Follow Us :              

Sekda: Jadi Universitas Tersejuk, UNNES Harus Tambah Moncer

  30 March 2019  |   20:00:00  |   dibaca : 1000 
Kategori :
Bagikan :


Sekda: Jadi Universitas Tersejuk, UNNES Harus Tambah Moncer

30 March 2019 | 20:00:00 | dibaca : 1000
Kategori :
Bagikan :

Foto : Sigit (Humas Jateng)

Daftarkan diri anda terlebih dahulu

Foto : Sigit (Humas Jateng)

SEMARANG - "Nulodo Laku Utomo.
Tumapring Wong Tanah Jawi.
Wong Agung Ing Ngeksigondo.
Panembahan Senopati Kepati Maharsudi.
Sudaning Howo Lan Nepsu.
Pinepsu Topo Broto.
Tanapi Ing Siyang Ratri.
Amemangun Karyanak tyas ing sasomo."

Tembang Sinom Parijotho dengan iringan gamelan, yang dilantunkan Sekda Jateng yang juga Ketua Dewan Pertimbangan UNNES Sri Puryono mampu membuat pagelaran Wayang Kolaborasi berjudul "Dhuta Pinilih" oleh Ki Dalang Widodo Broto Sejati dalam rangka Dies Natalis UNNES ke-54 di Pendapa Amarta Kampung Budaya UNNES, Sabtu (30/3/2019) malam, makin meriah.

Usai melantunkan tembang itu, Sekda pun melontarkan pertanyaan kepada mahasiswa yang memenuhi tempat duduk, siapa nama rektor, wakil rektor dan beberapa dekan fakultas.

Mahasiswa yang berhasil menjawab pertanyaan pun mendapatkan hadiah sepeda gunung yang telah disediakan panitia.

Pagelaran wayang kolaborasi yang para dalang, sinden, penari, pelawak, maupun penabuh gamelannya terdiri dari para dosen, mahasiswa dan seniman Kota Semarang itu, menurut Rektor UNNES Prof Fathur Rokhman mengandung pesan untuk bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh, serta penyemangat untuk menjadikan UNNES memiliki reputasi internasional dan berwawasan konservasi. Wawasan konservasi itu meliputi konservasi lingkungan, nilai dan budaya, karakter.

"Selain sebagai rumah ilmu, komitmen kita terus melestarikan sumber daya alam, budaya dan memberi manfaat lebih luas. Wayang ini juga sebagai model baru di Jawa Tengah yang mengantarkan nilai dan rujukan masyarakat," jelasnya.

Dalam sambutannya, Sri Puryono berharap, cita-cita UNNES sebagai badan hukum tidaklah mudah. Apalagi, mendunia untuk Indonesia. 

"Sebagai universitas pertama tersejuk, konservasi yang ditanamkan saat ini adalah konservasi lahir dan batin. UNNES juga harus menjadi kampus penjaga Pancasila dan NKRI, agar tambah moncer," pesannya.

Wayang berjudul Duta Pinilih itu mengambil cerita tentang Pandawa yang telah selesai menjalani hukuman, berniat ingin meminta haknya kembali atas Indraprastha (Amarta).

Karena, sejak awal, Kurawa memang tidak ingin mengembalikan Amarta kepada Pandawa. Prabu Duryudana pun menolak permintaan Sri Kresna yang menemuinya karena diutus sebagai duta Pandawa.

Duryudana memberikan berbagai alasan yang memang sudah direncakan untuk memperkuat alasan mereka mengapa tidak ingin mengembalikan Indraprastha kepada Pandawa. Duryudana mengatakan bahwa tindakan Pandawa mengadakan upacara Rajasuya menunjukkan bahwa Pandawa mengagungkan diri mereka sendiri.

Sri Kresna kemudian menjawab bahwa Rajasuya itu bukan merupakan keputusan Yudhistira melainkan merupakan kesepakatan raja-raja yang mengakui Yudhistira sebagai raja arif  bijaksana. Duryudana kemudian berdalih bahwa para Pandawa telah melanggar hukuman ketika terjadi perselisihan antara Hastina dan Wirata. 

Pandawa telah menampakkan diri dan bahkan mengangkat senjata terhadap para Kurawa. Sri Kresna kemudian membalas bahwa saat itu menurut hitungannya, para Pandawa sudah terlepas dari masa hukuman dan mereka mengangkat senjata perang.

 

Baca juga : Perankan "Prabu Kresna," Ini Petuah Sekda Sri Puryono


Bagikan :

SEMARANG - "Nulodo Laku Utomo.
Tumapring Wong Tanah Jawi.
Wong Agung Ing Ngeksigondo.
Panembahan Senopati Kepati Maharsudi.
Sudaning Howo Lan Nepsu.
Pinepsu Topo Broto.
Tanapi Ing Siyang Ratri.
Amemangun Karyanak tyas ing sasomo."

Tembang Sinom Parijotho dengan iringan gamelan, yang dilantunkan Sekda Jateng yang juga Ketua Dewan Pertimbangan UNNES Sri Puryono mampu membuat pagelaran Wayang Kolaborasi berjudul "Dhuta Pinilih" oleh Ki Dalang Widodo Broto Sejati dalam rangka Dies Natalis UNNES ke-54 di Pendapa Amarta Kampung Budaya UNNES, Sabtu (30/3/2019) malam, makin meriah.

Usai melantunkan tembang itu, Sekda pun melontarkan pertanyaan kepada mahasiswa yang memenuhi tempat duduk, siapa nama rektor, wakil rektor dan beberapa dekan fakultas.

Mahasiswa yang berhasil menjawab pertanyaan pun mendapatkan hadiah sepeda gunung yang telah disediakan panitia.

Pagelaran wayang kolaborasi yang para dalang, sinden, penari, pelawak, maupun penabuh gamelannya terdiri dari para dosen, mahasiswa dan seniman Kota Semarang itu, menurut Rektor UNNES Prof Fathur Rokhman mengandung pesan untuk bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh, serta penyemangat untuk menjadikan UNNES memiliki reputasi internasional dan berwawasan konservasi. Wawasan konservasi itu meliputi konservasi lingkungan, nilai dan budaya, karakter.

"Selain sebagai rumah ilmu, komitmen kita terus melestarikan sumber daya alam, budaya dan memberi manfaat lebih luas. Wayang ini juga sebagai model baru di Jawa Tengah yang mengantarkan nilai dan rujukan masyarakat," jelasnya.

Dalam sambutannya, Sri Puryono berharap, cita-cita UNNES sebagai badan hukum tidaklah mudah. Apalagi, mendunia untuk Indonesia. 

"Sebagai universitas pertama tersejuk, konservasi yang ditanamkan saat ini adalah konservasi lahir dan batin. UNNES juga harus menjadi kampus penjaga Pancasila dan NKRI, agar tambah moncer," pesannya.

Wayang berjudul Duta Pinilih itu mengambil cerita tentang Pandawa yang telah selesai menjalani hukuman, berniat ingin meminta haknya kembali atas Indraprastha (Amarta).

Karena, sejak awal, Kurawa memang tidak ingin mengembalikan Amarta kepada Pandawa. Prabu Duryudana pun menolak permintaan Sri Kresna yang menemuinya karena diutus sebagai duta Pandawa.

Duryudana memberikan berbagai alasan yang memang sudah direncakan untuk memperkuat alasan mereka mengapa tidak ingin mengembalikan Indraprastha kepada Pandawa. Duryudana mengatakan bahwa tindakan Pandawa mengadakan upacara Rajasuya menunjukkan bahwa Pandawa mengagungkan diri mereka sendiri.

Sri Kresna kemudian menjawab bahwa Rajasuya itu bukan merupakan keputusan Yudhistira melainkan merupakan kesepakatan raja-raja yang mengakui Yudhistira sebagai raja arif  bijaksana. Duryudana kemudian berdalih bahwa para Pandawa telah melanggar hukuman ketika terjadi perselisihan antara Hastina dan Wirata. 

Pandawa telah menampakkan diri dan bahkan mengangkat senjata terhadap para Kurawa. Sri Kresna kemudian membalas bahwa saat itu menurut hitungannya, para Pandawa sudah terlepas dari masa hukuman dan mereka mengangkat senjata perang.

 

Baca juga : Perankan "Prabu Kresna," Ini Petuah Sekda Sri Puryono


Bagikan :
Daftarkan diri anda terlebih dahulu