Follow Us :              

Bukan Hanya Teori, Inilah Kerukunan Umat di Desa Kalimanggis

  19 July 2019  |   15:00:00  |   dibaca : 7178 
Kategori :
Bagikan :


Bukan Hanya Teori, Inilah Kerukunan Umat di Desa Kalimanggis

19 July 2019 | 15:00:00 | dibaca : 7178
Kategori :
Bagikan :

Foto : Vivi (Humas Jateng)

Daftarkan diri anda terlebih dahulu

Foto : Vivi (Humas Jateng)

KAB. TEMANGGUNG - Bagi warga Desa Kalimanggis, Kecamatan Kaloran, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, menjaga kerukunan antar umat beragama maupun keyakinan, bukan lagi teori dan didiskusikan dalam seminar, workshop atau simposium. Tetapi sudah menjadi perilaku sehari-hari. 

Seperti sore lalu. Usai melaksanakan shalat Ashar di masjid yang ada di tepi Jalan Raya Sumowono-Temanggung, Muji pun berjalan keluar masjid untuk pulang ke rumah. Saat hendak menghidupkan sepeda motornya, ia melihat Bhante Thitasaddho berjalan dari arah utara. 

"Bhante dari mana?" tanya Muji. 

"Saya dari balai desa, bertemu Pak Kades," jawab Banthe.

"Saya antar pulang ke vihara," kata Muji.

Sambil tersenyum, Bhante pun mengiyakan ajakan Muji. Setelah sepeda motor distarter Muji, Bhante pun memboncengnya. Sepeda motor berjalan pelan menuju vihara yang juga sekaligus menjadi Wisma Bhikku Jaya Wijaya yang ada di Desa Kalimanggis dan tidak jauh dari masjid itu. Muji pun tak langsung pulang, tetapi menyempatkan berbincang sebentar. 

Saling tolong menolong warga Desa Kalimanggis yang berbeda agama tidak hanya seperti yang terjadi sore itu. Tetapi, menurut Kepala Desa Kalimanggis, Didik Agung Susilo lebih dari itu. 

Kalimanggis yang dihuni 3.715 jiwa dan terbagi dalam 8 dusun, 9 RW dan 37 RT itu warganya menganut agama Budha, Islam, Kristen, Katolik, dan aliran kepercayaan yang tergabung dalam Persatuan Warga Sapta Darma (Persada). 

Rumah ibadah seperti vihara, masjid, gereja maupun sanggar kepercayaan berdiri saling berdekatan. Warga yang berbeda agama maupun keyakinan, sudah biasa saling membantu. Misalnya, umat Budha menggelar kegiatan, penganut agama lain membantu. Ketika umat Muslim menggelar pengajian, umat Budha, Kristen, Katolik, dan kepercayaan jadi panitia dan bergotongroyong bersama mensukseskan acara. 

"Kalau ada selamatan, doanya ya doa semua agama. Saat peringatan Maulid Nabi beberapa waktu lalu, kerja bakti bersama-sama, membuat panggung, iuran, dan karena berbeda agama, among tamu tidak semua berjilbab, sarungan, berpeci, yang non muslim ya tidak berjilbab," jelasnya. 

Bagi kepala desa dua periode itu, kerukunan, saling membantu antar warga berbeda keyakinan menjadi terbiasa karena ada klub sonjo. Sonjo, dalam Bahasa Indonesia berarti bertamu atau berkunjung. Sonjo merupakan tradisi dan kearifan lokal dalam wujud perilaku sosial yang terus dijaga warga Desa Kalimanggis.

Bante Thitasaddho mengakui, sebagai warga kelahiran Kalimanggis, kerukunan umat di desanya dijaga bersama-sama. Seperti inti ajaran Budha, jangan pernah berbuat jahat, sebarkan cinta kasih dan tidak pilih kasih. Karena saling tolong menolong, menghormati, akan menunjang persatuan dan kesatuan bangsa. 

Wanto, warga Dusun Kalisat, Desa Kalimanggis yang juga Ketua Pengurus Daerah Persatuan Warga Sapta Darma (Persada) serta pengurus Majelis Musyawarah Daerah Majelis Luhur Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa Indonesia (MLKI) Kabupaten Temanggung itu juga menyampaikan hal senada. 

"Anstusiasme warga dalam gotong royong lah yang membuat desa ini terbangun kerukunan, sehingga tidak terjadi intoleransi. Ajaran kami, manusia harus bersinar laksana surya, memberi manfaat untuk seluruh umat, tidak membedakan," katanya saat ditemui di sanggar.

Wanto yang juga aktif dalam forum-forum lintas agama itu berpesan, untuk mewujudkan Indonesia damai dan sejuk, bersama-sama menjaga, mematuhi peraturan negara dan memegang teguh Pancasila, UUD 1945.

"Dengan berpedoman pada Pancasila, tujuan mencapai masyarakat adil dan makmur akan tercapai. Benahi diri kita, mawas diri, dan selalu memberi manfaat kepada orang lain," tandasnya.


Bagikan :

KAB. TEMANGGUNG - Bagi warga Desa Kalimanggis, Kecamatan Kaloran, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, menjaga kerukunan antar umat beragama maupun keyakinan, bukan lagi teori dan didiskusikan dalam seminar, workshop atau simposium. Tetapi sudah menjadi perilaku sehari-hari. 

Seperti sore lalu. Usai melaksanakan shalat Ashar di masjid yang ada di tepi Jalan Raya Sumowono-Temanggung, Muji pun berjalan keluar masjid untuk pulang ke rumah. Saat hendak menghidupkan sepeda motornya, ia melihat Bhante Thitasaddho berjalan dari arah utara. 

"Bhante dari mana?" tanya Muji. 

"Saya dari balai desa, bertemu Pak Kades," jawab Banthe.

"Saya antar pulang ke vihara," kata Muji.

Sambil tersenyum, Bhante pun mengiyakan ajakan Muji. Setelah sepeda motor distarter Muji, Bhante pun memboncengnya. Sepeda motor berjalan pelan menuju vihara yang juga sekaligus menjadi Wisma Bhikku Jaya Wijaya yang ada di Desa Kalimanggis dan tidak jauh dari masjid itu. Muji pun tak langsung pulang, tetapi menyempatkan berbincang sebentar. 

Saling tolong menolong warga Desa Kalimanggis yang berbeda agama tidak hanya seperti yang terjadi sore itu. Tetapi, menurut Kepala Desa Kalimanggis, Didik Agung Susilo lebih dari itu. 

Kalimanggis yang dihuni 3.715 jiwa dan terbagi dalam 8 dusun, 9 RW dan 37 RT itu warganya menganut agama Budha, Islam, Kristen, Katolik, dan aliran kepercayaan yang tergabung dalam Persatuan Warga Sapta Darma (Persada). 

Rumah ibadah seperti vihara, masjid, gereja maupun sanggar kepercayaan berdiri saling berdekatan. Warga yang berbeda agama maupun keyakinan, sudah biasa saling membantu. Misalnya, umat Budha menggelar kegiatan, penganut agama lain membantu. Ketika umat Muslim menggelar pengajian, umat Budha, Kristen, Katolik, dan kepercayaan jadi panitia dan bergotongroyong bersama mensukseskan acara. 

"Kalau ada selamatan, doanya ya doa semua agama. Saat peringatan Maulid Nabi beberapa waktu lalu, kerja bakti bersama-sama, membuat panggung, iuran, dan karena berbeda agama, among tamu tidak semua berjilbab, sarungan, berpeci, yang non muslim ya tidak berjilbab," jelasnya. 

Bagi kepala desa dua periode itu, kerukunan, saling membantu antar warga berbeda keyakinan menjadi terbiasa karena ada klub sonjo. Sonjo, dalam Bahasa Indonesia berarti bertamu atau berkunjung. Sonjo merupakan tradisi dan kearifan lokal dalam wujud perilaku sosial yang terus dijaga warga Desa Kalimanggis.

Bante Thitasaddho mengakui, sebagai warga kelahiran Kalimanggis, kerukunan umat di desanya dijaga bersama-sama. Seperti inti ajaran Budha, jangan pernah berbuat jahat, sebarkan cinta kasih dan tidak pilih kasih. Karena saling tolong menolong, menghormati, akan menunjang persatuan dan kesatuan bangsa. 

Wanto, warga Dusun Kalisat, Desa Kalimanggis yang juga Ketua Pengurus Daerah Persatuan Warga Sapta Darma (Persada) serta pengurus Majelis Musyawarah Daerah Majelis Luhur Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa Indonesia (MLKI) Kabupaten Temanggung itu juga menyampaikan hal senada. 

"Anstusiasme warga dalam gotong royong lah yang membuat desa ini terbangun kerukunan, sehingga tidak terjadi intoleransi. Ajaran kami, manusia harus bersinar laksana surya, memberi manfaat untuk seluruh umat, tidak membedakan," katanya saat ditemui di sanggar.

Wanto yang juga aktif dalam forum-forum lintas agama itu berpesan, untuk mewujudkan Indonesia damai dan sejuk, bersama-sama menjaga, mematuhi peraturan negara dan memegang teguh Pancasila, UUD 1945.

"Dengan berpedoman pada Pancasila, tujuan mencapai masyarakat adil dan makmur akan tercapai. Benahi diri kita, mawas diri, dan selalu memberi manfaat kepada orang lain," tandasnya.


Bagikan :
Daftarkan diri anda terlebih dahulu