Follow Us :              

Usia Seabad, Mbah Binah Tetap Eksis Jualan Wayang

  21 March 2019  |   12:30:00  |   dibaca : 4988 
Kategori :
Bagikan :


Usia Seabad, Mbah Binah Tetap Eksis Jualan Wayang

21 March 2019 | 12:30:00 | dibaca : 4988
Kategori :
Bagikan :

Foto : Handy (Humas Jateng)

Daftarkan diri anda terlebih dahulu

Foto : Handy (Humas Jateng)

SEMARANG – Gerimis rintik-rintik dan awan mendung memayungi langit Kota Semarang. Seorang perempuan berusia senja mengenakan kebaya hitam dibalut jarik bermotif parang tampak duduk lesehan di lantai teras Gedung Pertemuan Kompleks Taman Budaya Raden Saleh (TBRS).

Di hadapannya berjajar aneka wayang dengan berbagai ukuran. Sesekali dia menenggak teh hangat yang tersimpan di bekas botol air mineral untuk meredakan dinginnya malam. “Mau cari tokoh wayang apa? Pandawa ada, Punakawan ada, pokoknya komplit,” ucapnya dengan Bahasa Jawa seraya mengangkat tokoh wayang Bima.

Begitulah sosok Mbah Binah di tengah hiruk pikuk pagelaran wayang kulit malam Jumat Kliwon di gedung kesenian terletak di Jalan Sriwijaya 29 Semarang, belum lama ini. Sudah belasan tahun dia tidak pernah absen dari pagelaran wayang kulit dilakukan setiap selapan (35 hari sekali) oleh Teater Lingkar itu.

Kendati datang hanya untuk berjualan wayang, Mbah Binah mengaku, sudah melakoninya sejak suaminya, Arjo Sakiyo, masih hidup. Padahal, pagelaran wayang kulit malam Jumat Kliwon itu pertama kali digelar tahun 1992 silam.

“Kalau jam 16.00WIB sore, saya belum datang, pasti Pak Ton (sapaan pendiri Teater Lingkar, Suhartono Padmo Sumarto) selalu menanyakan keberadaan saya. Takutnya saya sedang sakit atau kenapa-kenapa,” ujar nenek dengan 23 buyut ini yang tiap berangkat berjualan ke TBRS diantar anaknya atau menumpang becak motor.

Ya, hampir separuh hidup Mbah Binah dijalaninya untuk berjualan wayang. Bahkan, setiap harinya nenek yang tinggal di Kelurahan Ngesrep, Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang ini memiliki lapak di lantai dua Pasar Burung Karimata. Selain itu, dia kerap menjajakan dagangannya di salah satu stasiun radio plat merah.

Meneruskan usaha almarhum suaminya, Mbah Binah mendapatkan pasokan wayang dari pengrajin asal Kota Solo. Untuk jenis wayang berbahan kulit dia jual seharga Rp150 ribu- Rp200 ribu. Ada juga wayang berbahan kertas dengan banderol lebih murah, kisaran Rp50 ribu. Harga tersebut tergantung ukurannya.

“Sekali pengiriman dari Solo itu keluar uang Rp2 juta. Waktunya enggak tentu. Karena setiap kali berjualan kan enggak mesti ada yang beli wayang. Kan sering juga satu tokoh wayang pun enggak laku terjual,” seloroh Mbah Binah yang mengaku sering meluangkan waktu berziarah ke makam suaminya.

Nenek yang mengaku memiliki usia seabad ini memang memilih tetap berjualan ketimbang berdiam diri di rumah. Baginya, berdiam diri di rumah justru mudah mendatangkan penyakit.

Apalagi, dia enggan mengecewakan para pelanggan salah satu kesenian budaya Indonesia yang bernilai adiluhung ini.

“Dalange apik-elek (bagus atau jelek), dagangane payu mboh ora (laku atau tidak), pokoke tetep mangkat (pokoknya tetap berangkat). Yen ora, aku digoleki langgananku (Kalau tidak berjualan nanti dicari pelangganku)," papar nenek kelahiran Pedan, Klaten yang populer dengan sapaan Mbah Wayang ini.

 

Baca juga : Langgengnya Pagelaran Wayang Kulit Jumat Kliwon di TBRS


Bagikan :

SEMARANG – Gerimis rintik-rintik dan awan mendung memayungi langit Kota Semarang. Seorang perempuan berusia senja mengenakan kebaya hitam dibalut jarik bermotif parang tampak duduk lesehan di lantai teras Gedung Pertemuan Kompleks Taman Budaya Raden Saleh (TBRS).

Di hadapannya berjajar aneka wayang dengan berbagai ukuran. Sesekali dia menenggak teh hangat yang tersimpan di bekas botol air mineral untuk meredakan dinginnya malam. “Mau cari tokoh wayang apa? Pandawa ada, Punakawan ada, pokoknya komplit,” ucapnya dengan Bahasa Jawa seraya mengangkat tokoh wayang Bima.

Begitulah sosok Mbah Binah di tengah hiruk pikuk pagelaran wayang kulit malam Jumat Kliwon di gedung kesenian terletak di Jalan Sriwijaya 29 Semarang, belum lama ini. Sudah belasan tahun dia tidak pernah absen dari pagelaran wayang kulit dilakukan setiap selapan (35 hari sekali) oleh Teater Lingkar itu.

Kendati datang hanya untuk berjualan wayang, Mbah Binah mengaku, sudah melakoninya sejak suaminya, Arjo Sakiyo, masih hidup. Padahal, pagelaran wayang kulit malam Jumat Kliwon itu pertama kali digelar tahun 1992 silam.

“Kalau jam 16.00WIB sore, saya belum datang, pasti Pak Ton (sapaan pendiri Teater Lingkar, Suhartono Padmo Sumarto) selalu menanyakan keberadaan saya. Takutnya saya sedang sakit atau kenapa-kenapa,” ujar nenek dengan 23 buyut ini yang tiap berangkat berjualan ke TBRS diantar anaknya atau menumpang becak motor.

Ya, hampir separuh hidup Mbah Binah dijalaninya untuk berjualan wayang. Bahkan, setiap harinya nenek yang tinggal di Kelurahan Ngesrep, Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang ini memiliki lapak di lantai dua Pasar Burung Karimata. Selain itu, dia kerap menjajakan dagangannya di salah satu stasiun radio plat merah.

Meneruskan usaha almarhum suaminya, Mbah Binah mendapatkan pasokan wayang dari pengrajin asal Kota Solo. Untuk jenis wayang berbahan kulit dia jual seharga Rp150 ribu- Rp200 ribu. Ada juga wayang berbahan kertas dengan banderol lebih murah, kisaran Rp50 ribu. Harga tersebut tergantung ukurannya.

“Sekali pengiriman dari Solo itu keluar uang Rp2 juta. Waktunya enggak tentu. Karena setiap kali berjualan kan enggak mesti ada yang beli wayang. Kan sering juga satu tokoh wayang pun enggak laku terjual,” seloroh Mbah Binah yang mengaku sering meluangkan waktu berziarah ke makam suaminya.

Nenek yang mengaku memiliki usia seabad ini memang memilih tetap berjualan ketimbang berdiam diri di rumah. Baginya, berdiam diri di rumah justru mudah mendatangkan penyakit.

Apalagi, dia enggan mengecewakan para pelanggan salah satu kesenian budaya Indonesia yang bernilai adiluhung ini.

“Dalange apik-elek (bagus atau jelek), dagangane payu mboh ora (laku atau tidak), pokoke tetep mangkat (pokoknya tetap berangkat). Yen ora, aku digoleki langgananku (Kalau tidak berjualan nanti dicari pelangganku)," papar nenek kelahiran Pedan, Klaten yang populer dengan sapaan Mbah Wayang ini.

 

Baca juga : Langgengnya Pagelaran Wayang Kulit Jumat Kliwon di TBRS


Bagikan :
Daftarkan diri anda terlebih dahulu