-Desember 2025, antara lain adanya kekeringan, karhutla, banjir rob dan gelombang tinggi, angin kencang/puting beliung, gempa bumi, serta tsunami.

Tingginya angka bencana di provinsi ini merujuk pada kondisi geologi Jateng yang terbagi menjadi 7 zona fisiografi atau pembagian wilayah berdasarkan segi fisiknya, seperti garis lintang-bujur, batuan, relief permukaan bumi, dan hal-hal lain. Zona-zona tersebut, yakni Perbukitan Rembang, Zona Randublatung, Pegunungan Kendeng, Pegunungan Selatan Jawa Tengah bagian Timur, Pegunungan Serayu Utara, Pegunungan Serayu Selatan, dan Pegunungan Progo Barat. 

Sementara kondisi topografi (bentuk permukaan bumi) di Jateng, meliputi daerah pegunungan dan dataran tinggi yang letaknya memanjang di tengah Pulau Jawa, dataran rendah yang tersebar di sekelilingnya, dan daerah pantai di bagian utara dan selatan. Sementara itu, Jawa Tengah memiliki iklim tropis dengan curah hujan yang cukup beragam.

Menurut pengukuran Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI) tahun 2024, Provinsi Jawa Tengah termasuk dalam kategori risiko sedang dengan nilai 99,61.

Gubernur menjelaskan, upaya pencegahan bencana menjadi salah satu langkah antisipasi yang dapat dilakukan. Misalnya terkait banjir, rob, dan pendangkalan muara, hal ini bisa dicegah dengan melakukan normalisasi sungai dan mageri segoro atau memagari laut dengan menanam mangrove sebanyak-banyaknya.

Tak hanya itu, upaya untuk mengurangi penggunaan air tanah yang menyebabkan turunnya permukaan tanah dan abrasi/pengikisan juga perlu dilakukan. Dalam hal ini, edukasi kepada masyarakat harus terus dimasifkan.

"Kita edukasi untuk tidak menggunakan air tanah, sehingga kita ganti dengan SPAM (sistem penyediaan air minum). Kalau tidak (ada) SPAM, Provinsi Jawa Tengah juga menggunakan desalinasi (teknologi yang dapat mengolah air tawar menjadi air layak minum). Upaya pencegahan ini yang ke depan harus kita lakukan," jelasnya.

Gubernur menambahkan, edukasi tanggap bencana kepada masyarakat juga diperlukan, mulai dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten/kota, sampai provinsi. Selain itu, keberadaan relawan tanggap bencana juga menjadi unsur penting dalam rangka merespons cepat adanya bencana.


Bagikan :
Daftarkan diri anda terlebih dahulu